Mohon tunggu...
Udin Suchaini
Udin Suchaini Mohon Tunggu... Penulis - #BelajarDariDesa

Praktisi Statistik Bidang Pembangunan Desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rekonstruksi Perkawinan Usia Anak

2 Desember 2016   14:28 Diperbarui: 2 Desember 2016   14:38 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkawinan usia anak semakin mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan Sekjen PBB secara khusus merekomendasikannya dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pasca 2015 untuk menghapus perkawinan usia anak. Rekomendasi ini didukung 116 negara anggota, termasuk Indonesia. 

Seorang anak yang melangsungkan perkawinan, masa remajanya akan berakhir. Masa-masa untuk perkembangan fisik, emosional, sosial, serta kedewasaan seseorang. Prosesi perkawinan tersebut menjadi ancaman besar ketika 14,2 juta anak perempuan di dunia naik ke pelaminan setiap tahun, selama periode 2011-2020. Lebih jauh lagi, dampak pertumbuhan antar generasi semakin menghawatirkan.

Anak dan Batas Usia Perkawinan

Yang dimaksud dengan anak pada tulisan ini merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan batas usia perkawinan merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bagi perempuan 16 tahun dan bagi laki-laki 19 tahun. Sehingga, usia maksimal seseorang dikatakan sebagai anak, berbeda dengan batas minimal usia perkawinan.

Di Indonesia, masih terjadi kontradiksi masalah batas usia perkawinan. Perkawinan anak yang berusia kurang dari 18 tahun tetap dinyatakan sah. Akan tetapi dalam UU Perlindungan Anak, menyatakan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak. Orang tua harus mencegah terjadinya perkawinan, ketika anak masih berusia kurang dari 18 tahun.

Meskipun aturan ini ada, tetapi kenyataannya belum menimbulkan sanksi hukum yang berarti. Karena, apabila usia pasangan belum mencapai batas usia sesuai undang-undang, maka bisa meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita.

Lain Indonesia lain pula Negara lain. Ada Negara yang sudah yang menerapkan batas usia perkawinan bagi perempuan minimal 18 tahun seperti Aljazair, Bangladesh, Iraq, Somalia, dan Israel. Diantara Negara-negara tersebut Negara Islam sendiri-lah yang memulai menaikkan usia kematangan perkawinan.

Realita Data

Di Indonesia, batas usia perkawinan telah telah lama menjadi polemik. Beberapa kali dibahas di DPR dan pernah dilakukan Yudisial Reviw di Mahkamah Konstitusi (MK), akan tetapi di anggap masih belum ada urgensinya untuk direvisi.

Realitas yang ada, hasil survei Sosial Ekonomi Nasional yang diselenggarakan BPS, dari data perempuan usia 20–24 tahun yang pernah menikah, 25 persen diantaranya menikah di usia kurang dari 18 tahun. Prevalensi perkawinan usia anak di Indonesia tinggi. Lebih dari seperenam anak perempuan menikah sebelum mencapai usia dewasa atau sekitar 340,000 anak perempuan setiap tahunnya.

Motif Perkawinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun