Ada tiga musin ujian di sekolah, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian nasional. Ujian nasional lah yang paling banyak diperbicangkan oleh pemangku kepentingan termasuk kompasiana menyediakan kanal khusus untuk topik ini.
Jujur saja bahwa ujian nasional banyak mengandung masalah. Terutama soal kesenjangan sumber daya pendidikan. Bagi sekolah kategori dalam standar nasional akan lebih siap tetapi bagi sekolah yang masih kategori dalam standar minimal, tentunya harus siap walau disertai dengan perasaan ketar ketir. Ini soal keadilan yang sering dijadikan salah satu argumentasi penolakan terhadap ujian nasional. Tetapi suka atau tidak ujian nasional saat ini sedang berlangsung.
Lulus Ujian
Lulus ujian ditandai dengan  secarik kertas yang diberi nama ijazah. Begitu berharganya sehingga setiap orang tak mau kehilangan kesempatan untuk memperolehnya. Bahkan, konon untuk mendapatkannya dilakukan dengan berbagai cara: cara tidak bependidikan. Memang, sangat ironis dalam dunia pendidikan masih saja terjadi peristiwa yang bertolak belakang dengan hasrat dan cita-cita pendidikan.
Dalam gambaran ideal, titik tuju pendidikan bukan seonggok manusia yang kering kerontang baik lahir maupun batin tetapi sebuah gambaran kemartabatan dari manusia yang mempunyai kemampuan berhendak, berkarya dan mencipta yang ditopang kuat oleh kecintaan terhadap kehidupan. Mencintai kehidupan dengan segala dinamikanya, suka atau duka merupakan proses pendidikan itu sendiri. Kehidupan adalah proses pendidikan itu sendiri.
Manusia bermartabat yang digambarkan sebagai kehormatan manusia diasuh dan diasah dalam proses pendidikan. Bahkan kemartabatan itu sendiri sering diuji dalam kancah kehidupan. Setiap ujian apapun namanya akan memberikan pencerahan untuk menyadari kelebihan dan kelemahan mengenai apa yang telah diperoleh selama ini.
Ujian yang senyatanya tidak memberikan pencerahan diri ibarat asap jauh dari panggang, kosong tak menyisakan sebuah kebermaknaan. Boleh saja mendapatkan ijazah lulus dengan predikat sangat memuaskan, tetapi kehidupun tidak hanya sekedar di atas kertas, kehidupan membutuhkan keahlian nyata. Ujian nasional bukan untuk mendapat gerabah kosong tampa isi.
Distribusi Lulusan
Arus siswa terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Pendidikan formal  mengukur tingkat produktivitasnya melalui indeks angka kelulusan dan partisipasi pada pendidikan yang lebih tinggi. Karena itu,  UN adalah business as usual, eksekusi normal dalam produksi pendidikan.
Ibarat suatu proses produksi, lulusan pendidikan akan terdeferensiasi dari rendah ke tinggi, dari kurang memuaskan ke sangat memuaskan. Kemudian lulusan akan terdistribusi sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Sekolah meng- supply beragam lulusan ke jenjang pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan berikutnya  melakukan seleksi yang berimplikasi terhadap distribusi lulusan berdasarkan pencapaian perolehan hasil belajar (academic achievement).
Konon hasil UN akan dijadikan salah satu syarat untuk memasuki pendidikan tinggi. Walaupun belum jelas mekanisme pelaksanaannya, setidaknya mempunyai indikasi bahwa perolehan hasil pembelajaran lampau dihargai sebagai tiket untuk masukinya.
Bagaimana Jadinya ?
Ya…bagaimana jadinya lulusan yang tidak memenuhi syarat seleksi akademik  di pendidikan tinggi. Mungkin mereka masuk ke perguruan tinggi yang serba tidak jelas kualifikasinya yang gilirannya menyumbang peningkatan  angka pengangguran lulusan perguruan tinggi. Atau mungkin  menjalani kehidupan di dunia kerja baik secara formal maupun informal.
Kerja,  belajar sambil kerja, belajar saja atau menganggur  merupakan rangkaian dari corak kehidupan. Kehidupan pun  terus berlangsung,  ditempat inilah ujian sesungguhnya terjadi. Ujian yang memberi  peluang untuk lebih berkualitas, seperti yang digambarkan dalam cita dan harapan pendidikan nasional: manusia bermartabat. Karena itu,  tak usah menggunakan cara  tidak mendidik dalam menghadapi UN. Sebab bisa jadi itu akan berdampak terhadap sikap, tabiat atau karakter ketika menghadapi ujian yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H