Mohon tunggu...
Suci Wulandari
Suci Wulandari Mohon Tunggu... lainnya -

menuju pelajar yang kritis :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jurang Kematian

1 Juni 2012   12:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:31 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berada diantara jurang yang memisahkanku dengan impian dan kenangan. Apa yang harus kulakukan? Aku hanya diam tak berbuat apapun.

Aku bingung harus memperjuangkan apa? Yang ku tahu pasti, bila ku berhenti diam, aku akan terperosok hancur menuju jurang kelam itu.

Ya. Sekitarku sungguh sempit. Hanya jurang lah yang membentang dengan hebatnya. Memupuskan segalanya. Walaupun jurang hanya diam disana.

Jurang bergeming. Tapiku mulai bergetar. Tak berdaya menahan langkah. Namunku tlah lelah. Binasa semua tenagaku. Aku ketir.

Apa maksud semua ini? Hiruk pikuk pikiran menyerbu. Aku pun terombang-ambing tak menentu. Hingga nyaris ku terjun ke dasar jurang itu.

Argh! Nyaris saja aku mati! Cukup, cukup, kurasa cukuplah pikiran itu nyaris membuatku mati dalam jurang itu. Apalagi kah nanti? Entahlah.

Takbisakah ini brakhir sejenak? Atau slama-lamanya. Aku bosan.Aku muak dengan kedua jurang itu. Mengapa aku begitu mudah diperdaya oleh jurang?

Begitu sulitkah pilihan? Begitu rumitkah kehidupan? Mengapa harus diantara jurang aku berdiri? Mengapa tak ditengah lautan buas saja? Biarku mati sketika. Tanpa membuat pilihan yang menerjangku kesana kemari.

Kenapa tak langsung saja diri ini dibinasakan? Kenapa harus melewati jurang kelam dahulu? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Arg! Kenapa?

Pikiran itu kembali mengusik. Aku kembali terombang-ambing. Dan argh dan aku tak lagi nyaris terjatuh dan mati. Tapi...

Tapi ak.. Tapi aku telah terjun penuh kepasrahan dalam ketidakberdayaan diriku. Aku melaju melayang menuju dasar jurang itu.

Dengan sepenuh jiwa. Aku telah rela mati walaupun pikiran kembali mengusik detik-detik kematianku. Kenangan dan impian menggebu.

Meracuni kerelaan hati. Dalam jurang yang kelam. Yang akan mengakhiri hidupku. Tanpa diberi waktuku untuk mengubah yang telah terjadi.

Aku insyaf! Kebodohanku tlah membinasakan hayatku.Tak lama lg, ragaku akan terhempas keras ke dasar jurang curam. Hingga hancur berkeping.

Inilah akhir hidupku. Aku diam menanti ajal datang bersama gravitasi yang semaki kuat menarikku ke jurang itu. Dan argh!

Dan aku sadar dalam kegalauan mimpi buruk ku. Oh ibundaku, dia telah menyelamatkanku dari jurang itu. Jurang yang ingin menghabisi nyawaku.

Tak hanya bunda. Tapi ramai sekali. Mereka memakai kenaan hitam semua. Apakah maksudnya ini? Teka-teki lagi?

YaAllah. Apa? A aku mendapatkan diriku terkulai lemah dikeranda hijau. Yang digusung oleh orang berkenaan hitam-hitam itu.

Oh aku mengerti. Jurang. Jurang itu berhasil menghabisi nyawaku. Membawaku menuju kematianku. Yang kelam tanpa makna.

Tinggallah badan tak berhayat. Yang ditanam pada tanah bijana. Dan terkubur bersama berjuta pikiran yang menyerang.

Jurang itu..

Dia tertawa buas disebrang sana. Dan aku menyusut hilang hingga tak kudapati lagi diriku. Entah dimana.


Jambi, 30 Mei 2012
Suci Wulandari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun