Mohon tunggu...
Sudarmawan Yuwono
Sudarmawan Yuwono Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar Arsitektur

Membaca, menggambar, meneliti budaya, sejarah, arsitektur kota.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asal Usul Makam Siterbang Kampung Prajuritan Kota Wonosobo

4 September 2023   01:08 Diperbarui: 4 September 2023   01:25 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kota Wonosobo memiliki banyak khasanah kearifan lokal yang perlu diketahui dan dilestarikan oleh warganya. Salah satunya adalah penamaan tempat tempat di wilayah kota. Asal usul nama tempat atau yang disebut toponimi ini biasanya berkaitan dengan sejarah atau latar belakang budaya pada masa itu.  Salah satunya adalah asal usul nama makam Siterbang.  Makam Siterbang  yang beradi di kampung Prajuritan sebenarnya tidak terlalu luas dan cenderung menjadi makam untuk warga kampung Prajuritan sendiri. Tidak banyak yang mengetahui asal usul makam ini. Saya sebagai penulis pertama mengetahui riwayat makam ini berasal dari almarhum bapak saya, bapak Soebadyo DY yang memang dilahirkan di kama pung ini. Kakek yang berprofesi sebagai guru kemudian pengawas sekolah termasuk  perintis keberadaan kampung ini. Kebetulan almarhum kakek nenek juga dimakamkan di sini serta beberapa keluarga lainnya. Setiap kali berziarah, saya diajak bapak untuk tidak lupa nyekar ke makam Kiai Siterbang, yang kemudian diceritakan oleh beliau asal muasal makam Siterbang. Bisa jadi cerita ini dituturkan oleh kakek dan kemudian kepada bapak akhirnya sampai kepada saya. Penulis kedua adalah adik bapak Soebadyo yang sampai saat ini masih tinggak di kampung Prajuritan Bawah menambahkan beberapa informasi penting mengenai makam dan lingkungannya.

Keberadaan Makam Siterbang

        Makam Siterbang di kampung Prajuritan Bawah barangkali tidak banyak warga kota sendiri yang tahu. Hal ini dimaklumi karena luasnya relatif kecil hanya sebagai makam warga kampung sekitar dan sekarang terletak di tengah tengah permukiman warga. Tanah makam sendiri posisi menurun ke bawah.  Di tengah tengah pemakaman ini ada makam tua yang terletak di kiri posisi berdekatan dengan jalur masuk makam. Dinaungi oleh pohon beringin besar dan semak-semak yang membuat suasana nampak teduh dan asri. Dahulu makam  ini berada di pinggir kampung Prajuritan, namun kini berada di tengah tengah permukiman warga.

Nama Prajuritan atau sering disingkat atau disebut Juritan berasal dari  nama tempat tinggal para prajurit. Tempat ini kemudian disebut kampung Prajuritan yang terbagi menjadi 2 (dua) Prajuritan Atas dan Prajuritan Bawah. Atas berada di belakang kantor AR (Asisten Residen) yang menjadi komplek perkantoran kabupaten dan Bawah di belakang Kawedanan dan berbatasan dengan Kampung Seruni.  

Saat ini makam Siterbang menjadi semacam ruang hijau kecil bagi kampung Prajuritan atau bahkan kalau disadari dengan benar menjadi RTH kota. Mendatang diharapkan keberadaan makam ini tetap dipertahankan sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan kota yang mengutamakan pelestarian lingkungan. Sebenarnya ada makam tua lain yang ada di wilayah Prajuritan seperti makam Sabuk Alu. Ada kemungkinan bahwa penamaan makam Sabuk Alu berkaitan dengan keberadaan para prajurit yang bermukim di kampung Prajuritan. Sabuk Alu, suatu yang bersifat kontras, antara sabuk yang bersifat lentur dan alu yang bersifat keras serta tegak. Mengingatkan mengenai pusaka Nagasasra Sabuk Inten.

Terbangan

         Konon pada jaman dahulu, ada makam atau petilasan atau pepunden di alun alun kota Wonosobo sekarang ini.  Istilah pepunden (yang dipundi, bahasa Jawa artinya diangkat-atau diangkat dengan maksud menghormati) atau petilasan yaitu tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat karena berkaitan dengan tempat terjadinya sesuatu. Bisa jadi makam orang yang berpengaruh pada masa itu. Karena keberadaannya di alun alun kemungkinan besar di dekat atau di antara 2 (dua) pohon beringin yang menjadi ruang publik sehingga direncanakan untuk dipindahkan. Jadi tidak hanya pada masa sekarang saja, ada makam dipindahkan maka pada masa lalu juga terjadi. Penguasa pada masa itu kemudian melakukan perencanaan untuk memindahkan ke lokasi yang dianggap tepat.  Posisinya adalah di sebelah timur bawah alun-alun yang kemudian berkembang menjadi permukiman prajurit. Adapun lokasi pemakaman pengganti adalah masuk wilayah Prajuritan Bawah yang sekarang di batasi jalan Serayu.

             Bagaimana memindahkan menjadi masalah sendiri karena tidak boleh dilakukan sembarangan. Hingga akhirnya salah seorang yang diberi tugas memindahkan kemudian bermimpi. Bahwa yang dimakamkan di situ setuju untuk dipindahkan asal dengan acara Terbangan. Terbangan berasal dari kata Terbang atau rebana dalam bahasa Jawa,  jadi terbangan adalah seni tradisi Islam yang menjadi tradisi lokal menggunakan rebana untuk mengiringi shalawat Nabi. Biasanya yang dibaca shalawat Badr atau Burdah yang berisikan puji pujian kepada Nabi dengan maksud menghormati sekaligus mengajarkan nilai-nilai luhur kepribadian Nabi. Akhirnya dilaksanakan upacara pemindahan tersebut dengan iringan Terbangan para santri dari alun-alun ke makam yang sekarang di sebut Makam Siterbang.

Kearifan Lokal 

Keberadaan dan sejarah atau kisah asal muasal Makam Siterbang ini  bilamana dihubungkan dengan kesadaran maupun pengetahun masyarakat memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diteladani serta menjadi pelajaran bagi kita semua. Terkait nilai nilai kearifan lokal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Penghormatan kepada leluhur melalui keberadaan makamnya

     Istilah makam berasal dari kata “ maqam “ dalam bahasa Arab berarti tempat. Di Nusantara kemudian diadopsi untuk menamakan kuburan yang dianggap kurang tepat. Sedangkan makam menjadi istilah Melayu atau Jawa yang lebih mulia walau sama sama berarti kubur atau tempat menguburkan. Makam merupakan tempat yang dihormati karena menjadi tempat peristirahatan terakhir baik dalam tradisi Jawa maupun ajaran Islam. Umat Islam diwajibkan untuk mengucapkan salam saat masuk makam bahan disunnahkan untuk melepas alasa kaki. Ziarah kubur menjadi suatu tradisi penting dalam budaya Jawa sebelum memasuki bulan Puasa atau Ramadlan, dengan istilah nyekar atau nyadran. Setelah sholat Idul Fitri juga ada kebiasaan ziarah kubur di mana para peziarah memanjatkan doa memohon ampunan kepada para leluhur yang telah mendahului maupun keluarga yang masih hidup. Tradisi ini menunjukkan penghormatan kepada para leluhur termasuk orang tua. Penghormatan itu selain dengan mendoakan sebagaimana menjadi kewajiban setiap muslim juga bagian bakti kepada orang tua. Dalam ungkapan bahasa Jawa dikenal “ Mikul duwur mendem jero “ sebagai ungkapan bagaimana berbakti kepada orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun