Mohon tunggu...
Suci Rifani
Suci Rifani Mohon Tunggu... Socmed Officer -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menonton Pertunjukan Sendratari Ramayana

27 Oktober 2015   19:09 Diperbarui: 28 Oktober 2015   10:17 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dug dug dug suara beduk yang bertalu membuat senyum kami mengembang. Akhirnya setelah seharian, kami bisa menyegarkan kembali tenggorokkan dengan segelas air dan seporsi nasi kucing. Sebuah restoran dengan konsep angkringan di Jalan Malioboro adalah tempat yang kami pilih untuk sekedar membatalkan puasa. “So what next” Kata Bena kepada saya.

“Selesaikan makan secepatnya dan kita jalan lagi menuntaskan daftar yang sudah kamu buat” jawab saya.  Tanpa banyak bicara kami segera menyelesaikan santap malam dan tak lupa menunaikan sholat magrib secara bergantian.

Lepas membatalkan puasa, saya segera menarik tangan Bena menyebrang jalan untuk menuju halte bus TransJogja. Sayangnya halte yang berada tak jauh dari Benteng Vredebug tersebut penuh dengan orang yang mengantri. Antrian yang mengular dan semakin sedikit waktu yang kami miliki membuat saya memutuskan membatalkan rencana untuk menggunakan bus TransJogja. Saya menarik tangan Bena lagi, sambil berlari kecil kami berusaha mencari taksi yang kosong, memberhentikannya dan naik. “Candi Prambanan pak, dan kami butuh cepat” Kataku kepada Bapak Supir.

Jogja adalah kota yang tak pernah membosankan untuk saya kunjungi, namun kali ini misi saya adalah menemai Bena (teman saya) untuk menjelajahi Jogja. Bena telah membuat sebuah daftar tempat-tempat yang ingin ia kunjungi dan Prambanan di malam hari ada di dalam daftar tersebut.

Jalanan yang sangat bersahabat membuat kami tiba lebih cepat dari waktu yang saya perkirakan. Segera kami menuju loket dan membeli 2 tiket kelas II  lalu berjalan mendekati arena pertunjukkan. Kami disambut 2 penari dengan pakaian khas wayang dan seorang Hanoman, saya pun segera menghampiri dan berfoto bersama. Perjalanan kami lanjutkan menuju arena pertunjukkan dengan terlebih dahulu membeli bekal makanan kecil dan minuman di kios yang disediakan tepat di luar arena pertunjukkan. Ada kursi dan meja kecil yang juga di sebar sehingga penonton dapat makan dan minum sebelum pertunjukkan dimulai.  Ada pula dua buah baliho besar yang berisi gambar Rama dan Shinta namun dengan bagian kepala berlubang, jadi penonton dapat berdiri di belakang baliho meletakkan kepala di lubang dan berfoto ala Rama dan Shinta.

                             

Jika bali memiliki tarian kolosal Kecak yang sangat digemari wisatwan maka Yogyakarta punya Sendratari Ramayana. Sendratari Ramayana adalah pertunjukkan yang sudah lama ada tepatnya di mulai pada 1961. Pertunjukkannya merupakan gabungan dari tarian, alunan musik gamelan serta drama tanpa adanya dialog, hanya seorang pembawa acara yang menjelaskan jalannya cerita babak demi babak. Cerita yang dipentaskan dalam sendratari ini berasal dari Serat Rama yang merupakan gubahan Jasadipura 1 yaitu kisah Ramayana dalam versi Jawa.  Keberadaan Sendratari Ramayana tak dapat dipisahkan dari sosok GPH Djatikoesoemo. Ialah orang yang melontakarkan ide pementasan sendratari di depan Candi Prambanan setelah perjalanan yang ia lakukan ke Kamboja dimana ia menonton pertunjukan Royal Ballet of Cambodia yang dipentaskan di depan Angkor Wat.

Saya dan Bena pun melangkah masuk ke dalam area pertunjukkan. Beberapa petugas berjaga disetiap pintu masuk yang terbagi dalam 4 kelas. Dua buah tiket seharga masing-masing 100.000 rupiah ternyata hanya mampu membawa kami ke sayap kiri panggung terbuka. Saya melihat berkeliling, sebuah panggung besar dengan latar belakang Candi Prambanan dalam keadaan kosong, hanya ada seperangkat gamelan yang siap dimainkan tertata rapi di sudut kiri panggung. Sementara tempat duduk penonton diatur sedemikian rupa melingkar mengelilingi panggung. Kursi penonton dengan kelas II dengan tiket seharga 100.000 berada di sebelah kanan dan kiri panggung dengan kapasitas 665 orang, kelas 1 seharga 175.000 berada pada sudut diagonal dari sisi panggung, sedangkan kelas khusus seharga 250.000 dan  VIP 375.000 berada persis di depan panggung.

Tak banyak penonton yang memilih menempati sayap kiri sehingga saya bebas menonton dengan berbagai gaya, ada beberapa turis asing yang menempati kelas VIP dan sisanya turis domestik yang menempati bagian sayap kanan. Tak lama kemudian pertunjukkan dimulai.

Pertunjukkan dibuka dengan masuknya para pemain gamelan dan sinden yang bernyanyi dalam bahasa Jawa. Lalu masuklah delapan orang penari Pria yang mengawal  tujuh penari wanita yang membawa beberapa sesajian. Mereka menari dengan sangat serasi, para penari pria menari dengan gagah sementara yang wanita sungguh gemulai. Adegan diakhiri dengan bergabungnya para penari wanita sebagai sinden sementara sesajian diletakkan di dekat gamelan, sementara penari pria pun keluar panggung. Pembawa acara lalu muncul dan menjelaskan pertunjukkan malam itu.

Cerita berawal ketika Rama dan Shinta harus menerima kenyataan diasingkan di sebuah Hutan. Laksmana sang adik yang setia ikut menamani mereka. Adegan menari antara Rama dan Shinta cukup lama namun berkesan sangat romantis. Adegan lalu berganti, pasukan para raksasa masuk ke panggung dan mulai menari. “ah ini pasti di Alengka” kata saya pada Bena. Alengka adalah istana tempat tinggal para Kurawa. Mereka tengah mengatur rencana untuk menculik Shinta. Lucunya saya melihat banyak penari cilik yang berperan sebagai pasukan kurawa.

                              
Adegan berganti lagi, kali ini seekor  Kijang kencana masuk dan menari dengan lincah, diiringi bunyi gemerincing yang datang dari kakinya. Kijang yang ternyat merupakan jelmaan Marica (seorang  Kurawa utusan Rahwana) ternyata berhasil membuat Shinta terpesona. Berkali kali Shinta mencoba mendekat dan setiap kali itu pula sang Kijang menjauh namun tetap menggoda. Shinta kemudian meminta Rama untuk menangkap sang Kijang. Rama pun menuruti keinginan Shinta dengan terlebih dahulu berpesan kepada Laksmana untuk menjaga Shinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun