Mohon tunggu...
Subulu salam
Subulu salam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional - Universitas Islam Indonesia

Ibadah, Menulis, Bercerita, Foto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bau Harum Alumni Aktivis 98

19 Maret 2023   15:00 Diperbarui: 19 Maret 2023   15:08 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kisah Widji Thukul tak lagi asing di telinga kita, kematian Wawan (Benardus Realino Norma Irawan) yang menyayat hati, meninggalnya Moses Gatutkaca karena pukulan benda tumpul yang dikenang dengan Peristiwa Gejayan sungguh mengibaratkan carut-marutnya kondisi politik saat itu, kematian dan pemerkosaan Ita Martadinata Haryono akibat dari keberaniannya bersuara terkait pemerkosaan massal, dan tertembaknya Herri Hartanto ketika melakukan demonstrasi menuntut reformasi kala itu. 

Setidaknya dengan perjuangan dan pengorbanan saudara kita tersebut, beberapa seharusnya sudah terbayar dengan kerja dari alumni aktivis 98 lainya saat ini. Ketika setelahnya, terjadi masalah pada negeri kita tercinta ini, kita tidak perlu khawatir lagi seharusnya, karena beberapa yang duduk di kursi kepentingan sudah tumbuh pola pikir perjuangan khas 98. 

Bukankah seharusnya ketika sumpah sudah diucapkan dan foto berdasi pun juga tidak lupa, mereka seharusnya juga tetap mengingat dikala mereka dulu, panas terik bersimbah keringat, perjuangannya dulu ketika mereka menuntut reformasi. Sudah seharusnya mereka juga berada di garda terdepan saat ini, menyuarakan kepentingan rakyat jika ada peraturan pemerintah yang sekiranya berat sebelah. 

Lantas dimana mereka saat ini? Kok tidak eksis, tidak terlihat media ketika berbagai tuntutan dilakukan, padahal permasalahan pun juga tidak jauh pelik ketika 98, kenyamanan seolah membutakan, berbeda seperti halnya dulu ketika 98. Pepatah mengatakan "Aku yang dulu berbeda dengan yang sekarang, dulu pro rakyat sekarang sengsarakan rakyat". 

Dulu berada di ruangan terbuka berdesak-desakan, sekarang di ruangan ber-ac dengan kenyamanannya. Kita harus tetap menghargai perjuangan mereka, tidak semuanya lupa diri, ingat hanya oknum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun