Pemetaan  partisipatif adalah suatu  pemetaan yang melibatkan masyarakat sebagai pelaku pemetaan wilayahnya, sekaligus juga menjadi penentu perencanaan pengembangan wilayah mereka sendiri. Pemetaan partisipatif dilakukan dengan menggabungkan data-data spasial hasil pengukuran yang didapatkan dari diskusi bersama masyarakat setempat, sehingga masyarakat bisa membuat peta secara lengkap dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, rencana pemanfaatan dan harapan masa depan. Pemetaan partisipatif semakin memberi ruang yang lebar terhadap komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat, dan juga pemangku kepentingan pada daerah pengembangan. Manfaat pemetaan partisipatif bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan kesadaran seluruh anggota masyarakat mengenai hak-hak mereka atas tanah dan sumber daya alam. Kegiatan pemetaan partisipatif menumbuhkan semangat untuk menggali pengetahuan lokal, sejarah asal-usul, sistem kelembagaan setempat, pranata hukum, dan identifikasi sumber daya alam yang dimiliki.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka melalui fasilitasi pengusulan Perhutanan Sosial oleh Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Sumatra didukung oleh Proyek Penguatan Perhutanan Sosial atau Strengthening of Sosial Forestry (SSF) in Indonesia yang bertujuan untuk membantu percepatan pencapaian target program Perhutanan Sosial (PS). Dibentuklah proyek yang merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia, c.q. Ditjen PSKL-KLHK dengan Global Environment Facility (GEF) melalui The Internasional Bank for Recontruction and Development (IBRD) atau The Word Bank (WB). Pelaksanaan proyek SSF sendiri memiliki 3 komponen yaitu: 1) penguatan kebijakan dan kelembagaan untuk mendukung perhutanan sosial, 2) Penguatan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya hutan melalui skema perhutanan sosial, 3) pengelolaan proyek dan monitoring evaluasi.
Saat ini kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Gedong Wani Dinas Kehutanan Provinsi Lampung telah melakukan pengusulan Program Perhutanan Sosial terhadap desa-desa yang berada di dalam kawasan hutan di register 40. KPH Gedong Wani dengan pendampingan Penyuluh Kehutanan dan Pendamping Masyarakat (Penmas) SSF telah membentuk KTH yang telah mendapatkan ijin Perhutanan sosial dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) ataupun yang akan mengusulkan seperti yang baru saja dilaksanakan yaitu di desa Sinar Ogan. Desa Sinar Ogan dengan luas 873,399 ha pada tahun 2017 sebagian telah mendapat ijin Perhutanan Sosial seluas 215 ha dengan skema HTR. Kemudian ada juga 2 KTH yang akan mengusulkan ijin Perhutanan Sosial yaitu KTH Mulya Jaya Dusun Rejosari 1 dan 2, KTH Sumber Rejeki Dusun Sido Mulyo. Kedua KTH tersebut telah melaksanakan Pemetaan Partisipatif sebagai persyaratan untuk usulan ijin Perhutanan Sosial dan diperoleh luasan yang akan diusulkan seluas 1. KTH Mulya Jaya terdiri dari lahan garapan 89,276 ha, lahan pemukiman 3,645 ha. 2. KTH Sumber Rejeki yang terdiri dari lahan garapan 145,432ha dan lahan pemukiman 15,43ha. Peta yang dihasilkan dari Pemetaan Partisipatif selain dapat digunakan sebagai bahan usulan permohonan calon areal kerja persetujuan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) juga dapat digunakan sebagai media nogosiasi dengan pihak lain, karena dengan peta tersebut menjadi jelaslah bagaimana wilayah itu dimanfaatkan oleh masyarakat dan siapa saja yang berhak atas wilayah itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H