Mohon tunggu...
Subki RAZ
Subki RAZ Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang Blogger yang sehari-hari ngajar anak bangsa menjadi anak yang cinta fisika dan teknologi . Teknologi yang membawa manfaat bukan mudarat. Cerita sekolahnya mirip Laskar Pelangi. Sekolah dari NOL hingga melek internet. Senang menyimak berita Politik, pendidikan, dan teknologi. \r\n\r\nblog: www.subkioke.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dahlan Iskan Datang Rumahku Terang

1 November 2012   15:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:06 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1351782786538451356

[caption id="attachment_221123" align="aligncenter" width="254" caption="Dahlan Iskan (sumber gambar: http://azrur-rusydi.net)"][/caption] Tulisan ini bukanlah testimoni atas "kecemerlangan" pak Dahlan Iskan (DI) menyelesaikan mampetnya urusan listrik di Indonesia. Tulisan ini juga bukanlah bentuk afiliasi saya kepada Beliau. Saya tidak kenal beliau dan beliau pun tidak mengenal saya. Awalnya, yang saya kenal dari pak DI adalah tulisan-tulisannya di Harian Jawa Pos yang dikomandoinya. Saya teringat di tahun 2011 silam, ketika selama sebulan penuh saya ikut berjejal dan berdesakan mengurus pemasangan listrik (KWHMeter) di Kantor PLN Selong di daerah saya Lombok Timur NTB. Bersama ratusan orang setiap harinya saya ikut mengurus listrik agar di rumah baru saya segera dipasang listrik. Maklumlah daerah kami termasuk langganan soal pemadaman lampu, hingga kami menjuluki PLN sebagai Perusahaan Lilin Negara atau Perusahaan Lampu Tempel Negara. Ya, karena selama bertahun-tahun di Lombok Timur, selalu terjadi pemadaman listrik. Sehingga Lilin atau Lampu Tempel sangat laku waktu itu. Saya juga tidak tahu, mengapa PLN bisa sekarat begitu. Pikiran saya pun sudah kesumbat untuk ikut berdiskusi soal PLN ini. Hanya membuang-buang waktu saja fikir kami. Toh demo ke kantor PLN hingga aksi perusakan mesin pembangkitnya oleh ratusan warga tidak jua menyelesaikan masalah pemadaman. Sepertinya saya dan warga pun dipaksa untuk memahami bahwa karyawan PLN hanyalah pekerja yang menjalankan perintah atasan. Alasan klasik dari pegawainya, mesin rusak atau BBM telat datang. Hanya itu jawaban yang bisa menghibur kami di tengah kegelapan malam. Tetapi untunglah, saat pulang sekolah dan melewati jalanan di depan Kantor PLN saat itu, saya melihat kerumunan orang yang ternyata sangat antusias sedang mengurus pemasangan listrik. Rupanya orang-orang itu terpesona oleh Program Sejuta Sambungan Listrik yang digagas oleh pak Dahlan Iskan saat menjabat Direktur PLN waktu itu. Ya, baliho besar terpampang "Program Sejuta Sambungan Listrik". Masyarakat yang datang yang saya temui banyak bercerita kalau mereka sudah lama merindukan adanya listrik di rumah mereka. Bayangkan saja, mereka sudah mendaftar sejak 5 tahun lalu. Bahkan adan juga yang harus menunggu 7 tahun lamanya. Beginikah negeriku?. Dan sejak mendengar program ini, mereka pun rela berhutang dulu asalkan punya KWhMeter di rumahnya. Saya fikir, itulah program smart dari seorang Dahlan Iskan. Beliau rela turun tangan dan masuk ke kampung-kampung hanya untuk mencari di manakah letak "mampetnya" masalah listrik itu, sehingga PLN harus memadamkannya. Apakah tidak ada cara lain? Apakah pemadaman hanya satu-satunya solusi? Jalan fikiran Beliau saya fahami, bahwa birokrasi yang terlalu panjang dan pola fikir yang beku dari para pejabat PLN telah ikut andil menyumbat aliran kabel ke rumah-rumah penduduk. Kini, beberapa bulan malah saya yang "merindukan" PLN memadamkan lampu. Karena sudah tidak pernah terjadi pemadaman lagi. Malam pun kian terang, kerja pun jadi lancar tanpa harus khawatir akan pemadaman. Sangat berbeda di tahun yang lalu, ketika siang hari, maka semua lampu cas harus siaga dicas, semua HP harus dicas penuh. Karena nanti malamnya pasti akan terjadi pemadaman lampu. Yang mengenaskan saat itu di kampung-kampung, terjadi peningkatan kasus pencurian, dan anak-anak tidak bisa belajar dengan lampu yang memadai. Saya pun heran, kalau kemudian pak DI dianggap oleh BPK dan DPR telah merugikan negara sebanyak 37 triliun gara-gara menggunakan BBM untuk bahan bakar mesin pembangkit PLN, tidak menggunakan bahan bakar gas (BBG). Menurut pak DI, jika harus menunggu BBG datang maka Jakarta dan sebagian besar Jawa akan gelap gulita karena harus menunggu BBG yang tak kunjung datang. Berapa kerugian ekonomi dari rakyat dan perusahaan jika listrik padam berhari-hari atau berminggu-minggu. Bukan hanya 37 triliun yang hilang mungkin saja menjadi 3700 triliun. Jawaban pak DI ketika ditanya media, "Benarkah BPK menemukan inefisiensi di PLN sebesar Rp 37 triliun saat Bapak jadi Dirut-nya? Sangat benar. Bahkan, angka itu rasanya masih terlalu kecil. BPK seharusnya menemukan jauh lebih besar daripada itu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun