Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gerimis di Sudut Bantaran Rel Kereta Api

3 Maret 2015   16:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:14 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tersenyum mengamati kesibukan mereka . Hari ini anak anak memang belajar mengambar, ku biarkan mereka menuangkan imajinasinya, sambil menunggu anak-anak yang lain datang. Biasanya ada sekitar 10 anak yang ikut belajar di markas.

“Assalamu’aluikum…”

“Waalaikum salam, “jawabku. Kulihat pak RT di depan pintu masih lengkap dengan payung warna birunya.
“Mbak Sekar…”

“Iya, pak RT?” ku hampiri pak RT. Setelah bersalaman, terpaksa aku berdiri sambil berbicara. Pak RT tidak mau masuk dan memilih berdiri, masih di posisi semula, di depan pintu.

“Maaf, ya mbak. Saya terpaksa mengabarkan berita ini…” pak RT tampak ragu, diam sejenak.
Aku menatap pak RT penuh pertanyaan.

“Sebenarnya saya tidak enak menyampaikan hal ini. Tetapi sebagai RT yang bertanggungjawab ketertiban dan kenyamanan lingkungan di sini, saya dengan berat hati mengatakan semua ini.”

“Maksud bapak?” Aku agak tak sabar menunggu penjelasan pak RT. Tidak biasanya pak RT mengunjungi markas kami, entah mengapa sore ini saat hujan dia datang.

“Begini, mbak….” Pak RT mengantung kalimatnya.

Aku mengangguk, menyakinkan pak RT bahwa aku siap menunggu berita yang dia bawa.

“Beberapa hari yang lalu pihak PT KAI datang ke rumah saya dan menyampaikan berita , eh…maksud saya mereka minta eng……” Pak RT memandang kearah anak-anak yang masih sibuk dengan gambaran mereka, tak terusik dengan kedatangan pak RT. “ Mereka akan mengunakan gudang ini kembali. Jadi mereka…mereka…. minta gudang ini untuk di kosongkan, “pak RT mengakhiri kalimatnya dengan gugup.

“Maksud bapak, gudang ini tidak boleh digunakan anak-anak lagi?”tanyaku tanpa bisa mneyembunyikan keterkejutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun