Rindu Menulis Tulisan ini adalah tulisan saya yang 77 di Kompasiana. Saya sendiri tidak sadar kok bisa membuat tulisan sebanyak itu. Padahal dulunya, sekedar membuat sebuah paragraf saja begitu susah. Hari ini pun, ketika tidak ada pekerjaan di rumah dan agak susah tidur siang, terasa saya rindu sekali "ingin menulis". Dan lahirlah tulisan ini seketika. Sepertinya, kepala saya sudah diformat oleh Kompasiana ini. Itu pun saya sadari. Karena hampir setiap hari akhir-akhir ini, saya membuka blog kroyokan kompasiana ini. Supaya mudah saya buka, alamat weblog ini pun saya bookmark atau Ctrl+D di browser Mozila kesayangan. Jadi setiap harinya, cukup dengan sekali klik, kompasiana langsung terbuka dan saya siap "menyantap" menu artikel yang selalu up to date setiap detiknya. Luar Biasa menurut saya, karena menurut laporan bang isjet, sang admin yang baru saya kenal, setiap detiknya ada ratusan artikel yang "menampakkan diri" di menu kiri dan siap menjadi "Highlight" jika artikelnya menarik menurut sang admin. Kompasiana Seperti Lesehan Para Penulis Kalau boleh saya tamsilkan. Kompasiana ini mirip seperti Lesehan tempat makan yang lagi favorit saat ini. Di Cafe-cafe atau Warung Lesehan, selain kita bisa menikmati makanan dan minuman, kita juga bisa curhat, ngobrol, bercengkerama, bahkan bisa melakukan Lobi-lobi urusan kantor atau perusahaan. Tidak jarang, dari warung lesehan malah bisa menghasilkan Surat Keputusan (SK) penting pada suatu lembaga yang mempengaruhi orang banyak. Begitu pula di blog Kompasiana ini. Di sini, kita bisa berjumpa dengan para penulis hebat dari berbagai latar belakang profesi. Ada dari latar belakang guru seperti Om Jay (Wijaya Kusumah) dan pak Johan Wahyudi, atau dari Militer seperti Bapak Prayitno Ramelan, atau dari Konselor hebat yang ahli urusan cinta remaja dan kelanggengan keluarga seperti Bapak Julianto Simanjuntak. Tidak sedikit juga, kita bisa menikmati tulisan-tulisan hebat para TKI dan TKW kita yang sedang berada di luar negeri seperti di Malaysia, Hongkong, Arab Saudi, Amerika, dll. Bahkan banyak juga dari kalangan dosen, guru, pelajar, dan mahasiswa dari seluruh wilayah Indonesia dan Luar Negeri. Saya pun kerapkali terkesima membaca artikel seputar cerita anak manusia di Jerman, Inggris, Iran, Australia, Selandia Baru, dan sebagainya. Karena sering berkumpul di Lesehan Maya bernama Kompasiana ini, lama-lama saya "jatuh cinta". Karena itu, blog pribadi saya di www.subkioke.wordpress.com seakan saya telantarkan. Padahal dulunya saya rajin menulis di blog pertama itu. Tetapi semenjak merasakan "aneka masakan khas" di Kompasiana, akhirnya blog "istri pertama" itu terabaikan. Untunglah saya bisa mengkloning tulisan saya di dua rumah maya itu. Banyak Menu, Banyak Berita, Banyak Ilmu Apa sesungguhnya daya tarik (appeal force) di Kompasiana sehingga saya fall in love? Pertama, bisa berjumpa dengan penulis-penulis hebat dan berpengalaman. Seperti saya ceritakan di atas, di blog ini kita banyak belajar beraneka pemikiran dan mendapatkan ilmu kepenulisan di sini. Kedua, banyak variasi tulisan. Karena banyaknya genre tulisan di sini yang dimasukkan ke berbagai macam kategori (pada menu Kompasiana), membuat kita semakin kaya terhadap khazanah keilmuan dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai latar belakang penulis. Ketiga, adanya ruang komentar di bagian bawah tulisan. Ini mirip di blog wordpress.com. Jadi setiap penulis di Kompasiana pasti senang sekali jika ada komentar yang muncul. Itu menandakan bahwa tulisannya memang ada pengunjungnya dan mendapat perhatian dari pengunjung. Dari sini melahirkan diskusi yang hangat. Keempat, ada acara Kopdar dari sesama anggota Kompasiana. Dengan adanya kegiatan kopdar yang difasilitasi oleh admin kompasiana, membuat adanya jalinan silaturrahim dan saling bertukar ilmu diantara sesama anggota. Inilah yang menjadi motto Kompasiana, "Sharing, Connecting". Tidak sedikit para anggota yang saling kenal dan akrab di dunia maya dan berlanjut ke dunia nyata, sekalipun sebelumnya mereka belum pernah saling kenal. Atau mungkin ada yang sudah mendapat jodoh seperti di facebook? Tapi ini saya belum tahu. Kelima, banyak peluru motivasi dari para penulis hebat. Sebagai penulis pemula seperti saya, tentu sangat butuh motivasi yang sangat kuat baru mau dan bisa menulis. Untunglah ada penulis hebat seperti Wijaya Kusumah (Om Jay), menembak saya dengan mottonya, "Menulislah Setiap Hari, Lihat Apa yang Terjadi". Motto ini mungkin terinspirasi dari motto Mario Teguh yang kerap show di Metro TV. Ada juga tembakan dari pak Johan Wahyudi, "Penulis bisa Bikin Kaya". Saya pun begitu terharu dan terinspirasi dari berbagai cerita kesulitan hidup yang dialami oleh Bapak Julianto Simanjuntak, hingga mengantarkannya bisa hidup mapan dari menjadi Penulis. Beliau pun bercerita untungnya jadi Penulis. Ketiga penulis itu dan beberapa penulis lainnya sangat banyak memberi motivasi dengan tulus kepada kita semua pembaca dan penulis pemula di Kompasiana ini. Keenam, tulisan selalu baru dan berbeda. Setiap detik ada ratusan tulisan yang ditulis oleh ribuan penulis setiap harinya dari berbagai tempat di seluruh dunia. Setiap penulis memiliki ciri khas masing-masing. Begitu pula dengan tema tulisannya. Selalu ada tema baru tentang cinta, berita, kuliner, politik, musik, teknologi, sains, ekonomi, kesehatan, seks, dan sebagainya. Ketujuh, memiliki banyak teman. Selain untuk tempat menulis, di sini juga kita bisa berteman dengan penulis lainnya (add friends ala facebook). Salam Sukses Mr. Q
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H