luka. Aku masih ingat saat aku  ingin memperbaiki diri dan memantaskan diri hanya demi seseorang yang aku anggap bisa mengasihi aku sama seperti aku sangat mengasihi dirinya. Namun sekarang apa? justru aku melihat dia mencintai orang lain. Tidak butuh waktu lama sejak aku menyatakan apa yang aku rasakan selama ini justru hanya mendapatkan rasa belas kasihan dan rasa malu akan diri sendiri. Merasa diri tidak layak untuk dicintai. Aku tahu bahwa ini memang menjadi konsekuensi yang harus aku dapatkan, konsekuensi yang terlalu memaksakan diriku padahal aku tahu bahwa dia tidak pernah menggangapku ada. Awalnya Aku berpikir tidak akan sesakit ini,  Ternyata semua ada diluar apa yang aku bayangkan. Namun apakah aku tidak layak untuk mendapatkan cinta walaupun hanya sedikit? apakah memang aku ditakdirkan selalu gagal dalam percintaan?, aku mencintai dia dengan tulus, aku menjadikan dia semestaku dan menjadikan dia menjadi tokoh utama dalam cerita ku. Selalu berusaha memantaskan diri untuk mengimbangi dirinya. Namun apa sekarang?  semua berujung pada penyesalan. Ternyata benar  setiap orang punya kemungkinan untuk tidak pernah Deserve kepada orang yang selalu berusaha untuk mencintainya dengan tulus. Selalu ada kemungkinan untuk membebaskan diri sekalipun itu menyakiti, sekalipun dengan cara yang tenang berujung menghanyutkan. Aku baru sadar bahwa alasan melepaskanku dengan alasan dirinya yang kurang antas untukku hanya sebuah alibi dari menunggu momen yang tepat untuk meninggalkan. Yang lebih menyakitkan lagi yaitu ketika mengetahui sebelum dia pergi, dia sudah menyiapkan sosok pengganti ku. Sakit? tentu!. Lalu bagaimana jika aku mengatakan bahwa dia masih menjadi orang yang aku cintai?menjadi pemenang yang tak pernah punya saingan dalam hidupku. Lalu satu lagi bagaimana jika kukatakan bahwa perpisahan  kemarin membuat hidupku benar benar berantakan?. Aku harus memulai banyak hal dari nol kembali. Apakah dia pernah merindukan ku seperti aku merindukanya?. Apakah dia pernah mencari tahu kabarku seperti aku yang berusaha mencari tahu kabarnya?. Apakah dia pernah menahan diri untuk tidak menghubungiku seperti aku yang berusaha mati matian untuk tidak menghubunginya?.  Jangankan untuk menghubungi, bahkan hanya sekedar melihat potret dirinya saja aku harus menahan diri dengan mati-matian. Aku minta maaf  kalau hingga hari ini aku masih terus mencintainya. Aku minta maaf kalau masih seringkali aku menyebut namanya sebelum aminku.
Menjadi sosok yang diinginkan dirinya  menjadi tujuan dalam hidupku. Ini semua tentang aku dan dia. Dia yang mampu membawaku keluar dan berjalan jauh. Namun, apa yang dia punya terlampau cukup untukku ketika aku meminta. Harusnya aku bisa sadar bahwa aku dan dia berjalan di jalan yang sangat jauh berbeda. Seharusnya aku bisa mengerti akan diriku dan keadaanku. Aku yang masih terlalu takut dengan luasnya dunia dan mereka. Aku terlambat menyadari dan mengambil keputusan hingga akhirnya berujung pada penyesalan dan dibuang. Aku kadang tidak mengerti akan diriki sendiri, Aku selalu saja menyulitkan diriku sendiri. Begitu banyak keputusan yang aku ambil dimana aku tahu bahwa pada akhirnya akan sangat menyakitkan namun tetap aku jalani berharap ada sedikit kebahagiaan yang aku dapatkan. Mungkin karena hati ini terlalu keras hingga sangat sulit untuk berdamai dengan logika. Berharapa akan mendatangkan tawa namun pada akhirnya hanya menggenapkanBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H