Mohon tunggu...
Subiharto (Bejo)
Subiharto (Bejo) Mohon Tunggu... -

Aku akrab disapa Bejo. Tapi, aku tetap saja Aku. Aku bukan kamu, begitu pula sebaliknya. Aku hanya seorang manusia yang sedang belajar "memahami hidup" dan yang Aku mulai dari mencari tahu "tentang kehidupan." Mencoba menata barisan huruf menjadi kata, kalimat, paragraf, dan hingga bisa disebut tulisan (opini, essai, dll) aku jadikan bagian hidupku menjalani kehidupan ini. Kiranya, itulah Aku.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Lupa

19 Januari 2010   10:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:23 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keberadaan bangunan tua peninggalan sejarah nenek moyang kian hari kian mengenaskan. Coretan memenuhi tiap sisi bangunan, salah satunya. Kebanyakan acuh bahkan sama sekali tak perduli keberadaannya. Apa untungnya? Mungkin itu pertanyaan yang muncul dari diri mereka yang terlanjur tak perduli.

Pemberitaan di <em>Suara Merdeka</em> beberapa minggu lalu tentang akan dibangunnya Mall di kawasan tanah milik TNI AD, menarik perhatian beberapa kalangan. Bahkan muncul issu Salatiga bakal menjadi kota Mall. Sebegitukah? Bisa jadi kalau memang hal itu terwujud. Melihat hampir sebagian dari kota kecil itu telah dipenuhi pertokoan dan sejenisnya.

Hal tersebut—pembangunan Mall—memancing aksi dari beberapa kalangan. Dari akademisi dan beberapa elemen masyarakat spontan menolak rencana pembangunan itu. Entah apa yang ada dibenak mereka—yang akan membangun Mall—hingga ingin melenyapkan bangunan tua itu demi Mall. Tidak adakah tempat lain?

Manusia ini makhluk yang tak pernah puas. Tak menutup kemungkinan, (jika) keberhasilannya melenyampkan bangunan tua itu demi pembangunan Mall, mereka akan menuju tempat lain lagi. Toh yang dulu tak masalah. Anggapannya, jika semua berjalan lancar.

Pemberitaan itu memancing kesimpulan bahwa kepedualian akan peninggalan sejarah tidak ada. Bagi beberapa kalangan.

Sepertinya kita perlu mengingat apa yang pernah di gemborkan presiden pertama kita, Soekarno. Jas Merah (jangan sekali-sekali melupakan sejarah), itulah intinya. Dengan keberadaan bukti peninggalan itu, kita serta anak cucu akan mudah mengingat. Mengenang sebelum melangkah ke penyadaran untuk meneruskan perjuangan mereka—pejuang masa lalu.

Dimasa sekolah, sejarah menjadi salah satu bagian yang wajib dipelajari. Menghargai peninggalan sejarah menjadi himbauan bahkan tuntutan wajib bagi siswanya. Dan siswa mengamini itu, meski tak begitu tahu maksud sebenarnya.

Menghargai masa lalu itu sangat penting. Keberadaan kita kini karena masa lalu. Hidup enak kita kini karena masa lalu. Goenawan Mohamad pernah mengatakan, ”... masa depan, juga masa kini hanya bisa berarti karena masa lalu.” (Hanuman—<em>Tempo, 17 Maret 2002</em>). Egois kita jika menghargai masa lalu saja tidak bisa.

Menjaga bukti peninggalan sejarah merupakan sebagian bukti menghargai perjuangan leluhur. Menengok kembali sejarah, meski tak sepenuhnya menjadi penting untuk membuka diri menghargai perjuangan mereka—leluhur.

Rasa nasionalisme nampaknya tak ada lagi. Lupa atau melupakan, hingga peninggalan sejarah menjadi sasaran nafsu demi materi. Entah. Tapi, yang jelas rencana itu—pembangunan Mall—ada. Sadarkah mereka bahwa apa yang hendak mereka lakukan itu akan berdampak pada punahnya sejarah berawal dari peninggalannya? Semoga!

Subiharto
Cipete, 11 Januari 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun