Tulisan ini kudedikasikan untuk Ibu Tiriku yang pernah mengasuh dan mengasihiku hingga ajal baru saja menjemputnya saat aku sudah sukses dalam karir dan keluarga.
Air mataku tak kuasa untuk tidak menetes saat menulis ini. Betapa tidak, aku secara sadar menuntun Ibu Tiriku dalam perjuangannya menghadap Rabbnya, dalam dekapan Sakaratul Maut. Tak henti-hentinya aku membacakan Surat Ya Sin dan Tahlil untuknya seorang. Wahai Ibu Tiriku, selamat jalan menghadap Rabbmu, semoga semua amal kebaikan yang telah Ibu berikan untukku seorang, sejak kecil hingga akhir hayatmu diterima oleh Alloh SWT dan semua dosa Ibu diampuni oleh-Nya.
Takdirku
Kisah nyata ini terjadi di sebuah dusun kecil di kaki lereng Gunung Rinjani bernama Dusun Asmalang (Desa Lenek) dan Dusun Sukarema (Desa Kalijaga), Kecamatan Aikmel, Kab. Lombok Timur-NTB.
Sejatinya, setiap laki-laki dan perempuan adalah dua makhluk yang diciptakan untuk bisa saling melengkapi. Dengan janji suci syahadat pernikahan, semua hal yang diharamkan oleh Alloh seketika berubah menjadi Halal. Dalam biduk yang bernama keluarga, dua makhluk dipersatukan atas dasar saling cinta. Sehingga diharapkan akan terjalin kehidupan yang harmonis, mawaddah, wa rahmah. Keluarga yang diberkati oleh Alloh SWT melalui perjanjian yang berat (mitsaqon ghalizho) yang bernama akad-nikah.
Alkisah. Dari hasil perkawinan dengan istri yang ke-enam itu, lahirlah seorang anak laki-laki yang normal. Anak itu tumbuh dengan sempurna, dan tampak kepintaran dalam perangainya. Begitulah diceritakan orang-orang tua di kampung itu.
Waktu terus berjalan. Entah apa sebabnya, tiba-tiba langit menjadi mendung dan gelap gulita. Hujan turun dengan derasnya. Tak satu pun manusia di kampung berani untuk keluar rumah. Sepertinya cuaca begitu muram hari itu.Entah apa yang terjadi.
Tiba-tiba seorang laki-laki di sebuah rumah bedeq sederhana itu, bertengkar dengan istrinya. Pertengkaran begitu sengit hingga terjadilah sesuatu yang sangat dibenci oleh Alloh yaitu Thalaq (perceraian). Setelah jatuh thalaq, tinggal urusan anak tunggalnya yang sudah beranjak umur 2 tahun itu belum diurus. Sang ayah ngotot mau membawa anak ini, dan sang ibu pun merasa lebih berhak mengasuh anak ini.
Sang ayah terkenal orangnya sangat temperamental. Tak satu pun yang berani melawanya kalau sudah naik darahnya. Konon laki-laki itu punya ilmu sakti mandraguna dan sangat berpengaruh di kampung. Karena saat kepemimpinannya sebagai Kepala Kampung/Kepala Dusun, akhirnya semua maling tidak berkutik dan membuat kampung jadi aman.
Maka terjadilah perebutan sang anak. Sang ayah ini mengancam istrinya yang baru saja diceraikannya, "kalau kamu tidak mau menyerahkan anak itu kepada saya, maka mari kita bagi dua saja anak itu. Kamu sebelah dan saya sebelah". Demikian ancaman kesetanan dari laki-laki itu kepada istrinya yang lemah tak berdaya. Sementara sang istri itu terkenal baik hati, pendiam, dan parasnya lumayan cantik. Tak kuasa lah dia membendung air matanya. Maka dengan berat hati dia menyerahkan anak semata wayang itu kepada bekas suaminya. Hancur lebur perasaan perempuan berparas manis itu, hingga tak terasa tubuhnya yang berisi itu lama-kelamaan menjadi kurus laksana pohon pisang yang hampir mati.
Dalam Dekapan Ibu Tiri