Meskipun jam baru menunjukkan pukul 10.15 menit, tetapi terik matahari sudah terasa menyegat. Semilir angin juga tidak terasa sama sekali, menambah gerah dan panas . Ribuan wajah tua muda, anak-anak, lelaki, perempuan, terlihat panas kemerahan, berleleran keringat. Meskipun begitu semuanya tampak bahagia, ceria, sumrigah dan penuh dengan senyum. Suara saling canda, tertawa masih terdengar mengiringi derap langkah kaki tergesa untuk merapat ke bagian selatan, tepat di dua buah jendela yang berada di kanan kiri pintu masuk bangunan besar yang mulai dipenuhi Jemaah.
Beberapa kali saya pernah masuk ke asrama haji yang terlelak di Donohudan, desa di kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia ini. Beberapa acara di sekolah anak saya dilakukan di sini sehingga saya sudah terbiasa masuk ke dalam asrama. Tetapi kali ini saya hanya bisa menyaksikan keramaian dari luar asrama bersama para kerabat, tetangga calon jemaah haji yang sejak 8 Agustus kemarin mulai berdatangan.
Merawat Tradisi Bersalaman Sebelum Berpisah
Kalau dipikir-pikir memang mengherankan. Sebenarnya mereka (masyarakat) yang mengantarkan baru saja bertemu. Paling tidak saat silaturahmi melepas calon jemaah haji berangkat ke asrama haji Donohudan, mereka sudah bertemu, salaman, saling mendoakan. Tetapi inilah kebiasaan masyarakat sejak dahulu kala, rasanya tidak mantap dan kurang puas kalau saat di asrama haji tidak bertemu lagi dengan calon jemaah haji yang diantarkannya. Padahal baru dalam hitungan jam mereka berpisah.
Mereka rela berdesakan, berpanasan menunggu tetangga yang datang untuk sekedar menyapa. Karena masyarakat tidak diijinkan masuk ke asrama haji, maka saat calon jemaah haji terlihat dari jendela (tempat calon jemaah haji bertemu dengan keluarga, tetangga), maka tak mereka akan merangsek mendekat. Biasanya ada salah satu warga dari rombongan tersebut yang menjalin komunikasi dengan calon jemaah haji di dalam asrama. Begitu pasti si calon jemaah haji akan menemui, mereka segera memberikan kode. Nah, saat calon jemaah haji muncul dari jendela, tak perlu dikomandoi lag, warga akan mendekat untuk sekedar bersalama, berdoa, nitip doa dan gobrol. Tak bisa bicara lama, hanya sepatah dua patah kata karena antrian memang panjang dan calon jemaah haji juga harus memberikan kesempatan kepada temannya untuk bergantian memanfaatkan jendela tempat mereka bertemu dengan kerabatnya tersebut.
Hari Minggu (28/8/2016) kemarin nampaknya jemaaah calon haji berdatangan dari Pemalang, Pekalongan, Tegal, melihat dari plat nomor kendaraan, bis yang menyemut di sekitar asrama. Saya sendiri hendak bertemu dengan saudara yang berasal dari Pekalongan.
Dari beberapa warga yang datang, saya sempat mendapatkan informasi kalau mereka datang sejak pagi hari. Beberapa ada yang datang bersamaan dengan calon jemaah haji yang berangkat dari Pekalongan sejak malam hari. Tetapi ada yang berangkat menyusul dan pagi hari baru tiba di asrama haji Donuhudan.
“Iyalah. Kurang puas kalau di sini (asrama) tidak bertemu,” jawabnya sambil mengelap peluh.
Mereka merasa lebih puas untuk bertemu sekali lagi saat di asrama haji.