Mohon tunggu...
Sudi Harjanto
Sudi Harjanto Mohon Tunggu... Dokter - apa yaaa

Penikmat sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kopi dan Gula Pasca Perang Jawa yang Mengubah Budaya

7 Agustus 2019   07:39 Diperbarui: 24 Juni 2021   09:49 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi dan Gula Pasca Perang Jawa yang Mengubah Budaya. | Kompas

Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa

     Bagi rakyat di Pulau Jawa, sistem tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat menjadi melarat dan menderita. Terjadi kelaparan yang menghebat di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan (1849). Kelaparan mengakibatkan kematian penduduk meningkat. 

Baca juga: Perang Jawa Berawal dari Konflik Gerbang Tol

Adanya berita kelaparan menimbulkan berbagai reaksi, baik dari rakyat lokal maupun orang-orang Belanda. Rakyat selalu mengadakan perlawanan tetapi tidak pernah berhasil. Penyebabnya bergerak sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi secara baik. Reaksi dari Belanda sendiri yaitu adanya pertentangan dari golongan liberal dan humanis terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa.

      Di antara jenis tanaman kultur yang diusahakan itu, tebu dan nila, adalah yang terpenting. Tebu adalah bahan untuk gula, sedangkan nila bahan untuk mewarnai kain. Pada bad ke -19 itu pengetahuan kimia tentang bahan pewarna kain belum berkembang, karena itu nila dibutuhkan. Kemudian menyusul kopi, yang merupakan bahan ekspor yang penting. Selama tanam paksa, jenis tanaman yang memberi untung banyak ialah kopi dan gula. Karena itu kepada kedua jenis tanaman itu pemerintah kolonial memberi perhatian yang luar biasa. Tanah yang dipakai juga luas. Jumlah petani yang terlibat dalam tanam paksa gula dan kopi adalah besar, laba yang diperoleh juga banyak.

Tanam paksa mencapai puncak perkembangannya sekitar tahun 1830-1840. Pada waktu itu Negeri Belanda menikmati hasil tanam paksa yang tertinggi. Tetapi sesudah tahun 1850, mulai terjadi pengendoran. Rakyat di negeri Belanda tidak banyak mengetahui tentang tanam paksa di hindia-belanda ( baca wilayah indonesia skrg). Maklumlah waktu itu hubungan masih sulit, radio dan hubungan telekomunikasi belum ada, surat kabar masih kurang. Tetapi sesudah tahun 1850 terjadi perubahan. Malapetaka di Cirebon, Demak, dan Grobogan lambat laun sampai pula terdengar di negeri Belanda. Mereka juga mendengar tentang sikap pegawai-pegawai Belanda yang sewenang-wenang.

Akibat Sistem Tanam Paksa

1. Akibat Sistem Tanam Paksa Bagi Belanda

    Bagi Belanda keuntungan melimpah:

a. Kas Belanda menjadi surplus (berlebihan).

b. Belanda bebas dari kesulitan keuangan.

2. Akibat Sistem Tanam Paksa Bagi rakyat Hindia Belanda

    Akibat adanya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan tanam paksa, maka membawa akibat yang memberatkan rakyat  yaitu:

a. Banyak tanah yang terbengkalai, sehingga panen gagal.

b. Rakyat makin menderita.

c. Wabah penyakit merajalela.

d. Bahaya kelaparan yang melanda Cirebon memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan diri.

e. Kelaparan hebat di Grobogan, sehingga banyak yang mengalami kematian dan menyebabkan jumlah penduduk menurun tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun