Mohon tunggu...
SUDARMANTO
SUDARMANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru SMPN 7 Probolinggo

Merenung sejenak dan sanggup mempertalikan hati dengan alam itu lebih baik dari 1000 tahun hanya untuk mengumpulkan kuliyah dan hujjah

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bertemu dengan Layla Majnun di Serambi Madinah

25 Februari 2023   09:00 Diperbarui: 18 Oktober 2024   18:54 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layla dan Majnun meskipun seorang yang tampan dan cantik serta saling jatuh cinta ketika mereka berada dalam satu kelas pada sekolah unggulan, sayangnya ketika ayah Majnun melamar Layla ditolak mentah--mentah oleh ayah Layla karena Majnun dianggap gila, dianggap pemuda yang tidak waras. Qais ibnu Mulawwi di kampungnya memang dikenal sebagai pemuda yang gila atau tidak waras (majnun_bahasa Arab) karena sering bersenandung syair-syair cinta yang berat pada Layla.

Berlalu masa, ketika orang-orang padaku memohon pertolongan,

dan kini, adakah penolong yang akan mengabarkan, rahasia jiwa pada Layla?

Wahai Layla, cinta telah membuatku lemah tak berdaya,

seperti anak hilang, jauh dari keluarga dan tidak memiliki apa-apa.

Begitulah cinta yang engkau bawa kepadaku,

dan kini telah hancur binasa hatiku,

hingga orang-orang memanggilku si gila

yang suka merintih dan menangis sedih.

Itulah salah satu bait syair Qais si-majnun itu. Memang tragis, ayah Layla tidak hanya menolak lamaran ayah Qais tetapi juga melarang Qais untuk bertemu Layla.

Tidak hanya itu, ayah Layla membuat peraturan yang super ketat; Jangankan untuk bertemu, memandang saja sudah tak boleh, apalagi nyanyi bersama bagai dulu lagi. Jangankan berkirim surat, titip salampun sudah tak boleh karena Layla tercipta bukan untukmu. Sementara Qais si-majnun masih kekeh dengan senandungnya; Kan kusimpan wajahmu, kan kuukir namamu, kan kubuktikan kesetiaanku padamu. Biarlah di sini aku sendiri, merajut hari-hari, bukankan esok atau lusa matipun aku sendiri ... Ach, kok jadi ke lagu yang pernah dipopulerkan oleh Ratih Purwasih di tahun 80-an.

Kembali ke Layla Majnun. Sungguhpun demikian, cintanya Qais yang gila itu sehingga membuatnya sansai dan larat tetapi akalnya semakin cerdas untuk mewujudkan cinta dan rindunya. Banyak cara dan syair yang dihasilkan oleh Qais akibat dari majnun-nya itu. 

Banyak cara yang dilakukannya, pernah ia menyamar sebagai pengemis yang meminta-minta dari pintu ke pintu dengan harapan bisa bertemu Layla  Pernah juga di suatu malam hari, Qais si-majnun menghampiri rumah Layla dengan mengendap-endap dalam kegelapan dan sesampainya ia memeluk dan mencium dinding-dinding rumah Layla sambil bersyair:

Bukan aku bermaksud memeluk dan menciummu

sebagai luapan rinduku padamu wahai dinding rumah yang beku

tetapi kusalurkan salam rinduku

pada yang sedang berbaring di dalam sana wahai Layla


Kisah cinta sufinya pernah ditunjukkan, suatu saat ada seekor anjing yang dari kampung Layla berlalu dan kemudian dikejarnya oleh Qais dengan harapan membawanya ke kampung Layla, akan tetapi anjing itu melalui shaf jama'ah orang shalat, sementara Qais tetap mengejar anjing itu dengan tidak menyadari jika ada orang shalat berjama'ah karena ingatannya terpenuhi oleh Layla. 

Kemudian orang-orang itu menegurnya: "Wahai Qais kamu tadi berlari di depan kami yang sedang sholat, kenapa kamu tidak ikut sholat ? "

Jawab Qais: "Aku tadi tidak melihat apa-apa, yang kulihat hanya keindahan Layla yang hendak kugapai. Kalian ini bagaimana? Berarti sholatmu palsu, cintamu palsu. Padahal kamu sedang menghambakan diri kepada Allah tetapi memperhatikan aku, sedang aku cinta Layla tidak melihatmu".

Kisah Layla Majnun ini, teringat olehku ketika aku lihat seorang lelaki menjelang tua yang berdesakan dan bergelayutan pada dinding makam Rasulullah di Masjid Nabawi setelah keluar dari raudhah. Kulihat orang itu memeluk, mencium, dan membelai sudut dinding makam Rasulullah sambil bersenandung; Ya Nabi salam 'alaika, Ya Rasul salam 'alaika, Ya Habiballah salam 'alaika. Itulah ungkapan yang aku dengar diulang-ulangnya. Sementara kulihat ada seorang 'askar yang berteriak: hajji-hajji, haram-haram sambil memberi isyarat agar lelaki itu segera meninggalkan dinding makam Rasulullah SAW dan lelaki itupun dengan berat meninggalkannya sambil tetap mengulurkan tangannya mengusap-usap dinding itu sambil bercucuran air matanya.

Terlepas dari perdebatan bid'ah atau tidak, aku turut merasakan perasaan lelaki itu yang sarat dengan cinta dan rindu terhadap Rasulullah SAW yang suci, yang kelak diharapkan syafaat-nya di padang mahsyar.

Ya Nabi salam 'alaika, Ya Rasul salam 'alaika, Ya Habiballah salam 'alaika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun