1. PENGERTIAN DAN HAKEKAT YADNYA
Pada awalnya banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada dasarnya Yadnya bukanlah sekedar upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud bhakti kepada hyang Widhi adalah Yadnya.
Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “Yaj” yang artinya memuja. Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya. Pada masa srsti yaitu penciptaan alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma ( Tuhan dalam wujud tanpa sifat ) melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma ( Tuhan dalam wujud sifat Purusha dan Pradhana ). Dari proses awal ini jelas bahwa awal penciptaan awal dilakukan Yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma menjadi Saguna Brahma . Selanjutnya semua alam diciptakan secara evolusi melalui Yadnya.
Dalam Bhagawadgita Bab III, sloka 10 disebutkan :
saha-yajòàá prajàh såûþwà purowàca prajàpatih; anena prasawiûyadham eûa wo ‘stw iûþa-kàma-dhuk
artinya :
Dahulu kala Prajapati ( Hyang Widhi ) menciptakan manusia dengan yajnya dan bersabda; dengan ini engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk keinginanmu.
Dari satu sloka di atas jelas bahwa manusia saja diciptakan melalui yadnya maka untuk kepentingan hidup dan berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan yadnya. Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Contoh sederhana bila kita memiliki secarik kain dan berniat untuk menjadikannya sepotong baju, maka kain yang utuh tersebut harus direlakan untuk dipotong sesuai dengan pola yang selanjutnya potongan-potongan tersebut dijahit kembali sehingga berwujud baju. Sedangkan potongan yang tidak diperlukan tentu harus dibuang. Jika kita bersikukuh tidak rela kainnya dipotong dan dibuang sebagian maka sangat mustahil akan memperoleh sepotong baju.
Dari gambaran sederhana di atas dapat diambil kesimpulan bahwa demi mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup maka kita harus rela mengorbankan sebagian dari milik kita. Hyang Widhi akan merajut potongan-potongan pengorbanan kita dan menjadikannya sesuai dengan keinginan kita. Tentu saja pengorbanan ini harus dilandasi rasa cinta, tulus dan ikhlas. Tanpa dasar tersebut maka suatu pengorbanan bukanlah yadnya.
Pengorbanan dalam hal ini bukan saja dalam bentuk materi. Segala aspek yang dimiliki manusia dapat dikorbankan sebagai yadnya, seperti; korban pikiran, pengetahuan, ucapan, tindakan , sifat, dan lain-lain termasuk nyawa sendiri dapat digunakan sebagai korban.
2.TUJUAN YADNYA
Dalam banyak sloka dari berbagai kitab menyatakan bahwa alam semesta beserta segala isinya termasuk manusia; diciptakan , dipelihara dan dikembangkan melalui yadnya. Oleh karena itu maka yadnya yang dilakukan oleh manusia tentu bertujuan untuk mencapai tujuan hidup manusia menurut konsep Hindu yakni Moksartham jagat hita ( Kebahagiaan sekala dan niskala ).
Dalam rangka mencapai tujuan tertinggi tersebut manusia harus melakukan aktivitas dan berkarma. Paling tidak empat hal yang harus dilakukan manusia yaitu, penyucian diri, peningkatan kualitas diri, sembahyang, dan senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Pencipta.
Empat hal di atas semuanya dapat dicapai melalui Yadnya. Oleh karena itu tujuan Yadnya adalah :
a. Untuk Penyucian
Untuk mencapai kebahagiaan maka hidup ini harus suci. Tanpa kesucian sangat mustahil keharmonisan dan kebahagiaan itu dapat tercapai. Pribadi dan jiwa manusia dalam aktivitasnya setiap hari berinteraksi dengan sesama manusia dan alam lingkungan akan saling berpengaruh. Guna ( sifat satwam, rajas, dan tamas ) orang akan saling mempengaruhi, demikian juga “guna” alam akan mempengaruhi manusia. Untuk mencapai kebahagiaan maka manusia harus memiliki imbangan Guna Satwam yang tinggi. Pribadi dan jiwa manusia harus dibersihkan dari guna rajas dan guna tamas.
Melalui Yadnya kita dapat menyucikan diri dan juga menyucikan lingkungan alam sekitar. Jika manusia dan alam memiliki tingkatan guna satwam yang lebih banyak maka keharmonisan alam akan terjadi.
Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyatakan :
“ Adbhirgatrani suddhayanti mana satyena suddhayanti, Widyatapobhyam bhutatma buddhir jnanena suddhayanti”
Artinya :
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dibersihkan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan pengetahuan yang benar.
Oleh karena itu jadikanlah aktivitas sehari-hari kita sebagai yadnya. Laksanakan kewajiban diri sendiri dengan penuh kesadaran dan keihlasan sehingga masuk dalam kelompok yadnya. Dengan demikian maka setiap kegiatan yang kita lakukan selalu memberikan kesucian pada diri pribadi.
Demikian juga untuk kesucian alam dan lingkungan lakukan upacara/ ritual sesuai dengan sastra agama sehingga kita akan senantiasa berada pada lingkungan yang suci. Lingkungan yang suci akan memberikan kehidupan yang suci juga bagi manusia.
b. Untuk meningkatkan kualitas diri
Setiap kelahiran manusia selalu disertai oleh karma wasana. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan untuk meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya atman dengan brahman ( brahman atman aikyam ) dapat tercapai.
Hanya dilahirkan sebagai manusia memiliki sabda, bayu , dan idep dapat melakukan perbuatan baik sebagai cara untuk meningkatkan kualitas jiwatman, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 2 sebagai berikut :
Ri sakwehning sarwa bhùta, iking janma wwang juga wénang gumawayakén ikang çubhàçubhakarma, kunéng panéntasakéna ring çubhakarma juga ikangaçubhakarma, phalaning dadi wwang.
Artinya :
Diantara semua mahluk hidup , hanya yang dilahirkan sebagai manusia saja yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, oleh karena itu leburlah ke dalam perbuatan baik , segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya menjadi manusia.
Dari sloka di atas jelas kewajiban hidup manusia adalah untuk selalu meningkatkan kualitas diri melalui perbuatan baik. Perbuatan baik yang paling utama adalah melalui Yadnya. Dengan demikian setiap yadnya yang kita lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas jiwatman.