Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Persimpangan Hati #5

18 Maret 2015   13:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Nang, yang penting saat ini kamu harus pulang. Ibumu benar-benar sakit dan butuh kehadiranmu itu. Om ngerti apa yang kamu pikirkan, tapi ayolah kamu buang dulu harga dirimu dan keangkuhan itu. Pulanglah Nang, coba cairkan kebekuan hati bapakmu,” om Afandi menepuk-nepuk bahuku mencoba encairkan kebekuan hatiku.

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Batinku terjadi pergolakan sengit antara harga diriku dan kerinduan pada ibuku, pada bapakku, kampong halamanku.

Sampai aku pamit pulang pada Om Afandi, aku belum bisa memberikan jawaban pasti yang membuatnya lega.

***

Malam ini hatiku sangat gelisah. Tak bisa ku pejamkan mata sebentarpun.

Saran kawan-kawan dan penjelasan panjang lebar tentang bapak dari om Afandi mengusik hatiku, membuat kerinduan yang sekian lama ku simpan seakan mau meledak.

Tubuhku yang terbaring di karpet bergerak kesana-kemari tak henti karena tak kuasa menahan gejolak hatiku yang tak menentu. Sekilas ku lirik jam weker di meja. Ach, sudah jam 3.30’, keluh hatiku.

Akhirnya aku bangkit dari tidurku dengan hati-hati takut membangunkan kawan-kawanku yang pulas tidur. Dan seperti tidak ku sadari, aku segera ke sumur mengambil air wudhu. Aku sadar sudah sekian lama aku tak bersujud di hadapan Tuhanku.

Air dingin yang membasuh mukaku laksana air hujan yang membasahi bumi setelah sekian lama panas menguasai bumi. Kesejukan perlahan-lahan menyentuh hatiku. Tuhan, ampunilah aku.

Akhirnya keputusan hati yang aku tunggu-tunggu datang juga.

Aku harus melupakan harga diriku. Aku harus berhasil mengalahkan keangkuhan hati bapak dan menyadarkan kesalah pandangan bapak tentang sikapku.

Aku sudah siap menghadapi semua resiko apapun yang akan terjadi. Perjuangan ini memang berat, butuh banyak pengorbanan.

Ibu, anak tersayangmu akan kembali ke pelukanmu dan bersujud di depanmu tetapi dengan membawa berjuta kemantapan hati akan komitmen perjuanganku.

Bapak, ibu … ma’afkan anakmu.

Nang pulang pak, bu ………

Segera ku siapkan ranselku. Aku tersenyum membayangkan pertemuan dengan bapak dan ibu.

*****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun