Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Retorika Tak Berujung

15 Juli 2024   01:56 Diperbarui: 15 Juli 2024   03:31 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: pixabay.com

"Hukum ditegakkan dengan instrumennya, yakni kodifikasi peraturan perundang-undangan, perangkat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim, adalah dalam rangka terciptanya harmonisasi relasi di masyarakat dalam suatu wilayah atau negara-bangsa. Adapun relasi atau hubungan yang dimaksud mencakup relasi antar individu, relasi antara individu dengan kelompok, maupun relasi antar kelompok. Begitulah esensinya mengapa hukum itu harus ada dan ditegakkan," kata si Jhon mengawali cenkeramanya dengan si Paneri.

"Pertanyaan saya, apa dan bagaimana kaitannya dengan terminologi 'hukum yang berkeadilan' itu, Bro?" Tanya si Paneri singkat.

"OK, keadilan itu identik atau sama dan sebangun dengan seimbang, objektif, harmonis, pas, tak kurang dan tak lebih atau tak timpang. Ini berarti bahwa dalam praktik hukum yang berkeadilan itu seharusnya adalah bagaimana menciptakan situasi dan kondisi yang harmonis di kehidupan masyarakat dengan segala aspek yang terlingkup di dalamnya. Oleh karenanya, agar harmonisasi di dalam kehidupan masyarakat bisa tercipta dan terpelihara, maka di situlah hukum harus ada dan ditegakkan dengan prinsip berkeadilan guna mengatur serta melindungi segala aktivitas masayarakat secara keseluruhan tanpa ada pengecualian sama sekali," ulas si Jhon.

"Pertanyaan saya selanjutnya, Bro ... Mungkinkah hukum yang berkeadilan itu bisa terwujud di fakta realitanya, sekalipun telah ditopang oleh instrumen hukum yang ideal tadi? Sebab, sepengetahuan saya acapkali dan sering kali terjadi kesenjangan atau ketimpangan di tataran praktik dalam kehidupan masyarakat. Sampai-sampai ada istilah KUHP, yakni kasih uang habis perkara, atau simpelnya adalah UUD, ujung-ujungnya duit. Bagaimana terhadap yang demikian itu, Bro?" tanya si Paneri bernada skeptis.

"Ya, memang, antara konsepsi ideal terhadap aktualisasinya masih belum menunjukkan keharmonisan yang real, atau boleh dikata masih jauh panggang dari api, dan hal itu tak bisa dipungkiri. Semuanya adalah akibat dari sistem politik kekuasaan yang diterapkan oleh suatu negara-bangsa, tak terkecuali yang terjadi di negeri ini. Artinya, dalam sistem politik kekuasaan suatu negara-bangsa yang mengadopsi konsep Trias Politika, dimana terjadi pemisahan atau pembagian kekuasaan, seperti kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan judikatif. Masing-masing dari trilogi kekuasaan atau kedaulatan itu berdiri dan berjalan sendiri-sendiri sehingga betapa sulitnya untuk dipertemukan ke dalam satu kekuasaan yang integral atau terintegrasi sebagai satu kesatuan yang utuh, selaras dan seirama. Perlu diketahui, bahwa kekuasaan legislatif adalah kekuasaan dalam hal membentuk Undang-Undang yang dalam hal ini direpresentasikan oleh parlemen atau DPR. Sedangkan kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan menjalankan Undang-Undang yang dalam hal ini direpresentasikan oleh pemerintah yang sedang berkuasa. Berikutnya adalah kekuasaan judikatif sebagai kekuasaan yang mengadili, dalam hal ini direpresentasikan oleh kejaksaan dan kehakiman," urai si Jhon menjawab pertanyaan si Paneri.

"Nah, boleh jadi dari situlah hulu permasalahannya bagai sebuah lingkaran setan yang tak berujung tak berpangkal, rumit mengurainya ya, Bro?" Komentar si Paneri lugas.

"Tepat dan persis, Bro ... Peraturan perundang-undangan adalah produk politik, sebab yang meratifikasi peraturan perundang-undangan adalah DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Sedangkan anggota DPR adalah mereka yang terpilih melalui mekanisme Pemilu yang diusung oleh sebuah partai politik, dan partai politik apapun selalu sarat dengan kepentingan dan bargaining, yakni 'siapa untuk siapa, dan dapat apa?' Dengan demikian, maka betapa rumit dan sulitnya mengimplementasikan hukum yang berkeadilan ke dalam tindak nyata," lanjut si Jhon.

"Kalau begitu, ada benarnya ya bila dikatakan bahwa peraturan perundang-undangan itu disusun menurut kepentingan dan  pesanan dari siapa dan untuk siapa. Begitukah, Bro?" Tanya si Paneri serius.

"Seperti itulah fakta realitanya, silakan dicermati dan dianalisis sendiri tanpa mengabaikan nalar logika-rasional. Karena, mungkinkah politik yang filosofi dasarnya adalah 'tak ada kawan atau lawan yang abadi di ranah kehidupan politik, yang abadi hanyalah kepentingan dan kepentingan'. Sementara, keadilan dalam konsepsi hukum pada prinsipnya adalah bagaimana menjaga keputusan yang bebas dari segala bentuk diskrimiasi. Kurang lebihnya begitu, Bro," jawab si Jhon.

Silang pendapat tak berujung tak bertepi
Merintih di sela-sela belantara para pencari keadilan nan setimbang
Ketimpangan demi ketimpangan tak mereda jua, kian menyeruak membabi buta
Sang terpilih dan terkasih saatnya tampil dan hadir
Membawa misi keadilan dan perdamaian universal dari Sang Maha Pencipta Maha Segala

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun