Suasananya semakin rame meskipun malam itu belum terlalu larut. Bergantian mereka berdatangan sembari menyeret kursi yang tersedia untuk didudukinya. Mereka datang berpasangan, berkelompok, serta ada juga yang sendirian atau menjomblo tetapi bisa dipastikan yang datang itu dengan tujuan yang sama, yaitu untuk menikmati kopi pancong.Â
Sesekali kutatapkan wajah cemasku ke langit tinggi memastikan bintang--bintang masih tetap setia berkedip menampakkan dirinya di celah lampu kota yang bertaburan.
"Ah, bintang masih ada" suara dalam fikiranku.Â
Kupastikan bahwa malam ini tak turun hujan. Meski cemas terkadang menghantui perasaanku juga. Maklum dari sore tadi cuacanya mendung disertai panas dan angin sedikit kencang.
"Percayalah, mendung tak selamanya berarti akan turun hujan". Â
Kuyakinkan perasaanku. Aku bersama Bung Herman seperti mereka yang datang, juga memesan kopi pancong untuk kunikmati dalam mengisi malam itu.
Ngopi bareng bersama teman di suatu tempat tertentu memang merupakan budaya yang sudah lama ada, entah sejak kapan?Â
Aku tak tau secara pasti. Yang jelas aku sudah mewarisi budaya ini secara turun temurun.
Memang banyak manfaat dan nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Diantara manfaatnya adalah ketika ngopi bersama teman akan ada gagasan kreatif yang bermunculan yang bisa dikembangkan sebagai karya untuk mengisi lembaran kehidupan di dunia ini. Di sini akan dirasakan nilai--nilai (value) yang terkandung di dalamnya.
Dengan ngopi bareng bisa mengajarkan empati dan kebersamaan, senasib sepenanggungan, serta meningkatkan kompetensi kesalehan sosial. Ngopi tidak memerlukan modal yang besar, karena harga secawan kopi memang murah atau terjangkau bagi masyarakat kelas menengah hingga ke bawah. Asal punya mau serta mampu menikmati rasa dan aroma kopi, jadilah ia seorang penikmat kopi.