Memang Aya Sofia memiliki perjalanan sejarah yang panjang, sejak zaman Yunani Kuno hingga sekarang. Sejak berakhirnya kekaisaran Byzantium pada tahun 1453 Setelah Masehi karena ditaklukkan Muhammad al-Fatih Hagia Sophia telah beralih fungsi menjadi Masjid Raya Hagia Sophia yang dalam bahasa Turkinya Ayasofya Ulucamii dan lidah Indonesia menjadi Aya Sofia.
Sophia itu sendiri dalam bahasa Yunani memiliki makna kebijaksanaan, sehingga Hagia Sophia diartikan sebagai tempat suci bagi Tuhan. Nama Hagia Sophia ini pemakaiannya tetap dipertahankan oleh Sultan Muhammad al-Fatih, hanya fungsinya beralih menjadi masjid sedangkan nama kota Konstantinopel diganti menjadi Istanbul dalam bahasa Turki yang terambil dari bahaya Yunani is tim bolin, artinya ke kota itu.
Sejak itu kejayaan Turki Utsmani di abad pertengahan menjadi kekhalifahan yang disegani di dunia. Dengan Istanbul sebagai ibu kota, kekuasannya membentang luas yang meliputi sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika. Puncak kekuasaannya ketika di bawah pemerintahan Sulaiman al-Qanuni pada sepanjang abad 16 dan 17.
Kurang lebih selama 6 (enam) abad Kesultanan Turki Utsmani menjadi pusat peradaban dunia Timur dan Barat dan seluruh kerajaan Islam di Nusantara ada hubungannya dengan Turki Utsmani.Â
Namun dalam perjalanan sejarahnya, ini sudah menjadi sunnatullah atau hukum alam, bahwa kejayaan suatu bangsa akan dipergilirkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagaimana sang mentari dan palnet-planet yang berputar pada porosnya, bagaikan kehidupan di dunia terkadang menempati posisi bawah dan menempati posisi atas. Inilah hukum yang berlaku di dunia supaya manusia mau mengambil pelajaran serta meningkatkan keimanannya, jika di luar dirinya masih ada Dzat Yang Maha Perkasa dan Maha Berkehendak.
Allah SWT berfiman: "Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang dhalim". (Q.S. Ali Imran; 140).
Tak terkecuali dengan Turki Utsmani, meskipun telah mencapai kejayaannya yang sangat disegani di dunia berabad-abad lamanya, juga mengalami pasang surut dan mengalami masa kemundurannya yang tercatat setelah Sultan Sulaiman al-Qanuni wafat pada tahun 1566 Setelah Masehi.
Kejayaan Turki Utsmani kian memudar dan semakin menghilang setelah Mustafa Kemal Ataturk yang dikenal dengan pembangun Turki Modern berkuasa. Dibawah kepemimpinannya Turki semakin menjauh dari cahaya Islam, dengan semangat membangun negara modern yang demokratik dan sekuler Turki benar--benar kehilangan pamornya sebagai khalifah di dunia. Sejak saat itu Turki terputus hubungan sejarahnya dengan masa lalunya yang cemerlang.
Melalui Dewan Agung Nasional pada pada 1 November 1922 Mustafa Kamal Ataturk berhasil menghapuskan kekhalifahan Turki Utsmani yang selanjutnya diganti dengan Republik Turki pada 13 Oktober 1923 dengan memindahkan ibu kota Turki dari Istanbul ke Angora atau yang lebih dikenal dengan Ankara. Aya Sofia yang semula berfungsi sebagai masjid pada tahun 1934 melalui dekritnya dialih fungsikan sebagai perpustakaan, kumandang adzan yang semula berhasa Arab diganti dengan bahasa Turki, dan masih banyak lagi gerakan Mustafa Kamal Ataturk yang memisahkan Islam dari negera.
Hagia Sophia atau Aya Sofia yang semula menjadi kebanggaan umat Islam di seluruh dunia seakan menghilang tertelan sepak terjang Mustafa Kamal Ataturk.
Yach, itulah perguliran kejayaan suatu bangsa. Namun setelah lebih dari 500 tahun Hagia Sophia atau Aya Sofia berfungsi sebagai museum pada Jum'at Pahing tanggal 10 Juli 2020 baru-baru ini, Pengadilan Tinggi Turki mengabulkan tuntutan Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan membatalkan dekrit 1934 sehingga status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid kembali dan setelah putusan pengadilan, Erdogan menandatangani keputusannya untuk menyerahkan Hagia Sophia ke Kepresidenan Urusan Agama Turki. Pada tanggal 24 Juli 2020 umat Islam Turki dengan penuh haru karena kerinduannya melaksanakan Sholat Jum'at kembali di Hagia Sophia dengan dihadiri oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, dan pada waktu itu presiden Erdogan membacakan Suat al-Fatihah dan Surat al-Baqarah ayat 1 s.d 5.