Mohon tunggu...
Suci Amalia
Suci Amalia Mohon Tunggu... Relawan - Student of Islamic Studies Faculty UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

I'm Learner

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Resensi Buku: Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai

5 Februari 2021   14:30 Diperbarui: 5 Februari 2021   16:03 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini kali pertama penulis membaca buku karya Emha Ainun Nadjib, salah satu budayawan dan ulama terkenal di Indonesia yang lebih dikenal dengan panggilan Cak Nun. Pengalaman pertama membaca buku ini memberikan kesan yang membuat  candu penulis untuk menelusuri buku-buku karya Cak Nun lainnya.

Dalam buku ini, Cak Nun manuangkan gagasannya mengenai bebagai macam persoalan kehidupan melalui esai singkat. Ia mengajak kita melihat berbagai persoalan Islam dengan menghubungkannya dengan perspektif sosial kemasyarakatan dan kebudayaan, begitu juga menyinggung tentang keadaan politik yang carut marut di Indonesia. Semua tulisan ini ada yang berlatarkan suasana pesantren, masyarakat kampung, bahkan perpolitikan era Pak Soeharto dan Gus Dur.

Judul buku ini sendiri diambil dari salah satu judul esainya, Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, yang bercerita mengenai dua orang kiai yang berdebat tentang hukum kesenian. Salah satu kiai itu mengatakan bahwa kesenian itu syirik, bahkan haram. Namun, dari kejauhan rupanya ada loudspeaker yang berdendangkan musik.

Semakin menjadi-jadi, kiai itu mengatakan bahwa musik itu haram, tetapi kedua kakinya bergerak-gerak mengikuti alunan suara musik. Para santri mengatakan bahwa itu bukanlah gerakan menggeleng-geleng, melainkan menggangguk-angguk. Jadilah para santri mengikuti gerakan ritmis kaki Pak Kiai itu. Anggukan ritmis ini menunjukkan isi hatinya bukan ucapannya. 

Selain dalam bentu esai, buku ini juga menghadirkan kisah nyentrik melalui tokoh kiai kampung yang bernama Kiai Sudrun. Melalui tokoh ini, yang berperilaku di luar kebiasaan masyarakat kampung lainnya, Cak Nun menyampaikan gagasannya. Kisah-kisah ini tentu tak lepas mengandung banyak sindiran dan kritik terhadapat permasalahan keislaman yang terjadi di sekitar kita.

Contohnya saja esai yang berjudul 'Hal Wanita Tampil' yang diangkat dari sebuah pertanyaan yang dilontarkan kepada Kiai Sudrun:  "Apakah wanita muslimah diperbolehkan untuk tampil di panggung?". Dengan singkat Kiai nyentrik ini menjawab, "Yang namanya  'wanita tampil' itu adalah urusan manusia yang menampilkan kewanitaannya."

Lanjutnya, "Kalau Benadzir Bhutto berpidato, yang tampil adalah seorang perdana menteri. Benazir menampilkan kepemimpinannya, intelektualitasnya, prestasinya, fungsi sosialnya, dan bukan kewanitaannya." Ia menyimpulkan, "Jadi, maksud saya 'wanita dilarang tampil' ialah dalam konteks bahwa seorang manusia yang kebetulan berjenis wanita tidak itu tidak boleh menonjolkan benda-benda atau unsur-unsur kewanitaannya, entah melalui glasnost aurat, sensualitas, lenggak-lenggok merangsang, atau bentuk ekspresi kewanitaan apa pun." (Hal. 268-270)

Pesan-pesan yang terkandung dalam buku ini sangat mengena walaupun disampaikan secara tersirat dan tidak menggurui. Hal ini membuat tulisan semakin menarik dan memiliki nilai lebih. Namun, karena bahasanya bisa dibilang agak berat dan bersastra, penulis sendiri agak kesulitan mencerna kesimpulan dari beberapa essai.

Selain itu ada beberapa kata yang rupanya saltik, seperti halnya dalam penggalan kalimat ".... dalam banyak maca, acara,.." yang mana seharusnya kata 'maca' menjadi 'macam'. Atau mungkin ini bisa jadi hanya anggapan penulis sebagai pembaca pemula karya Cak Nun. Silahkan dikomentar jika salah ya.

Sekian

I read, I know more

Happy reading

Suci Amalia - @soetjiamalia16

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun