Mohon tunggu...
Suci Fitrah Syari
Suci Fitrah Syari Mohon Tunggu... Penulis - Bermanfaat Bersama

"Jika engkau bukan anak Raja, bukan pula anak Ulama Besar, maka jadilah seorang Penulis." ~ Imam Al-Ghazali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Ibu Rumah Tangga dan Ibu Pekerja: Kenapa Harus Dibentur-benturkan?

21 April 2024   07:45 Diperbarui: 21 April 2024   07:55 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas Kesehatan sedang melakukan sosialisasi Bahaya Napsa di Sekolah Dasar, Dokumentasi Pribadi

Pilihan untuk menjadi ibu rumah tangga atau menjadi ibu pekerja kerap menjadi topik hangat yang diperbincangkan. Di satu pihak, ada persepsi yang menganggap bahwa perempuan yang telah menikah ataupun menjadi ibu, tetap perlu untuk bekerja. Tujuannya adalah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, apabila suami nanti sakit, agar punya pendapatan yang mencukupi, atau mungkin jika harus berpisah dengan pasangannya perempuan tetap memiliki pemasukan sendiri. Sementara itu, di lain pihak, ada anggapan bahwa seorang perempuan, apalagi jika sudah berkeluarga dan memiliki anak, untuk sebaiknya fokus pada keluarganya. Sebab apabila ayah dan ibu sama-sama bekerja, akan sulit untuk menjaga anak-anaknya, sehingga pengasuhan yang menjadi tugas utama orangtua, akan dilimpahkan kepada orang lain, seperti nenek atau kakeknya, bibi atau pamannya, atau dengan menyewa baby sitter. 

Lalu, bagaimana perempuan harus menghadapi situasi seperti ini? Saya yakin, banyak perempuan yang merasa kebingungan jika dihadapkan dengan pilihan seperti ini, terlebih dengan narasi yang berlebihan, sehingga membuat perempuan merasa bersalah untuk pilihan apapun yang dipilih antara keduanya. Ketika seorang ibu memilih untuk bekerja, seolah ia tidak memprioritaskan keluarganya, dan apabila seorang ibu memilih menjadi ibu rumah tangga, seakan ia telah meninggalkan kesempatan meraih cita-citanya. Menurut hemat saya, ada persepsi-persepsi yang perlu untuk diluruskan kembali tentang makna menjadi ibu rumah tangga ataupun ibu pekerja. Kedua pilihan tersebut sering kali dibenturkan, karena pertimbangan yang diberikan selalu merujuk pada perbedaan antara keduanya. Kita perlu melihat, bahwa kedua pilihan tersebut juga sebenarnya memiliki persamaan, Yaitu terletak pada tujuan atas pilihan tersebut. 

Selama ini kita meletakkan jurang pemisah antara ibu rumah tangga dan ibu pekerja. Mulai dari pakaian yang dikenakan, tugas yang dikerjakan, maupun status yang diberikan. Hal tersebut membuat kita lupa pada esensi dari menjadi ibu. Ada begitu banyak ibu pekerja yang memilih bekerja untuk anak-anaknya. Ada pula ibu rumah tangga yang bahkan memilih resign bekerja pun ditujukan untuk anak-anaknya. Poin dari tujuan itulah yang perlu untuk kita soroti, sehingga kita tidak perlu saling memaksakan pilihan satu sama lain, karena sejujurnya ada tujuan yang sama di sana. Terlebih kondisi setiap keluarga itu berbeda, sehingga keyakinan satu pihak tidak bisa dipaksakan pada pihak lainnya, sebab ada berbagai pertimbangan yang diperlukan hingga keputusan tersebut diambil. 

Selain itu, hal yang juga perlu diluruskan adalah makna dari "rumah" dan "kerja" yang disematkan pada para ibu. Jika dimaknai secara harfiah, kedua kata tersebut jelas memiliki makna yang berbeda. Dalam pandangan masyarakat pun demikian. Rumah dianggap sebagai tempat tinggal dan tempat beristirahat setelah pulang dari beraktivitas ataupun bekerja. Sehingga jika pandangan ini juga digunakan pada ibu "rumah" tangga, maka makna yang ditangkap bahwa para IRT sama sekali tidak "bekerja", karena mereka tinggal di rumah. Segala urusan rumah, seperti membersihkan, merapikan, memasak, mengurus keluarga, mendidik anak, bukanlah termasuk "pekerjaan". Lalu disebut apakah segala urusan yang juga menguras lelah fisik dan mental tersebut?

Pekerjaan selalu disematkan ketika seseorang keluar dari rumahnya ke sebuah tempat yang disebut kantor, mengenakan pakaian rapi, mengerjakan tugas-tugas kantor, dan dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Pandangan seperti inilah yang kemudian membuat benturan lain terjadi, sehingga menimbulkan persepsi bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah status yang tak terlihat ataupun tak dianggap. Hal ini pulalah yang semakin memperkokoh budaya patriarki. Layaknya ibu pekerja, ibu rumah tangga juga memiliki pekerjaan. Meskipun tidak memiliki "gaji", namun waktu yang diberikan untuk mengasuh dan mendidik adalah "hasil" yang memberi dampak jangka panjang bagi tumbuh kembang buah hati. Selain itu, dengan menjadi ibu rumah tangga, bukan berarti menghambat cita-cita para ibu. Mungkin ada kondisi-kondisi yang memang perlu untuk disesuaikan. Namun, terus belajar dan bertumbuh tetap perlu dilakukan untuk perkembangan diri dan memberi kebermanfaatan untuk sekitar. Jangan sampai, justru kita sendirilah sebagai perempuan yang mengurung diri dengan pandangan "sumur, kasur, dan dapur".

Kita perlu melihat ibu pekerja dan ibu rumah tangga sebagai wanita "Karir" yang memiliki perannya masing-masing. Meskipun keduanya memiliki kondisi yang berbeda, akan tetapi pilihan tersebut didasari oleh tujuan mulia. Untuk itu, kita tidak perlu saling membenturkan antara keduanya.  Sesama perempuan, kita perlu mendukung satu sama lain, tanpa perlu saling memaksakan pilihan. Optimalkanlah setiap peran yang dipilih. Ada begitu banyak role model yang bisa dijadikan referensi bagi para ibu dengan pilihan peran yang diambil. Salah satu hikmah yang bisa penulis ambil dari para role model tersebut adalah, pilihan untuk menjadi ibu rumah tangga ataupun ibu pekerja bukan menjadi penghambat mereka untuk terus belajar dan meluaskan manfaat bagi sekitar. 

Teruslah tumbuh para Ibu :)

Selamat Hari Kartini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun