Perubahan Kecil untuk Dampak Besar: Cara Guru Mengelola Masalah tanpa Mengorbankan Kualitas Mengajar
     Guru juga manusia biasa. Terkadang juga melakukan kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan yang terkadang terjadi adalah guru tak mampu mengelola masalahnya dengan baik sehingga  bagaimana guru tetap porofesional di tengah masalah yang dihadapi agar tidak melampiaskan kekesalanannya pada murid yang diajarnya. Untuk itu, perlunya bagi guru berpikir bijak menempatkan posisi di mana cara melampiaskan amarahnya sehingga tidak mengurangi kesan dan teladannya di depan murid.
     Sebagai guru yang profesional terkadang profesinya menuntutnya banyak hal. Tidak sekadar piawai dalam menyampaikan materi pelajaran tapi bagaimana memahami kebutuhan emosional murid. Padahal sejatinya dirinya sedang menghadapi berbagai persoalan baik masalah pribadi atau berasal dari lingkungan kerja. Namun jika dijadikam beban maka akan membuatnya stres dan memilih untuk mengajar dan memenangkan diri atau masuk ke kelas dan meluapkan kekesalannya? Atau mampu mendramatisasi suasana hati seolah tampak tak ada masalah?
     Pengalaman itu perlu diasah dengan terus belajar psikologi dan mempraktikkan. Sebab, usia terkadang tidak membuat seseorang dewasa, tapi dewasa berpikir ditentukan bagaimana cara seorang guru dalam mengatasi masalah sehingga tak mencampurkan masalah dengan pekerjaan. Hal ini merupakan tantangan sendiri, sebab, penampilan wajah guru akan berdampak pada mood bagi murid belajar. Apalagi murid juga sebagai manusia juga punya masalah.
     Untuk mengatasi hal tersebut penting bagi guru menjadi tantangan yang dikelola dengan baik sehingga tak mempengaruhi kualitas pengajaran. Hasil dari pengelolaan emosional akan menunjukkan ketenangan yang merupakan bagian dari seni mengajar. Apalagi guru mampu mendramatisasi seolah tanpa beban yang dapat membangun citra profesional. Dengan manajemen pengelolaan emosi, menjaga sikap positif, dan konsetrasi pada jalan keluar maka ketenangan sikap dapat terwujud tanpa terganggu pada masalah yang sedang dihadapi.
     Untuk melakukan itu bukan pekerjaan yang mudah. Perlu proses, mindset yang kuat, ditambah sugesti yang ditanamkan di benak sehingga dapat mengelola stres, memisahkan masalah pribadi dengan pekerjaan, selalu berpikir positif, dan menjaga komunikasi dengan baik baik pada murid maupun pada rekan lainnya. Hal ini akan mengurangi masalah yang ada dan memberikan energi positif untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan produktif.
     Sebenarnya kita tahu bagaimana cara membuat kita bahagia terlepas dari masalah. Kita bisa melakukan rileksasi melalui mindfullnes atau kegiatan lain agar pikiran kita tenang dan terpancing emosi yang sedang bergejolak di hati. Dengan melakukan kegiatan yang lain setidaknya melupakan masalah sejenak. Tapi perlu diingat bahwa masalah bukan dihindari tapi diselesaikan agar tidak mengganggu pikiran. Semakin kita senangi masalah semakin ada tantangan bagaimana upaya yang harus kita lakukan agar masalah membuat kita tak menghambat kinerja tapi sebagai peluang membuat kita bijak menyikapi setiap masalah yang menyapa.
     Ada salah satu buku yang menarik untuk kita baca sebagai guru yakni Anomic Habits. Bagaimana suatu kebiasaan yang kecil yang dianggap sederhana tapi mampu memberikan hasil yang luar biasa. Begitu halnya kita sebagai guru perlu membentuk kebiasaan baik sehingga menghilangkan kebiasaan kurang baik yakni marah-marah pada murid dan orang yang ditemui. Untuk itu, tak ada salahnya kita melakukan perubahan kecil agar setiap masalah yang menyapa tidak membuat kita menjadi menjadi pribadi yang tak mudah dikendalikan. Kebiasann itu, di antaranya
- Mengatur waktu istirahat secara cukup agar dapat meningkatkan produktivitas.
- Kita menuliskan daftar tugas harian sehingga lebih terorganisasi dan tidak melupakan tugas penting. Hal ini membantu kita mengurangi rasa cemas dan prioritas pekerjaan sehingga manajemen waktu dapat terkendali dengan baik.
- Menerapkan pola tiga hal yang mmebuat kita bersyukur. Kebiasaan ini akan mengubah pola pikir dan fokus pada masalah menjadi optimis.
- Mengambil waktu yang dimiliki berjalan atau berolahraga. Meskipun hanya 20 menit dapat berdampak pada kesehatan mental dan mengurangi stres serta memperbaiki mood. Apalagi melihat yang hijau dapat menjadi sarana terapi.
- Mengurangi waktu dengan gawai secara berlebihan sebelum tidur malam.
- Menetapkan batas untuk mengatakan pada diri "ya" pada hal-hal yang tidak penting.
- Meluangkan waktu minimal 5 menit untuk refleksi harian. Refleksi ini sebagai ruang renungan apa yang terjadi dan tantangan apa yang muncil sehingga dapay dijadikan bahan evaluasi untuk memahami pola masalah dan menemukan perubahan kecil.
- Konsentrasi pada satu tugas hingga selesai.
- Melakukan afirmasi positif setiap pagi, misalnya "Saya hari ini bisa penuh semangat". Afirmasi tersebut dapat membantu pola piker yang optimis dan memberdayakan diri.
- Mengucapkan terima kasih pada diri dan orang di sekitar agar menguatkan hubungan sosial dan dukungan saat masalah datang.
Terkadang perubahan kecil seringkali dianggap remeh. Padahal sejatinya dapat menghasilakan dampak yang luar biasa. Perubahan kecil menunjukkan bahwa kita mampu menghadapi masalah secara konsiten untuk menciptakan perubahan yang berarti. Begitu halnya guru nantinya akan mampu mendramatisasi masalah dan bersikap tenang karena telah terbiasa dengan perubahan sederhana yang dilakukan. Mari belajar berproses agar kehadiran kita selalu memberikan pelangi di hati para murid yang kita didik. Hal ini tidak akan mengurangi kualitas kita dalam mengajar dan mendidik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H