Satu rindu, rindu sekali . menyaksikanmu tertidur lelap setelah kepayahan dengan tugas-tugas yang harus kau laksanakan seharian, orang bilang itu kodrat.
Kau tak kan pernah tau, betapa dalam malam- malam aku gelisah, mendapati garis-garis keriput diwajahmu bertambah satu demi satu, tiap harinya.
Hembus nafasmu kurasakan sampai kehati.
Sebelumnya, aku suka bermain dengan kosmetikmu yang tertata rapi di meja hias kamarmu. Lalu kau akan memarahiku karena bekas gincu ada dimana-mana.
Kau tak kan pernah tau, diam-diam aku memperhatikan dengan detail, bagimana kau memulas rona pipimu, lentikmatamu, garis bibirmu, semuanya ,saat kau dengan anggunnyaberada di depan cermin , lalu senyummu mengembang setelah itu .
Setelah rapi dan berganti pakaian, kau tinggalkan meja hiasmu, dengan aku termangu didepannya. Aku menirukanmu, senyummu, bicaramu, sikapmu, tingkahmu , semuanya.
Tapi percuma. apapun yang kulakukan , sama sekali tak bisa membuatku jadi sepertimu . tak bisa.
Aku pernah menyakitimu dengan tingkahku . Bagaimana bisa aku membuatmu menangis, sedang kau tak pernah membiarkan air mataku menetes sekalipun. Sungguh sesalku tak terkira. Aku sakit,
Aku sakit, saat kau harus berbohong.
Saat kau berikan nasi terakhirmu padaku kala kita tak punya apa-apa lagi untuk dimakan,dan kau bilang, “makanlah nak, aku tak lapar.”
Dan kau masih saja berbohong.
Saat kau berikan uang terakhirmu sebagai uang sakuku, kala kita harus bekerja keras tiap harinya, dan kau bilang “ ambilah nak, ibu masih ada uang”
Kau terus saja berbohong,kebohongan-kebohongan lain yang tak mampu lagi untuk kuungkapkan.
Dan dalam kesakitanku, kembali muncul satu rindu, rindu sekali. Rindu sentuhan lembut dan kasih sayangmu, rindu tak terperi..
Selamat hari ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H