Tahun 2013 saya mendapat kiriman dua buah buku hasil nulis bareng. Yang pertama tulisan berisikan tentang best practice proses belajar mengajar di kelas ditulis oleh guru-guru sekolah dasar. Yang kedua buku tentang kumpulan cerita pendek ditulis oleh guru-guru sekolah menengah kejuruan.
Selain tertarik pada kontent kedua buku tersebut, juga saya tertarik pada inisiatif mereka menulis buku tersebut. Mengapa ? Ini mengingatkan saya pada buku-buku lain yang ditulis oleh asosiasi guru atau kepala di beberapa sekolah di luar negeri. Ternyata ada guru di kita yang tidak kalah semangatnya dalam mengembangkan profesi dengan guru-guru di luar negeri.
Saya membayangkannya jumlah guru kita yang hampir mencapai 3 juta orang. Jika mereka menuliskan tentang apa yang telah dilakukannya sebagai pengalaman terbaik selama menjadi guru maka kita akan mendapatkan sumber tulisan yang kaya. Mungkin tulisannya tidak berupa sekumpulan konsep dan teori bersifat normatif-universal, tetapi lebih merupakan sekumpulan pengalaman praktek terbaik yang pernah dilakukan cocok dengan konteks sosial budaya lokal masing-masing. Katakanlah semacan “theory in use”.
Pemerintah tidak perlu repot lagi melakukan berbagai macan tes kemampuan guru yang menghabiskan waktu dan biaya mahal jika guru kita telah menpunyai inisiatif diri dalam mengembangkan profesi melalui menulis. Juga para instruktur nasional, regional dan lokal tidak perlu lagi melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat top down yang cenderung memberlakukan ilmu pengetahuan secara sepihak di luar konteks mereka bekerja. Lebih baik mereka masuk saja ke sekolah bersama guru menyelesaikan masalah. Orientasinya bukan lagi melatih, tetapi membimbing guru melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya. Ini yang disebut praksis—mereka bersama menyelesaikan masalah dalam pekerjaan dan menuliskannya untuk di share and connect (ala kompasiana). Bukankah sebuah tulisan mengindikasikan kualitas diri penulisnya ?
Konstruksi. Kata yang cocok untuk memperbaiki kemampuan diri sendiri secara praksis melalui pekerjaan. Kesulitan, hambatan atau kendala yang dialami oleh guru hanya guru-gurulah yang tahu. Seperti halnya kita mau merenovasi rumah yang telah lama kita tempati, hanya kitalah yang tahu mana yang harus diperbaiki dan dikembangkan.Orang lain hanyalah memberikan masukan apa yang harus diperbaikinya. Tetapi itu semua dilakukan dalam tataran praktek.
Apakah guru nulis bareng di tahun 2014 bisa dilakukan? Tentunya sangat bisa. Ketika mereka ditanya apa kesannya terhadap tulisan yang telah dibuat. Ada satu jawaban yang membuat saya menaruh rasa hormat, yaitu mereka merasa bangga ketika bukunya dibaca orang lain. Klaim guru terhadap dirinya bahwa ia seorang profesional menjadi tidak perlu. Yang diperlukan adalah pengakuan publik bahwa guru telah profesional seperti yang ditunjukkan melalui tulisannya. Semoga tahun 2014 lebih banyak guru menulis bareng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H