Sejatinya, FB adalah produk teknologi, moda komukasi baru, sekaligus alat yang berfungsi menjadi “organ-virtual”. Artinya, ada manfaat yang dapat dipetik dari FB, seperti memudahkan penyebaran informasi, dan membongkar sekat spasio-temporal dalam komunikasi.
Menariknya, ternyata FB pun memproduksi momen-momen eksistensial.
Pertama, “melalui” dan ” di dalam” FB, seseorang dapat menemukan kebermaknaan. Hal ini tampak dari ekstase dalam relasi status-komentar. Ketika status seseorang dikomentari, ia merasa ada kepuasan, bak seseorang yang dahaga di tengah padang pasir, dan menemukan oase. Ekstase yang mirip dirasakan mistikus yang tengah trans. karena itu, tak aneh, status FB dijejali aneka hasrat yang saling berkontestasi menemukan sublimasinya. Bahkan mungkin, ada yang menemukan “diri” nya di FB, karena dalam rimba kehidupan konkret ia mengalami keterasingan,kekalahan dalam kompetisi hidup.
Kedua, FB dihayati bukan saja sebagai alat (ekternal), tetapi menjelma menjadi “organ-virtual”. sehingga, jika seseorang tidak FB-an, seolah kehilangan “sesuatu” dari dirinya. FB telah “men-tubuh”! karena itu, FB sebenarnya telah memperluas makna Aku. Aku menggelembung demikian rupa memenuhi jejaring FB.
Ketiga,FB menjadi semacam, meminjam istilah Hawking, black-hole, lubang hitam yang dengan daya gravitasinya yang maha dahsyat menyedot jiwa siapapun untuk “masuk” ke dunia-virtual FB. Karena itu, terjadi ketidaksingkronan dalam pengalaman spasialitas: dimana tubuh bisa jadi ada di ruang kelas, tetapi jiwanya menghuni “ruang-virtual” FB. FB “mencuri” jiwa dari jasadnya!
Wa Allahu a’lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H