Tiga Mahasiswi ISI, dua bule, membuka pementasan Sendratari Ramayana (dok. Suci)
Â
Sebulan sekali setiap Jum’at malam, biasanya bertepatan dengan bulan purnama, Taman Balekambang Solo mengelar pertunjukan Sendratari Ramayana.
Pertunjukan rutin itu dilakukan sejak tahun 2012, menjadi agenda Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta. Pentas tari secara open stage(panggung terbuka) menjadi pertunjukan yang selalu dinantikan warga Solo dan sekitarnya. Menjadi salah satu unggulan untuk menarik wisatawan . Gelaran Sendratari Ramayana ini mengambil berbagai lakon(judul) pementasan yang berbeda setiap bulannya.
Keindahan Taman Balekambang dengan panggung terbukanya, lakon sendratari yang menarik dan dipentaskan oleh sanggar tari terkenal di kota Solo, dengan puluhan penari yang profesional dan menarik, tak ayal selalu dinantikan warga. Tak heran setiap pertunjukan selalu dijejali penonton. Acara yang digelar tepat pukul 19.30 ini, biasanya selepas magrib sudah mulai dipadati penonton. Mereka mencari tempat yang strategis untuk menonton pertunjukan. Penonton duduk diatas papan semen melingkar(semacam tribun) melihat pertunjukan di bawah.
Semalam (Jum’at 5/6/15), sendratari Ramayana mengambil lakon Geger di Gua Kiskendo. Seperti pentas sebelumnya, kami sekeluarga sudah berangkat setelah sholat magrib. Perjalanan ke Balaikambang sekitar 20 menit, dan kami sudah cukup kesulitan untuk mencari tempat duduk karena sudah mulai dipenuhi penonton.
Tepat pukul 19.30, acara dibuka oleh dua orang pembawa acara dilanjutkan dengan sejumlah tarian. Ada empat tarian, 2 tari oleh mahasiswa ISI Solo, dan dua lainnya adik-adik dari sanggar tari di Solo. Tarian pertama, tari Bali, saya tidak ingat judulnya dibawakan oleh tiga orang penari mahasiswa ISI , satu orang dari Skotlandia, China, dan satu dari Indonesia. Tarian kedua dan ketiga tari Pangpung dan Merak yang dibawakan adik-adik sanggar sekitar usia 6 sampai 10 tahun. Tari keempat sebagai penutup pembukaan acara inti, lagi-lagi tari Bali yang dibawakan oleh sembilan mahasiswa ISI.
Tibalah acara yang dinantikan ribuan penonton, dibuka dengan manis oleh pertarungan Subali (kera yang membantu Rama) melawan kakak beradik Mahesasura dan Lembusuro di dalam gua. Kalau menurut cerita, kedua raksasa itu berwujud kepala kerbau dan sapi, tetapi tadi malam penari menggunakan topeng babi bukan topeng kerbau dan sapi.
Secara ringkas jalan ceritanya adalah, pertarungan sengit dimenangkan oleh Subali yang datang bersama Sugriwo saudaranya. Kera-kera yang lain yang diperankan oleh anak-anak kecil dari seumuran anak TK sampai SMP melawan gerombolan anak buah Mahesasura dan Lembusuro berlangsung sengit dan enak dlihat. Berkali-kali penonton dibuat tertawa saat adegan lucu, menghibur ditampilan.
Â
    Setiap pementasan selalu dipadati penonton (dok. Suci)
Â
Yang membuat gemuruh tepukan tangan penonton adalah saat para kera (Subali dkk) keluar dari kerumunan penonton, dan ada juga yang naik pohon diatas penonton dan turun saat lampu meneranginya. Diantara rasa terkejut bercampur dengan kagum membuat tepuk tangan tak berhenti. Terlebih saat pameran Subali, secara tiba-tiba ditengah adegan pura-pura sembunyi diantara penonton dan mengambil minum penonton dan menenguknya.
Kemenangan Subali disambut suka ria kera-kera pendukungnya saat berhasil membawa keluar Dewi Sinta dari dalam gua Kiskendo.Â
Penonton tertawa lega, bertepuk tangan dan memberikan apresiasi kepada seluruh pemain. Seluruh penari yang jumlahnya hampir seratus orang juga terlihat puas diantara rasa lelah mereka. Sungguh pentas sendratari yang memukau, menghibur sekaligus membuat warga tertawa renyah. Nggak gampang mencari pertunjukan bagus yang GRATIS tetapi berkualitas seperti itu. ***
Â
_Solo, 6 Juni 2015_
                             Â
Â
Â
Â
Â
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H