Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Penjahit Jalanan, Peluang Usaha yang Menjanjikan

8 Februari 2016   10:31 Diperbarui: 8 Februari 2016   20:52 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persaingan di dunia kerja semakin banyak. Butuh keterampilan dan kemampuan tertentu agar bisa masuk ke dunia kerja bersaing bersama ratusan bahkan ribuan pekerja yang lain. Tentu saja menjadi tidak mudah untuk itu.

Manusia diciptakan dengan rejeki masing-masing. Tak usah putus asa, asalkan usaha, rejeki akan datang juga. Agaknya kalimat tersebut yang menginsipasi Ali, Tri, dan Andi. Tak patah semangat, ketiga anak muda ini lebih memilih menciptakan lapangan pekerjaan baru dbandingkan bersaing dengan ribuan pekerja lainnya. Selain ingin memberikan kesempatan kepada anak muda lainnya, mereka juga ingin mencoba pengalaman yang baru.

Mereka cerdik dan cukup jitu melihat peluang usaha yang belum banyak diminati oleh orang lain, menjadi penjahit jalanan. Ya, belum banyak yang mau membuka usaha penjahit jalanan, karena biasanya adanya penjahit rumahan.

Ali (24 tahun), Tri (26 tahun), dan Andi (20 tahun) pernah bekerja serabutan selepas sekolah. Ali yang tamatan SD pernah bekerja menjadi tukang batu, mengandalkan jasanya disewa oleh tetangga yang membutuhkan tenaganya saat membangun rumah. Tidak berbekal keterampilan khusus, hanya berawal dari ikut-ikutan tetangganya yang tukang batu. Karena tidak bisa menjadi andalan untuk mencari penghasilan, ia memiih ikut temannya belajar menjahit di Semarang. Demikian juga dengan Tri yang lulusan SD, tak mempunyai keterampilan khusus, memilih mengikuti temannya bekarja serabutan dari menjadi penjaga toko, menjadi buruh lepas sampai mengarjakan apa saja yang membutuhkan tenaga kasarnya.

Ali dan Tri, pemuda asal Boyolali ini, dipertemukan saat mencari nafkah di ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Mereka ikut menjahit temannya. Meskipun tidak mempunyai keterampilan khusus menjahit, dengan tekun mereka terus belajar. Bukan menjahit di rumah atau konveksi, tetapi ikut menjahit di atas trotoar, di pinggir jalan atau biasa disebut dengan penjahit jalanan.

Sementara Andi, lebih beruntung dari segi pendidikan, karena remaja asal Sragen ini sampai lulus SMP. Meskipun juga tidak melanjutkan sekolah karena terbentur biaya, ia memilih mencoba-coba bekerja serabutan dan mengadi nasib dengan tenaga kasarnya.

Pada akhirnya, Ali memilih berhenti ikut temannya di Semarang dan memilih kerja mandiri, mengadu nasib di Kota Solo. Bekal tabungan dari bekerja selama beberapa tahun ia gunakan untuk membeli mesin jahit bekas dan alat-alat menjahit seperti benang, rit, dlll seharga Rp 800.000. Kemudian ia mengajak Tri dan Andi untuk menjahit bersama. Tak butuh tempat khusus untuk menjajakan jasanya. Mereka memilih menjadi penjahit jalanan, yang menjahit di pinggir jalan, di atas trotoar jalan, di bawah kerindangan sebatang pohon mangga. Tepatnya di selatan underpass Makamhaji Sukoharjo, sekitar 200 meter atau arahnya ke barat dari Jalan Rajiman Solo. 

Sudah sejak empat tahun yang lalu, mereka bekerja setiap hari, dari pukul 08.00-16.00, tetapi terkadang lebih sore lagi tergantung banyaknya pelanggan. Dalam sehari, mereka bisa menjahit puluhan baju. Lebih tepatnya menerima permak berbagai macam baju. Misalnya celana/baju robek, kebesaran, kepanjangan, menisik robekan, memasang ristleting, dll. Semua jasa tersebut mereka terima. Tak butuh waktu lama, saat tidak banyak tumpukan antrian yang harus dikerjakan, pelanggan bisa menunggu. Misalnya untuk memotong dan mengecilkan rok yang kepanjangan, tinggal menunggu sekitar 15 menit. Tetapi saat tumpukan menggunung, mau tidak mau ya harus ditinggal untuk diambil esok harinya. Ongkosnya juga terjangkau, untuk memotong rok/celana sekitar Rp 5.000, memasang risleting jaket Rp 10.000, dll yang jelas bisa terjangkau kantong.

Usaha mereka cukup ramai karena orang-orang juga "memburu" penjahit jalanan. Dengan alasan lebih cepat, bisa ditunggu, terjangkau ongkosnya dan yang lebih penting tidak usah lama menunggu jadi seperti kalau dijahitkan di penjahit rumahan yang minimal seminggu baru jadi. Jadi urusan permak, perbaikan pakaian lebih efisien di penjahit jalanan.

Agar tidak ribet, mesin jahit dan alat-alat menjahit dititipkan di rumah salah satu penduduk, tepat di seberang jalan yang mereka gunakan untuk menjahit. Sangat murah, karena mereka hanya memberikan jasa Rp 25.000/bulan untuk 1 mesin jahit yang dititipkan. Tidak memberatkan, karena penghasilan mereka relatif lebih besar. Dalam sehari, satu orang bisa mendapatkan uang Rp 150.000, sementara kalau dikurangi untuk makan dan rokok, mereka per orang mengantongi penghasilan bersih Rp 80.000. Saat puasa dan lebaran penghasilan mereka berlipat, sampai Rp 300.000/hari/orang. Bisa dibayangkan betapa usaha yang mereka jalani bisa menjadi andalan untuk hidup.

Begitulah, ketiganya merasa cocok dan bersyukur bisa menciptakan lapangana pekerjaan baru tanpa membebani keluarga dan bisa menabung untuk keluarga mereka kelak. Kepuasan mereka bertambah saat pelanggan merasa puas dengan ayunan kaki saat mengerakkan roda mesin dan keterampilan tangan menjahit bagain pakaian yang perlu diperbaiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun