Memahami Perjalanan Belajar: Cara Murid Menghargai Kerja Keras di Setiap Langkahnya
     Tak bisa dipungkiri, setiap zaman tentu berbeda cara belajar dan juga masalah yang dihadapi seorang guru. Begitu halnya dengan keunikan anak tentu menjadikan tantangan sendiri. Apalagi usia remaja yang akan beranjak dewasa, metode kekerasan tak akan memberikan dampak signifikan namun bisa menimbulkan beban psikis yang dikenang seumur hidupnya. lalu bagaimana cara kita sebagai guru agar murid senaatiasa menghargai proses belajar tidak hanya sekadar ingin lulus sekolah?
     Pada tahun ini adalah tahun terakhir penerapan Kurikulum 2013 bagi kelas XII. Murid bisa dikatakan lulus apabila telah menuntaskan kompetensi mata pelajaran, berkelakuan baik, menyelesaikan ujian sekolah dan praktik. Namun pada realitanya tidak semua murid itu dalam tanda kutip "memiliki inisiatif" bahkan kreativitasnya terkadang membuat tingkat sabar perlu dinaikan.
     Ada keinginan di benaknya murid ingin lulus sehingga bisa melanjutkan kuliah, kerja, dan kursus. Tapi ada beberapa di antaranya kreativitasnya yang membuat memutar isi kepala guru untuk menyikapinya. Bila mendapatkan murid yang baik, pintar, sopan atau memiliki kepribadian yang berkarakter itu adalah sebuah pencapaian harapan guru. Namun sebaliknya bila mendapatkan murid terkadang Senin-Kamis yang membuat mood terasa begitu hambar.
     Berbagai cara telah dilakukan agar kebiasaan kurang baik berkurang. Mulai diajak mengobrol, bekerja sama dengan orang tua, menghubunginya, memberikan bimbingan khusus, dan sebagainya. Inilah tantangan terberat yang terus guru lakukan. Hingga pada suatu hari sebelum waktu kesempakatan usai. Maka yang ada hanya bisa memberikan praktik seadanya. Tapi itu lebih dari syukur.
     Kemudian, guru melakukan rekapan nilai untuk seluruh kompetensi mata pelajaran yang diampuhnya. Kali ini tidak kesepakatan lagi yang  ditawarkan karena mengingat jadwal mata pelajaran yang tidak lama lagi diujikan. Ini merupakan sebuah refleksi karena kesibukan lain yang tak bisa ditinggalkan lalu murid tidak memiliki inisiatif untuk bertanya mengenai kekurangan yang ada.
     Dengan batas waktu itu, guru sampaikan bentuk konsekuensi yang akan diterima bila belum menyelesaikan seluruh tanggung jawab mata pelajaran. Sampai waktu ujian sekolah dimulai. Di saat itulah ada beberapa murid yang belum menyelesaikan. Dari evaluasi rekapan itu, guru memutuskan untuk tidak mengizinkan mengikuti ujian sekolah mata pelajaran karena di link soal guru tidak menyantumkan nama yang bersangkutan.
     Di waktu ujian murid yang bersangkutan menunggu kehadiran guru, lalu bertanya bagaimana nasibnya. Saya mau cuek rasanya kurang enak hati, mau marah sedang puasa, banyak sekali pertimbangan psikis yang harus dipikirkan. Lalu saya mengajak merefleksi bersama agar mereka paham arti sebuah tanggung jawab dan menghargai sebuah proses belajar.
     Dari refleksi itu, guru meminta kesanggupan dari beberapa tugas untuk menyelesaikan di waktu ujian ini sebelum mengikuti ujian sekolah. Semua murid tersebut berkenan. Ada perasaan lega namun belum bisa menerima itu karena hasilnya belum tampak. Dari beberapa murid itu hanya ada satu kekhawatiran apakah dia akan menyelesaikan? Tapi rasa kekhawatiran itu akhirnya terjawab sudah. Dia bisa berupaya menempati janjinya meskipun guru harus berburu seperti mengejar dedlain aja.
     Dalam proses pembelajaran, sebenarnya guru bisa menilai keberhasilan dalam belajar. Tapi guru juga perlu membuktikan diri dari hasil yang diperoleh meskipun hanya sekadar membuat tugas apa adanya. Setidaknya dari pengalaman tidak ikut ujian sekolah dan akan mengikuti ujian susulan akan memberikan makna bahwa murid jangan menginginkan nilai belas kasihan dari guru tapi bagaimana murid berupaya untuk meraihnya dengan kemampuannya.