Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa sudah terjadi perubahan dari tahun lalu dalam pembatasan masa kuliah yang tadinya 7 tahun menjadi 5 tahun. Pembatasan ini mengacu pada peraturan menteri pendidikan dan budaya no. 49 tahun 2014. Ada beberapa alasan mengapa pemerintah membuat kebijakan tersebut, alasan pertama karena kemampuan mahasiswa dalam menuntaskan kuliah sarjana rata-rata 4,5 tahun, sehingga pembatasan 5 tahun tidak menjadi persoalan besar. Alasan yang kedua karena untuk mengurangi beban uang kuliah,dan alasan yang terakhir adalah keberadaan kursi atau kuota kuliah untuk mahasiswa baru. Dari alasan-alasan diatas memang bisa dikatakan sebagai dampak positif dari kebijakan tersebut, namun tak dapat dipungkiri bahwa kebijakan tersebut juga mempunyai dampak negatif.
Tentu saja sebagai mahasiswa yang baik dan kritis,kita wajib bersuara dan mengkaji ulang apakah peraturan ini tidak melanggar hak asasi kita sebagai mahasiswa?
Menurut pendapat saya, dengan adanya pembatasan ini sebenarnya mahasiswa sedang dibimbing untuk sekedar berorientasi menjadi tenaga kerja tanpa ada waktu untuk mengembangkan softskill, sehingga menghasilkan lulusan tanpa memiliki softskill yang baik.Memang ada mahasiswa yang lulus cepat dengan softskill yang baik, tapi ada juga mahasiswa yang membutuhkan waktu lebih lama untuk lulus dengan sofskill yang baik. Padahal pembelajaran itu tidak hanya sebatas di ruang kuliah saja, justru mahasiswa cenderung dapat lebih mengeksplorasi diri melalui organisasi, baik eksternal maupun internal kampus.
Dengan adanya kebijakan tersebut akan mematikan dinamika dalam kampus itu sendiri, karena mahasiswa hanya akan berorientasi pada hasil akhir dan lulus dengan cepat. Sebutan “kaum intelektual” pun sudah tidak pantas untuk disandang lagi, mungkin lebih tepat jika diganti menjadi “calon-calon tenaga kerja”. Akibatnya Tak ada yang bersuara lantang meneriakan kebenaran ketika kebijakan birokrasi dan penguasa menginjak-injak rakyat, tidak ada lagi yang mau memperjuangkan hak yang sudah dirampas. Padahal mau tidak mau, mahasiswalah yang menjadi ujung tombak ketika rakyat membutuhkan bantuan untuk meneriakkan keluh kesah mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H