Mohon tunggu...
Suci Nurhandayani
Suci Nurhandayani Mohon Tunggu... Guru - Guru GTT, Ibu rumah tangga

Saya suka menulis, belajar hal2 baru yang menantang,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tradisi Pernikahan di Pulau Poteran

26 Desember 2022   08:45 Diperbarui: 26 Desember 2022   08:47 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Jika kita berbicara tentang ke-bhinekaa-an, keberagaman tak akan pernah habis untuk diceritakan karena ada berjuta seni budaya dan adat istiadat yang berada disekitar kita yang melebur menjadi satu dengan nama Indonesia. Ini adalah satu dari adat istiadat atau bisa dikatakan tradisi yang berasal dari ujung timur pulau Jawa, lebih tepatnya di Pulau Poteran yang merupakan kecamatan kepulauan terdekat di wilayah teritorial Kabupaten Sumenep.

Disana ada yang unik, setiap musim orang punya hajatan seperti pernikahan atau pertunangan selalu diadakan minimal 2 hari dengan rentetan acara mulai dari " ngoceg pelepah ( warga membantu menyiapkan bumbu dan makanan yang akan dijadikan hidangan )", "repot ( tuan rumah menerima sumbangan dari warga berupa sembako yang jumlah yang fantastis )", yang terakhir adalah hari berlangsungnya acara yang dilengkapi dengan sinden dan karawitan.

Dalam tradisi, semua tamu dipisah laki-laki dan perempuan dengan duduk lesehan dan makan secara berkelompok seperti layaknya kita ketika mondok di pondok pesantren hanya bedanya lauknya sudah di takar dalam piring hanya nasi dan kuahnya yang bisa kita ambil dengan leluasa.  Keunikan lainnya ada pada cara berpakaian undangan laki-laki, yang biasanya  memakai celana dan atasan batik, ini mereka menggunakan sarung dan atasan batik atau polos, kadang juga ada yang melapisinya dengan jas dan memakai songkok layaknya orang hendak ke masjid. Namun disini sarung yang digunakan bukan sarung yang sering kita lihat iklannya di media, melainkan sarung bermerk dengan harga selangit. 

Yang membuat saya heran karena baru pertama kali melihat, dengan pakaian seperti itu mereka akan berdiri jika ketiban sampur dan menemani sinden yang bergoyang di atas panggung sambil ikut nyinden jika bisa. Jangan lupa dengan saweran yang pasti akan sangat banyak karena akan banyak teman yang ikutan nimbrung berjoget sampai panggung sesak dan berjubel hingga lagu yang diyanyikan sinden habis. Terkadang juga sampai keluar dari panggung saking banyaknya yang ingin nyawer dan tentunya ditemani dengan asisten sinden yang tak kalah cantik-cantik. Yang membuat saya lebih heran lagi uang saweran tidak lagi diberikan satu persatu, melainkan langsung ditaburkan mengelilingi sinden yang bergoyang, meskipun hanya 2000-an tapi kalau dilihat tingginya tumpukan itu bukanlah uang yang sedikit. Apa ini juga terjadi di daerah lain ? Entahlah........

Itulah tradisi atau kebiasaan, entah benar atau salah namun sebagai manusia yang berakal wajib menghargai dan menghormati tanpa harus mencela karena setiap wilayah memiliki budaya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun