Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Rempah-rempah Buruan Orang Eropa

19 Maret 2015   10:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:26 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi Maluku, provinsi seribu pulau, sumber pendapatan yang sangat besar berasal dari sektor pertanian dan non pertanian, khususnya sektor perikanan (kelautan).Studi World Bank (2010) dalam struktur perekonomian Maluku, pertanian merupakan kontributor terbesar ekonomi Maluku, yaitu sekitar sepertiga dari PDRB Provinsi. Menurut data BPS (2007), kontribusinya mencapai 33 persen dari total PDRB. Tiga sektor ekonomi yang bekontribusi besar berikutnya adalah perdagangan, perhotelan, dan restoran. Selain berkontribusi terhadap PDRB, sektor pertanian juga memiliki daya serap terhadap tenaga kerja yang tinggi, yaitu sekitar 60 persen dari seluruh angkatan kerja Maluku.

[caption id="attachment_356299" align="aligncenter" width="600" caption="Pohon pala, selain di kebun, ada di hampir semua pekarangan rumah di Maluku (dok. Suci)"][/caption]

Hasil komoditi Pala dan  cengkeh cukup besar dan hampir 90% barang tersebut di ekspor ke beberapa negara eropa. Orang-orang eropa membutuhkan rempah-rempah tersebut, sementara petaninya belum terlalu tahu manfaatnya dari tanamannya. Kita bisa melihat beberapa kontainer pala dan cengkeh di pelabuhan Ambon yang akan dikirim ke pelabuhan Surabaya dan selanjutnya akan di ekspor. Perputaran komoditas pertanian tersebut mau tidak mau membuat pertumbuhan komoditas pertanian di Maluku berdenyut cepat.

[caption id="attachment_356301" align="aligncenter" width="600" caption="Pala yang sudah dikeringkan (dok. Suci)"]

1426733646241415141
1426733646241415141
[/caption]

Tanaman pala dan cengkeh butuh waktu di atas 10 tahun untuk berbuah. Hampir semua petani mempunyai tanaman warisan dari keluarganya. Mereka setiap tahun bisa panen pala, sementara cengkeh lebih lama masa panennya yaitu sekitar 3 tahun sekali.Proses pengeringan masih mengunakan cara yang sederhana yaitu mengeringkan dengan api kecil. Tungku pengeringan dibuat sederhana dan biasanya bahan bakardengan mengunakan kayu bakar. Cara pengeringan tradisional ini memerlukan waktu 3-4 hari sampai pala bisa di jual.

[caption id="attachment_356302" align="aligncenter" width="600" caption="Alat pengeringan pala tradisional. Hampir semua petani membuat alat tsb (dok. Suci)"]

14267337021070931761
14267337021070931761
[/caption]

Penjualan tergantung volume panen dan harga pasar. Petani tidak langsung menjualhasil panennya tetapi biasanya menyimpan di gudang. Selain agar panen terkumpul banyak juga menunggu harga jual yang tinggi. Perkembangan harga pasar selalu diikuti sehingga bisa menjual saat harga sedang tinggi. Pola ini memberikan keuntungan tersendiri karena petanu bisa mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Karena diperkotaan biasanya pekerjaan petani itu sambilan, sehingga pola menyimpan digudang tidak terlalu masalah karena belum terlalu membutuhkan uang.

[caption id="attachment_356304" align="aligncenter" width="600" caption="Cengkeh kering (dok. Suci)"]

1426733779358145104
1426733779358145104
[/caption]

Sayangnya, sebagian petani belum mengatur hasil perdagangan hasil pertanian mereka. Di beberapa tempat seperti kabupaten Maluku Tengah, kota Ternate, Maluku Tenggara, KotaAmbon, petani pala dan cengkeh masih tergantung kepada pedagang pengumpul. Mereka tidak mencari alur perdagangan sendiri, tetapi hanya menjualnya di pedagang pengumpul. Keuntungan jelas tidaklah sebesar jika petani langsung menjualnya kepada pedangan besar atau menjual sendiri ke eksportir yang banyak berada di Surabaya. Harga jual pala dan cengkeh fluktuatif mengikuti harga pasar dengan rata-rataRp 80. 000/kguntukbiji pala, Rp 100.000 untuk fuli/bunga paladan Rp 120.000/ kg untuk cengkeh.Petani biasa menjual pala dan cengkeh di pedagang pengumpul atau menjual langsung ke pedagang besar di kota.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun