[caption id="attachment_196547" align="aligncenter" width="310" caption="Sumber: http://www.freeloveletters.info/love-letters-girlfriend"][/caption] Almarhum Gombloh, seorang musisi ternama jaman dulu (saat saya masih SD di tahun 80-an), pernah mengatakan dalam lirik lagunya yang bertema cinta, "Kalau cinta sudah melekat, tai kucing rasa coklat". Lirik lagu mas Gombloh itu menyindir anak muda yang sedang jatuh cinta, fall in love bahasa kerennya. Demikianlah perasaan apabila seseorang sedang dimabuk cinta, terkadang dia lupa segalanya. Dia akan lupa makan, tidak enak tidur, dan perasaannya entah tidak karuan kalau tidak bersama si dia (ehm!). Setiap hari selalu ingin bersama si dia. Dunia serasa milik berdua. Ya, begitulah jika dua anak manusia sedang ditimpa penyakit cinta. Perasaan itu muncul sama saja baik pada laki-laki maupun perempuan. Rupanya, sindiran mas Gombloh tadi juga menimpa muridku di sekolah. Menurut laporan dari berbagai sumber (kayak wartawan aja ya?), dua orang muridku dari kelas yang berbeda, sedang dimabuk cinta. Penjaga sekolah menemukan mereka sedang melakukan adegan c****an (maaf disensor ya) di dekat pohon pisang di belakang sekolah. Ehm, yang baca jangan bayangin yang macam-macam lho ya?. Memang akhir-akhir ini hubungan serius dua insan berbeda jenis ini, ternyata banyak disoroti beberapa rekan guru. Karena mereka berdua ini sering terlihat selalu bersama, dan kalau pulang sekolah selalu paling akhir dari teman-temannya. Memang sih yang namanya anak muda, selalu terjangkiti penyakit yang satu ini. Namun, kami dari kalangan guru mengkhawatirkan hubungan keduanya semakin jauh dan tidak terkontrol nantinya. Atau meminjam lagunya mas Gombloh tadi, "tai kucing rasa coklat". Karena level/status mereka sudah Siaga I kalau macam gunung berapi. Setiap saat api siap meletup dan lava pijar menyembur keluar. Asapnya pun akan mengepul tidak bisa disembunyikan. Justru malah bisa mematikan. Wah jadi serem nih. Biasanya sih kalau orang lagi kena demam cinta, motivasinya sangat tinggi. Kalau itu pelajar, seharusnya semangat belajarnya lebih meningkat. Tetapi murid kami ini, prestasinya malah low grade atau under line. Kisahcinta yang begitu tersohor adalah kisah cinta antara Qois dan Layla (Layla Majnun) karya Syaikh Nizami Fanjavi (Sufi asal Persia 1188 M), kisah cinta Romeo dan Juliet karya William Shakespeare (1616 M). Ada juga kisah haru antara Rose DeWitt Bukater dan Jack Dawson dalam Film Titanic (1997). Kisah-kisah cinta itu banyak memberikan pelajaran (ibroh) bagaimana seharusnya kita meletakkan perasaan cinta kita yang sesungguhnya. Apakah kepada sesama manusia atau kepada pencipta atau kepada yang lain?. Dahsyatnya Cinta! Mari kita ingat-ingat, pasca Perang Dunia ke II (saat Perang Dingin antara Uni Sovyet dan USA), negara Jerman terpecah menjadi 2 bagian, Jerman Barat yang pro USA dan Jerman Timur yang pro Uni Sovyet (Rusia sekarang). Tetapi karena dorongan cinta satu rumpun, satu keluarga, satu ras jerman, dan satu cinta, akhirnya kedua Jerman kembali menjadi satu. Tepat tanggal 3 Oktober 1990, Tembok penghalang batas kedua negara yang begitu kokoh akhirnya roboh luluh lantak. Itu tidak lain karena Cinta. Itulah kekuatan cinta. Cinta itu sudah built in di dalam diri manusia. Ia merupakan komponen utama dalam penciptaan manusia. Ya, Cinta itu bisa mengubah segalanya. Perubahan itu bisa ke arah positif bisa juga ke arah yang negatif. Cinta itu bisa menjadi roket pendorong atau malah menjadi roket penghancur. Maka, sangat penting untuk kita memahami apa itu cinta. Cinta Anak Sekarang Mengkhawatirkan Pergaulan anak remaja sekarang (termasuk siswa dan siswi di sekolah) sudah memprihatinkan. Gaya pacaran pun, seperti perpegangan tangan, berciuman, meraba-raba, mengelus-elus, dan sejenisnya sudah dianggap biasa. (Na'udzubillah). Akibat dari pergaulan dan seks bebas, menyebabkan banyak terjadi kasus MBA (Married by Accident alias Kawin atau dinikahkan karena sudah hamil). Beberapa bulan yang lalu juga sempat diberitakan harian Kompas, bahwa ada sekelompok pelajar SMA yang melakukan adegan seks seusai Ujian Nasional. Wow, mengerikan ya!. Kemudahan dalam mengakses informasi dan pesatnya perkembangan gadget dan internet, telah mengubah life style remaja masa kini. Banyak anak-anak sekolah itu mengakses film porno dan sejenisnya. Terlebih lagi jika kontrol orang tua di rumah sangat lemah. Anak-anak sekolah sudah boleh dibilang wajib memiliki akun facebook (FB). Melalui media FB ini, mereka rentan berkenalan dengan lawan jenisnya tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Jadilah orang tua serba salah. Bahkan naifnya, guru di sekolah seringkali menjadi kambing hitam, karena dianggal telah gagal mendidik siswanya. Padahal kehidupan siswa itu, 3/4 kegiatannya dalam sehari ada di luar sekolah. Lalu apa sih sesungguhnya cinta itu? Berikut ini penjelasannya. Memahami Cinta Menurut Abdullah Nasih Ulwan (artikel dalam www.dakta.com), cinta itu ada 3 tingkatan:
- Cinta tingkat tertinggi, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya,
- Cinta Tingkat menengah adalah cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat,
- Cinta tingkat terendah; ialah cinta yang lebih mengutamakan cinta kepada keluarga, harta dan masalah dunia dari pada mencintai Allah dan Rasul-Nya
Sedangkan, menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam bukunya yang berjudul "Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu", ada enam tingkatan cinta, yaitu:
- Cinta kepada pencipa, Alloh SWT
- Cinta kepada Rasulullah SAW
- Cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya
- Cinta kepada sesama Muslim
- Cinta kepada sesama manusia
- Cinta atau keinginan selain kepada manusia, seperti harta benda (cinta yang paling rendah)
(dikutip dari blog: http://gadog205.multiply.com]
Dari uraian tentang tingkatan-tingkatan cinta di atas, kita bisa memahami di mana posisi cinta kita saat ini. Sudah masuk urutan ke berapa cinta kita? Sudah saatnya para guru dan orang tua membimbing anak-anak mereka untuk lebih mengenal, apa itu cinta dan bagaimana seharusnya mereka bergaul dengan lawan jenis mereka. Memberikan anak pemahaman tentang makna cinta dalam agama sangat perlu agar mereka bisa "menjaga diri mereka" dari godaan dunia. Walaupun, langkah ini hanyalah salah satu langkah preventif, disamping tanggung jawab sosial dan negara dalam mengatur pergaulan masyarakatnya. Pendidikan berbasis karakter yang dicanangkan pemerintah, seharusnya bukan sekedar tema proyek, tetapi sejatinya benar-benar menjadi pondasi dalam pendidikan di Indonesia. Cinta kepada Alloh SWT dan Rasulullah adalah peringkat utama. Cinta ini harus ditanamkan oleh orang tua dan guru kepada anak didiknya. Jangan sampai cinta kepada sesama manusia (pacarnya) menjadi yang utama dan malah menghancurkan masa depan mereka. Salam Mr. Q www.subkioke.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H