Mohon tunggu...
suciramadhani
suciramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

baca buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelaku Kekerasan Hubungan Toxic Mahasiswa di Binus

6 Januari 2025   04:20 Diperbarui: 6 Januari 2025   04:20 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Fenomena hubungan toxic di kalangan mahasiswa kini semakin mendapat perhatian, tak terkecuali di Universitas Bina Nusantara (Binus). Hubungan toxic merujuk pada hubungan yang merugikan salah satu atau kedua pihak yang terlibat, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis. Tanda-tanda hubungan ini termasuk manipulasi, pengendalian, penghinaan, dan kekerasan, yang berdampak besar pada kesejahteraan individu, baik dalam kehidupan akademik maupun sosial.

Penyebab utama hubungan toxic biasanya berkaitan dengan ketidakseimbangan kekuasaan, ketidakdewasaan emosional, serta kurangnya komunikasi yang sehat. Faktor seperti kecemburuan berlebihan dan ketergantungan emosional juga berperan penting. Bagi mahasiswa, tekanan akademik dan sosial yang tinggi sering kali memperburuk hubungan ini, menjadikannya lebih sulit untuk keluar dari situasi tersebut.

Mengapa banyak orang merasa kesulitan keluar dari hubungan toxic? Salah satu alasannya adalah ketergantungan emosional yang kuat terhadap pasangan. Teori Stockholm Syndrome menjelaskan bahwa korban kekerasan atau manipulasi cenderung mengembangkan keterikatan terhadap pelaku, meski mereka disakiti. Selain itu, teori kognitif disonansi menunjukkan bagaimana korban sering kali berusaha menjustifikasi perilaku buruk pasangan mereka, berharap keadaan akan membaik.

Di kampus Binus, fenomena ini juga terjadi, dengan beberapa mahasiswa terjebak dalam hubungan yang awalnya penuh cinta namun bertransformasi menjadi hubungan yang penuh dengan pengendalian. Pelaku sering kali menunjukkan sikap karismatik di luar hubungan pribadi mereka, sehingga sulit bagi orang lain untuk mengenali tanda-tanda masalah. Manipulasi emosional, seperti merendahkan pasangan dan mengisolasi mereka, menjadi bagian dari dinamika hubungan ini, yang membuat korban merasa terperangkap.

Kekerasan dalam hubungan toxic di Binus harus ditanggapi dengan serius. Kampus harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung untuk mahasiswa, serta memberi perhatian lebih pada masalah kekerasan fisik maupun emosional. Mahasiswa perlu diberi pemahaman mengenai hubungan sehat, dan diberikan akses yang mudah untuk mendapatkan bantuan jika mereka mengalami kekerasan atau manipulasi.

Korban hubungan toxic sering kali adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri rendah atau tidak tahu bagaimana membangun batasan yang sehat. Mahasiswa yang baru pertama kali menjalin hubungan romantis atau yang datang dari keluarga tidak stabil lebih rentan menjadi korban manipulasi. Ketergantungan emosional, rasa takut akan kesendirian, dan ketidakmampuan untuk mengenali tanda-tanda buruk membuat mereka bertahan dalam hubungan tersebut meski merasa tidak bahagia.

Untuk keluar dari hubungan toxic, langkah pertama adalah mengenali tanda-tanda hubungan yang tidak sehat. Setelah itu, penting untuk berbicara dengan orang yang dapat dipercaya, seperti teman dekat, keluarga, atau konselor, dan membuat keputusan tegas untuk mengakhiri hubungan tersebut. Menghubungi pihak berwajib atau lembaga kampus, seperti unit konseling, juga sangat penting untuk mendapatkan dukungan lebih lanjut. Jika terjadi kekerasan, korban harus segera mencari tempat aman dan melaporkan kejadian tersebut untuk menghindari risiko lebih lanjut.

Untuk menangani masalah ini, kampus perlu meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang hubungan toxic melalui seminar, lokakarya, atau kampanye. Layanan konseling yang responsif dan mudah diakses harus diperkuat, serta kampus perlu menciptakan budaya yang mendukung mahasiswa dalam membangun hubungan yang sehat. Kerja sama dengan lembaga eksternal juga penting untuk memberikan dukungan yang lebih baik kepada korban.

Sebagai kesimpulan, hubungan toxic adalah masalah serius yang harus dihadapi dengan tegas di Binus. Melalui pemahaman yang lebih baik, dukungan yang tepat, dan perubahan budaya kampus, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi mahasiswa, agar mereka dapat menjalani kehidupan akademik dan pribadi dengan lebih sehat dan bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun