Mohon tunggu...
Suci Mila Ramadhani
Suci Mila Ramadhani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Business Owner

Business Owner | Spread Love and Positivity

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pribadi Sederhana dan Berintegritas, Siapakah Sosoknya?

9 Maret 2022   15:13 Diperbarui: 9 Maret 2022   15:59 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prof. KH. Saifuddin Zuhri merupakan seorang ulama, pejuang kemerdekaan, politikus, juga sekaligus wartawan. Beliau lahir pada tanggal 1 Oktober 1919 di Kawadenan Sokaraja Tengah, Banyumas, Jawa Tengah. Saifuddin dilahirkan dari keluarga yang sederhana, ibunya yang bernama Siti Saudatun berprofesi sebagai perajin batik, sedangkan ayahnya yang bernama KH. Mohammad Zuhri ialah seorang petani. 

Semasa kecilnya, Saifuddin bersekolah di Sekolah Dasar dan di Madrasah Ibtidaiyah Al-Huda Nahdlatul Ulama di Sekolah Dasar (Umum) dan di Madrasah Ibtidaiyah Al-Huda Nahdlatul Ulama. Pada malam hari, beliau mengaji dan mempelajari kitab-kitab kuning di berbagai  pesantren yang tersebar di sekitar wilayahnya. Pada usia yang masih dibilang kanak-kanak, beliau sudah membaca Al-Qur'an dengan lancar dan menyelesaikan beberapa buku. Pada usia 13 tahun, beliau telah menyelesaikan Safinah, Qathrul Ghaits, Jurumiyah dan kitab kuning lainnya.

Saat beliau beranjak usia ke 17 tahun, rasa haus akan ilmu pengetahuan yang beliau miliki membuat Saifuddin ingin pergi ke daerah lain. Kota Solo, menjadi sasaran tujuan peningkatan ilmu pengetahuan tetapi kondisi ekonomi saat itu tidak memungkinkan untuk beliau pergi. Namun dengan tekad dan semangat yang membara, Saifuddin tetap datang ke Kota Solo. Di kota Solo ini, Saifuddin belajar sambil bekerja untuk bisa membiayai sekolahnya sendiri. 

Bakat menulis artikel yang dimiliki oleh Saifuddin, membuat beliau memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di surat kabar Pemandangan yang terbit di Jakarta dan bertugas meliput berbagai peristiwa, khususnya politik yang terjadi di Solo. Selain bekerja di surat kabar Pemandangan, beliau juga membantu surat kabar berbahasa Jawa, Darmokondo, yang terbit di Solo untuk menambah penghasilannya. Dari penghasilan yang didapatnya, beliau berhasil membiayai sendiri sekolahnya di Madrasah Mambaul Ulum sampai kelas VIII (kelas tertinggi). Pekerjaan sebagai seorang wartawan membuat sekolah beliau terganggu sehingga beliau memilih untuk pindah ke sekolah baru. Namun, di sekolah baru pun beliau hanya bertahan satu bulan karena alasan yang sama. Beliau pun kembali belajar di lembaga pendidikan Al-Islam. Di sekolah ini, beliau merasa nyaman karena sekolahnya masuk pagi sehingga tidak mengganggu pekerjaan sebagai wartawan yang dilakukannya setiap siang hari. Selain itu, beberapa mata pelajarannya dinilai cukup menarik, salah satunya ialah tajdid (pembaruan).

Tahun 1938, di gedung Habipraya, Solo diadakan Kongres Bahasa Indonesia sebagai kelanjutan dari Sumpah Pemuda 1928. Menurut beliau peristiwa ini perlu diliput karena merupakan peristiwa nasional yang layak diberitakan. Hal ini karena tokoh-tokoh nasional pada saat itu datang menghadiri, dan juga bahasa Indonesia harus dikuasai oleh setiap warga Indonesia. Oleh karena itu, beliau selalu mengikuti setiap acara dan meliputnya dengan lengkap sehingga beliau harus meninggalkan bangku sekolah dan pesantren dalam beberapa hari.

Tradisi menulis sepertinya sudah menyatu dalam diri K.H. Saifuddin Zuhri. Topik-topik tulisan yang diangkat bukan sekedar masalah intern NU atau masalah politik dalam negeri, melainkan juga masalah dunia internasional. Jenis tulisannya pun bervariasi, dari artikel, ulasan dalam tajuk koran yang dipimpinnya, sampai analisis dan esai. Ini terlihat jelas melalui karya-karyanya berupa buku berjumlah tidak kurang dari 11 buah yang kini bisa dinikmati oleh generasi baru.

 

Buku-buku karya K.H. Saifuddin Zuhri antara lain; Palestina dari Zaman ke Zaman (1947), Agama Unsur Mutlak dalam National Building (1965), K.H. Abdul Wahab Hasbullah, Bapak Pendiri NU (1972), Guruku Orang-orang dari Pesantren (1974), Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (1979), Kaleidoskop Politik Indonesia (tiga jilid: 1981), Unsur Politik dalam Dakwah (1982), Secercah Dakwah (1983), dan Berangkat dari Pesantren, ini merupakan karyanya yang rampung menjelang akhir hayat.

KH. Saifuddin Zuhri merupakan tokoh penting dalam jamiyah Nahdlatul Ulama (NU). Bersama ormas Islam terbesar ini, beliau memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata dan perjuangan politik untuk mencapai, merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Beliau juga menyebarkan berbagai pandangan Islam Ahlus-Sunnah wal Jama’ah yang identik dengan Islam Rahmatan lil ‘Alamin, mengembangkan paham nasionalisme Islam indonesia dalam kerangka mempertahankan NKRI dan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. 

Pada tanggal 17 Februari 1962, Presiden Soekarno meminta KH. Saifuddin Zuhri untuk menjadi Menteri Agama menggantikan K.H Wahib Wahab yang pada saat itu mengundurkan diri. Permintaan tersebut tidak langsung diterima oleh KH. Saifuddin Zuhri, tetapi beliau terlebih dahulu meminta pendapat tokoh teras NU. Setelah semua tokoh mendukung, KH. Saifuddin Zuhri akhirnya diangkat dan menduduki posisi Menteri Agama ke-9 pada tanggal 2 Maret 1962. Pada saat beliau menjabat sebagai Menteri Agama, KH. Saifuddin Zuhri berusaha mengembangkan IAIN sampai akhirnya IAIN berhasil berkembang di sembilan Provinsi yang masing-masing mempunyai cabang di Kota dan Kabupaten.

Dalam pengembangan wawasan bagi Mahasiswa maupun Dosen IAIN, KH. Saifuddin Zuhri membuat kebijakan untuk mengirim mereka belajar ke luar negeri seperti negara Timur Tengah. Pada saat itu pun, berbagai reaksi muncul dari sebagian kalangan anggota DPR dan dari sekelompok masyarakat yang tidak setuju dengan pengembangan IAIN. Mereka menuduh bahwa Departemen Agama saat itu hanya menganakemaskan umat Islam yang artinya pemerintah melakukan perbuatan diskriminatif terhadap rakyatnya. Pada akhirnya KH. Saifuddin Zuhri menjelaskan “Menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan rakyat melalui pendidikan dan pengajaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun