Pariwisata Sebagai Penyelamat Kebudayaan Desa, adalah tema yang saya angkat dalam artikel ini. Desa dianggap sebagai pondasi budaya bangsa Indonesia, mengingat sebagian karakteristik budaya nasional ada di pedesaan.Â
Berbeda dengan kota yang berkarakter industri maka desa bercorak agraris atau alamiah. Budaya yang tumbuh kembang di desa masih menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Berbeda dengan budaya di kota yang sudah banyak dimasuki kepentingan ekonomi. Walau budaya desa ah  maka masyarakat desa masih melihat budaya sebagai bagian kehidupan yang berkaitan dengan lingkungan mereka. Namun kita juga melihat bahwa budaya desa ini mengalami tantangan luar biasa. Perkembangan sosial, ekonomi dan teknologi sendiri mengakibatkan pelemahan terhadap budaya desa.Â
Generasi muda mulai bersikap kritis terhadap tradisi tradisi yang selama ini dilestarikan oleh para pendahulu mereka. Mereka memilih budaya yang memberikan manfaat bagi masa depan mereka bukan hanya menjadi kebanggaan semata. Â Oleh sebab itu, generasi muda desa bersikap pragmatis terhadap budaya. Ditinggalkan atau dilestarikan tergantung seberapa manfaatnya.Â
Bali atau Yogyakarta misalnya dianggap sebagai kiblat keberhasilan upaya mengembangkan budaya sebagai sesuatu yang memberi benefit. Benefit terutama adalah sektor ekonomi wilayah yang ditandai berbagai aktivitas perekonomian yang menggerakkan Bali tidak terkecuali memajukan sumber daya manusia lokal. Oleh sebab  itu pariwisata adalah sektor penyelamat. Namun apakah demikian itu faktanya.
Dua Sisi Pariwisata
Pariwisata setidaknya memiliki dua mata tombak yaitu sebagai bagian yang mampu menghidupkan budaya atau sebaliknya justru menghancurkan budaya itu sendiri. Putu Setia dalam kritiknya terhadap pariwisata di Bali agaknya melihat sebagai kekuatan yang menghidupkan sekaligus meremukkan budaya masyarakat.Â
Dalam pandangannya pariwisata membuat budaya tumbuh sebagai komoditas yang kemudian keluar dari fungsi sakralnya sendiri. Masyarakat Bali barangkali akan tercukupi secara ekonomi namun mengalami suatu proses yang melarutkan inti kedalaman budaya Bali sendiri yang sangat terkait dengan nilai nilai keagamaan.Â
Berbagai ekses negatif pariwisata dengan mudah bisa ditemukan di segala bidang. Balimyabg dikenal sebagai tanah para dewa justru berkembang pada tanah manusia yang lupa dengan jati diri budayanya.Â
Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa pariwisata adalah jalan yang bisa ditempuh untuk melestarikan budaya itu sendiri. Bukankah budaya itu juga adalah bagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Dimensi relijius adalah salah satu sisinya, namun dimensi lain seperti sosial dan ekonomi juga adalah bagian dari budaya tersebut.Â
Budaya " tawar menawar " misalnya yang terdapat di pasar tradisional atau budaya membuat patung untuk dijual adalah budaya yang berkaitan dengan nilai nilai ekonomi. Artinya budaya tidak terbatas pada satu dimensi saja.
Pariwisata yang Melestarikan Budaya