Mohon tunggu...
Suci Ayu
Suci Ayu Mohon Tunggu... -

Berkaryalah selagi mampu, karena karyalah yang akan dikenang dunia dibanding jabatanmu!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tukang Jamu Pun Peduli Literasi

30 Oktober 2016   20:55 Diperbarui: 30 Oktober 2016   21:37 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Seorang pelopor literasi asal Sidoarjo, Fauzi Baim mengemukakan bahwa budaya membaca haruslah menjadi suatu kebiasaan yang tidak membebankan. Faktanya, secara ilmu kesehatan membaca merupakan obat hati yang paling mujarab. Kebermanfaat dari membaca, dapat kita rasakan macam terapi dasar. Bukan hanya itu saja, membaca dapat meningkatkan kepekaan terhadap fenomena sosial.

Minggu, (30/10) aktivis literasi yang juga sebagai penjual jamu tradisional itu, mendapatkan kesempatan untuk berbagai pengalaman dan ilmunya dalam program Sekolah Literasi Gratis (SGL) di kampus swasta, STKIP PGRI PONOROGO, yang sudah berjalan pada angkatan ke-2 minggu terakhir bulan Oktober.

“Literasi sama dengan melek aksara,” ungkap materi yang pernah mendapatkan penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka 2016.

Maksud dari ungkapan tersebut adalah melek—mengetahui semua hal wacana secara global, seperti di media sosial maupun media elektronik. Dengan demikian, ia menghimbau kepada 100 peserta SGL agar tidak buta literasi. Persoalannya, buta literasi dapat menyebabkan kemiskinan, baik miskin kata, miskin pengetahuan, miskin informasi, hingga miskin hati.

Tak hanya memberikan materi literasi, Fauzi Baim yang juga dikenal sebagai pustakawan keliling itu, juga bercerita tentang pengalaman hidupnya. Pertama, di samping sebagai penjual jamu, ia juga memeras keringat mengajar sekolah yang didirikan sendiri dari jenjang PAUD-SD tentang materi sekolah, baik membaca, menggambar, pengetahuan, dan lainnya. Itupun dalam mengajar ia tidak memiliki target alias gratis atau sukarela. Kedua, memiliki program BMWK (Buku Masuk Warung Kopi) dan STABATU (Stasiun Baca Tulis). Dan ketiga, pernah memenangkan Gramedia Reading Competition dan juara 1 kategori Perpustakaan Desa 2015 karena membuat taman bacaan untuk masyarakat Sidoarjo.

Motivasi penjual jamu yang memiliki koleksi buku kurang lebih 7.000 eksemplar itu salah satunya adalah membangkitkan dan membudayakan budaya membaca dengan sederhana. Hal ini terbukti pada salah satu tulisan di gerobak jamunya, “Sak Iki Jamane Moco”.

Harapan besar Fauzi kepada pemuda Ponorogo khususnya untuk selalu membaca agar yang namanya buta literasi tidak berlanjut kepada penerus-penerus masa datang. Dan ia berharap nanti akan ada Fauzi-Fauzi lain yang akan meneruskan perjuangannya sebagai aktivis literasi yang bangga dengan budaya baca-tulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun