Bulan juni ini, hampir semua sekolah dari jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA di seluruh Indonesia akan menyelenggarakan acara rutin sekolah, yaitu Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Seperti biasanya, sejak dini para panitia PPDB akan bekerja ekstra untuk menjaring para siswa yang tentunya bermutu. Ibarat para nelayan ketika menjaring ikan, mereka akan memasang berbagai macam "jaring" untuk "menangkap" ikan yang bagus. Semakin jarang lubang jaringnya, maka semakin sulit mendapatkan ikan yang bagus. Jadi, setiap sekolah sudah pasti "memasang jaring" dengan menampilkan segudang prestasi sekolah dalam brosur PPDB-nya. Berbagai macam syarat dipatok mulai dari nilai SKHUN, nilai tes, hingga meminta sertifikat prestasi dari calon peserta didik baru (peserta didik adalah istilah lain dari kata siswa).
Saat masa pendaftaran dimulai, biasanya panitia akan menyodorkan beberapa formulir pendaftaran (berupa kertas) yang langsung diisi oleh calon peserta didik baru. Mereka pun harus berantri ria untuk mendapatkan formulir dan rela berdesak-desakan bahkan kerapkali terjadi saling dorong dan saling injak demi cita-cita mereka, yang berharap bisa lolos ke sekolah favorit mereka. Ini tentu kontras dengan sekolah-sekolah yang ada di desa atau di pinggiran kota, dimana panitianya seakan "menjaring ikan sisa" yang tidak laku dijual di kota. Mereka hanya pasrah menerima siswa yang seadanya. Ujung-ujungnya, kualitas pendidikan akan menjadi tidak merata, karena semua berkumpul di satu atau beberapa sekolah tertentu saja. Padahal dari segi sarana dan kualitas guru pengajar, mungkin tidak jauh berbeda. Sehingga terkesan sekolah-sekolah favorit di kota mendapatkan "bahan baku" yang sudah bagus, maka tentunya outputnya juga akan bagus. Celakanya juga, beberapa sekolah sudah "mencuri start" dengan menerima siswa melalui jalur mandiri, atau jalur khusus. Sekalipun bertentangan dengan kebijakan dari Dinas setempat, yang mewajibkan penerimaan secara serentak, toh juga banyak sekolah yang melanggarnya. Dengan sistem seperti itu, setidaknya ada 2 pihak yang dirugikan:
- Sekolah yang tidak favorit akan selalu mendapatkan "limpahan/sisa" dari sekolah yang katanya favorit. Tentu saja berujung kepada masa depan kualitas siswa nantinya. Di sini akan terjadi konsentrasi kualitas siswa di satu sekolah.
- Orang tua siswa akan kelabakan mengambil berkas pendaftaran jika anaknya tidak diteria, dan harus segera berlari ngos-ngosan untuk pergi ke sekolah lain yang masih membuka pendaftaran. Tentu ini merepotkan siswa dan orang tuanya.
Sebuah Solusi Solusi yang dianggap berkeadilan adalah dengan menggunakan sistem pendaftaran peserta didik baru (PPDB) secara online. Sudah banyak Dinas Pendidikan di Kota dan Kabupaten di Indonesia yang menggunakan sistem ini. Bahkan ada yang disupport oleh pihak Telkom. Sekalipun ada kelemahan pada sistem ini, biasanya terjadi di sisi SDM atau panitia yang tidak siap secara penuh (not full ready). Apa keuntungan menggunakan sistem online?
- Data sekolah penerima akan terdaftar secara online. Ini memberikan kebebasan kepada pihak calon siswa/peserta didik baru untuk memilih sekolah yang diinginkan. Di samping itu, Dinas Pendidikan setempat akan diuntungkan dengan adanya data terpusat ini.
- Database pendaftar akan terpusat pada satu atau beberapa server yang sudah ditentukan. Dengan sistem ini, maka panitia bersama akan mudah membuat keputusan untuk penempatan peserta didik baru. Penempatan sebaiknya memperhatikan 2 hal:
- Nilai akademik calon pendaftar
- Lokasi rumah calon pendaftar.
- Dengan sistem online, pendaftar/orang tua pendaftar tidak akan direpotkan dengan penarikan berkas.
- Dengan sistem online, pendaftar bisa mendaftar dari jarak jauh tanpa harus ke lokasi sekolah, kecuali saat tes tulis jika ada. Ini mirip sekali dengan sistem SNMPTN 2012 yang sudah digunakan oleh perguruan tinggi tahun ini.
Sebaiknya sistem online ini dikoordinasikan oleh Dinas Pendidikan setempat, supaya sekolah-sekolah di satu kota/kabupaten bisa merasakan manfaat dan kemudahannya. Tetapi, bagaimana jika dinas pendidikan tidak atau belum bisa melaksanakannya? Untuk sekolah yang sudah ada koneksi internet, bisa mencoba membuat pendaftaran secara online. Ini justru meringankan panitia. Karena dengan mengisi formulir secara online oleh calon peserta didik, maka pantia tidak perlu repot-repot menulis ulang identitas pendaftar. Untuk Pemula Gunakan Googledocs Untuk membuat sistem online secara profesional, memang butuh biaya. Tetapi sekolah masih bisa menggunakan layanan gratis GoogleDocs dari Google. Ini yang yang sedang saya gunakan di sekolah tempat saya. Berikut ini langkah-langkah membuat formulir di GoogleDocs:
- Login dulu ke akun email GMAIL. Jika belum punya, silakan daftar secara gratis di www.gmail.com
- Klik menu Documents pada menu google di bagian atas (lihat gambar di bawah)
- Klik tombol CREATE, lalu FORM
- Lengkapi Desain Form yang diperlukan, sehingga tampil seperti gambar di bawah ini
- Untuk mengedit/mengubah wajah Form, klik menu Form -> Edit Form di dalam googledocs (yang mirip MS Excel).
- Untuk mengubah jenis data, pilih Add Item (berwarna hijau)
- Untuk memberi latar belakang form agar tampil menarik, klik Theme. Pilih Theme yang anda sukai, lalu klik tombol APPLY untuk mengaktifkannya.
- Untuk melihat kembali hasil tampilan form yang sudah final, klik pada Link View di layar paling bawah, (lihat gambar)
- Untuk menggunakan Form di googledocs ini, tinggal copy-paste linknya ke website atau blog sekolah anda
Selamat menjaring siswa secara Online Berikut ini gambar proses pembuatan form online:
[caption id="attachment_193435" align="aligncenter" width="598" caption="Langkah 3. Lengkapi Desain Form"]
[caption id="attachment_193436" align="aligncenter" width="638" caption="Langkah 4. Klik link view di paling bawah layar, akan tampil Form yang sudah jadi (cantik bukan?)"]
[caption id="attachment_193437" align="aligncenter" width="596" caption="Langkah 5. Kembali ke halaman awal google docs, lihat database dalam email di documents gmail"]
[caption id="attachment_193438" align="aligncenter" width="974" caption="Langkah 6. Ganti jenis Data dan Tema (latar belakang form)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H