Demikian pula anak-anak begitu bebas melantunkan lagu-lagu orang dewasa yang bertema perselingkuhan dan berbau porno. Otak dan jiwa mereka yang masih suci diracuni dengan kata-kata dan gerakan tarian yang tidak mendidik.
 Kata tabu atau pamali bagi anak-anak apabila melantunkan lagu-lagu untuk orang dewasa seperti yang dikatakan orang tua dahulu, kini tak berlaku lagi. Padahal hilangnya kata pamali yang membatasi dunia anak-anak, remaja, dan orang dewasa dalam mendengarkan dan melantunkan lagu serta dalam melihat suatu tontonan merupakan awal terbukanya pintu dekadensi moral.
Otak manusia layaknya sebuah komputer. File apa yang kita simpan di dalamnya, maka file itu pula yang akan keluar ketika kita panggil. Selain itu, otak kita memiliki prinsip garbage in garbage out, jika yang masuk ke dalam otak kita sesuatu yang kasar dan kotor, maka yang keluar dari otak kita pun akan sama.Â
Demikian pula jika yang masuk ke dalam otak kita sesuatu yang baik, maka yang keluarnya pun akan baik pula.  Satu hal yang perlu dicatat, apapun yang keluar dari otak kita, yang baik  maupun yang buruk akan mempengaruhi perilaku dan lingkungan di sekitar kita.
Kita sangat tidak menginginkan moral generasi kita hancur berantakan, sebab hancurnya moral generasi berarti hancurnya negara kita. Jalan keluarnya tiada lain adalah seperti yang dikatakan oleh Konfusius, para pemimpin negeri ini harus berusaha menciptakan harmoni dalam hati manusia, yaitu dengan menemukan kembali sifat manusia dan mencoba mempromosikan musik sebagai cara untuk menyempurnakan budaya manusia.
Pemerintah harus mampu memberikan arahan agar para musisi dan pencipta lagu mampu menciptakan musik dan lagu-lagu yang "bergizi" dan mendidik. Demikian pula para orang tua dan pendidik harus mampu memberikan arahan kepada anak-anaknya dalam memilih dan mendengarkan musik dan lagu.Â
Sudah saatnya kita memilih dan mendengarkan musik dan lagu yang "bergizi", yakni musik dan lagu yang selain menghibur, juga mendidik dan tidak membunuh norma-norma budaya dan agama. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H