“Selamat datang, wahai orang-orang yang telah melaksanakan jihad kecil dan masih tersisa bagi mereka jihad akbar,” demikian Rasulullah berpesan saat menyambut pasukan yang baru kembali dari suatu peperangan. Orang-orang bertanya, apakah makna jihad akbar (terbedar) itu. Rasulullah menjawab,”jihad melawan diri sendiri (jihad al-nafs)”. Bagaimana jihad melawan diri sendiri itu?
Manusia Dua Dimensi
Manusia terdiri dari dimensi lahir (mulki), dan dimensi batin (malakuti). Pada dimensi lahir, terdapat tubuh yang memiliki tujuh kawasan (iqlim), yaitu telinga, mata, mulut, perut, alat kelamin, tangan dan kaki. Tujuh kawasan tersebut dibawah pengaruh daya imajinasi (wahm). Jika kondisi ini dibiarkan, maka setan pun mudah mempengaruhi seseorang, dan jiwanya menjadi kerajaan setan. Agar hal ini tidak terjadi, akal harus mengambil alih kendali dari daya imajinasi. Inilah peperangan yang sesungguhnya. Jiwa manusia adalah medan pertempuran antara pasukan Allah bersama akal, dengan pasukan setan bersama imajinasi. Setan harus diusir dari kerajaan hati, dan imajinasi harus ditundukkan, dikendalikan oleh akal dan syariat. Bagaimana cara memenangkan peperangan tersebut?
TAHAP I: JIHAD DIRI DALAM DUNIA LAHIR
Imam Khomeini mengartikan jihad akbar sebagai, “usaha manusia untuk mengendaikan seluruh daya dan kekuatan fisiknya untuk patuh pada semua perintah Allah dan dibersihkan dari dari seluruh unsur setan dan kekuatannya dalam diri kita”.
Di dunia lahir, jihad akbar melalui beberapa tahap:
Pertama, tafakkur (perenungan). Tafakur adalah meluangkan waktu, walaupun sedikit, untuk merenungkan tugas-tugas kita terhadap pencipta dan penguasa kita—yang telah menghadirkan kita di bumi, yang telah menganugerahkan nikmat, dan kesenangan hidup, yang melengkapi kita dengan tubuh, baik daya maupun indera yang sempurna untuk berbagai tujuan, yang telah mengutus para nabi untuk membimbing kita.
Kedua, ‘Azm (bertekad kuat). Bersungguh-sungguh, bertekad kuat untuk membersihkan diri dari dosa, melaksanakan seluruh perinta-Nya, bersikap selayaknya manusia berakal dan beragama. Bersungguh-sungguh untuk hijrah pada Allah. Yang paling mudah untuk adalah meniru Rasululah. Yang perlu diingat, tidak mungkin seseorang menempuh jalan makrifat Ilahiah kecuali mulai dari perintah syariat lahiriah. Tanpa hal ini, mustahil cahaya pengetahuan ilahi dan kearifan mencapai hati. Berdoa agar Allah membantu dalam menapai tujuan. Dan mintalah syafaat Nabi dan keluraganya agar kita medapatkan curahan rakhmat, dan terhindar dari jurang kebinasaan spiritual.
Ketiga, Musyarathah (pengondisian Diri). Musyaratahah adalah mengikatkan diri dengan ketetapan hati untuk tidak melakukan apa pun yang bertentangan dengan perintah Allah. Bentuk lahiran praktisnya sebagai berikut: tetapkanlah dalam hati,”aku tidak akan melanggar hukum Allah hari ini”. Artinya, kita memaksakan diri untuk mematuhi janji ini hanya satu hari. Ini sangat mudah, sangat, sangat mudah!
Keempat, Muraqabah (pengawasan diri). Mengawasi diri sendiri ini meliputi kewaspadaan terhadap segenap pikiran yang muncul untuk melangar perintahah Allah. Kita harus sadar betul bahwa, pikiran seperti itu ditanamkan oleh Iblis dan sekutunya untuk menggoyahkan kesungguhan. Karena itu, kita mesti mengutuk Iblis, secara berlindung pada Allah, memupus semua pikiran itu dari hati.
Kelima, Muhasabah (menghitung dan menilai diri). Di penghujung hari, malam hari, adalah saat yang tepat untuk muhasabah dan melakukan perenungan yang mendalam. Apakah yang perlu kita enungkan? Apapun yang kita lakjukan selam asatu hari, apakah kita menepati janji, setia pada-Nya. Jika “ya”, maka berterimaksilah pada Allah karena –Nya lah kita mampu melakukannya. Dengan demikian, kita telah maju selangkah ke arah-Nya. Dan jadi sasaran perhatian-Nya. Insya Allah, Dia akan membantu di hari-hari berikutnya. Peraktek ini perlu dibiasakan. Jika telah menjadi kebiasaan, maka akan terasa ringan. Kita akna mendapatkan bukti bahwa, kepatuhan akan membuat kita mersakan kenikmatan. Mohon ampunlah pada-Nya , dan berhati-hati untuk langkah selanjutnya.
Keenam, Tadzakkur (Mengingat Allah). Mengingat Allah berarti mengingat seluruh rahmat yang telah dianugerahkan. Secara fitri, manusia cenderung mengenang dan berterimaksih pada siapapun yang: 1) memberi sesuatu tanpa pamrih. Hidup beserta segenap yang menyertainya, indera lahiriyah, daya batin, dan pengutusan para nabi untuk membimbing kita guna menggapai kebahagiaan sejati. 2) berpengaruh, berkuasa, raja-raja. Karena itu, mengingat berarti juga penghormatan pada Yang Mahabesar, Raja Diraja. Jika kita gagal memuliakan-Nya, kita pun malu akan kehadiran Allah. Padahal, Allah selalu hadir. Mungkinkah kita bermaksiat di hadapan-Nya? La hawla wa la quwata illa billah (tiada daya dan kekauatan kecuali dengan Allah).
TAHAP II: JIHAD DIRI DI DUNIA BATIN
Pertempuran sebenarnya terjadi di wilayah batin, pada dimensi malakuti. Pertarungan pasukan Allah dengan pasukan setan. Siapapun yang memenangkan pertarungan akan menguasai kerajaan jiwa. Semoga Allah melindungi kita dari kekuatan setan dalam diri kita.
Untuk itulah, kita perlu tahu daya-daya batin. Tiga di antara daya batin adalah: al-quwwah al-wahmiyah (daya imajinasi), al-quwwah al-ghadhabiyyah (daya amarah), dan al-quwwah al-syahwaniyyah (daya syahwat). Daya-daya tersebut memiliki kemanfaatan dalam pelestarian spesies di dunia dan akhirat. Dan yang terpenting, daya-daya tersebut menentukan karakter atau watak (malakah) baik atau buruk, serta dasar bentuk ghaib kita.
Manusia terdiri dari bentuk lahir, dan bentuk wajah batin, ghaib serta bersifat malakuti yang bergantung pada karakter dan struktur batinnya.
Jika watak kesyahwatan (al-malakah al-syahwaniyah) dan kebinatangan (al-malakah al-bahimiyyah) yang mendominasi, maka kerjaan batinnya menjadi hutan rimba, tampilan malakutinya tampak seperti binatang. Jika daya amarah atau kebuasan (al-sabu’iyyah) mendominasi, maka kerajaan batinnya ditegakkan oleh hukum kekejaman, dan bentuk malakutinya menyerupai salahsatu binatang buas. Jika daya imajinasi atau manipulasi (syaithanah) menjadi watak batin, sehingga watak-watak setan (malakat syaithaniyyah), seperti tipu muslihat, kecurangan, namimah (adu domba), dan menggunjing (ghibah) menjadi wataknya, maka tampilan ghaib, malakutinya layaknya setan. Namun, bisa jadi juga kombinasi beberapa watak binatang, yang mengakibatkan bentuk malakutinya tidak menyerupai salahsatu binatang, tetapi kombinasi yang aneh, mengerikan, sekaligus menjijikan yang tidak menyerupai satu binatang pun yang ada di dunia ini. Singkatnya, hanya orang-orang yang mampu membuat dirinya sebagai manusia saja yang akan dibangkitkan dalam rupa manusia.
Mengatur Naluri
Daya-daya tersebut selalu berupaya memenuhi, mencapai tujuannya. Ketiga daya di atas akan menjadi pasukan Allah bila tunduk pada akal dan ajaran para nabi. Para nabi tidak memerintahkan kita untuk menghancurkan tiga daya itu, namun mengendalikan, mengekang, dan menundukan daya-daya itu di bawah perintah akal dan hukum Allah.
Mengendalikan Daya Khayal
Daya hayal seperti burung yang tak kenal lelah terbang, hinggap dari satu ranting ke ranting yang lain. Burung hayal ini merupakan alat iblis untuk menyeret manusia pada jurang kesengsaraan. Karenanya, burung hayal mesti dikurung, tak membiarkannya menembara ke sana ke mari, hinggap di dahan-dahan fantasi yang merusak. Memang, pada awalnya, tidak mudah karena Iblis memanipulasi keburukan sebagai keindahan. Namun, sebenarnya, dengan sedikit konsentrasi dan kewaspadaan, semuanya akna terasa mudah. Hayal semestinya diarahkan pada sesuatu yang luhur dan mulia.
Bisa dibuat percobaan kecil dengan mengendalikan satu hayalan dan mengawasinya dengan ketat. Bila ia mulai memfantasikan pada sesuatu yang tak senonoh, alihkan ia pada sesuatu yang halal, dan luhur. Sekali berhasil, bersyukurlah pada Allah yang telah membantu. Lanjutkan usaha seperti ini lebih jauh. Inti dalam level ini adalah kewaspaan terhadap semua hayal atau pikir yang buruk, bejat, kotor. Bila kita mampu mengendalikan daya hayal ini, kita patut berharap banyak pada perjalanan spiritual kita.
Muwazanah (menimbang manfaat-mudharat)
Salahsatu bagian penting dalam jihad di wilayah batin ini adalah muwazanah, yakni menimbang untung-ruginya suatu watak dan akhlak buruk, hasil dari syahwat, amarah, dan imajinasi yang dikiaai setan, dan membandingkannya dengan untung-rugi berwatak dan berakhlak baik yang merupakan produk dari ketiga daya itu pula tapi dibawah kendali akal dan syariat, lalu memutuskan mana yang lebih baik.
Penderitaan di dunia bersumber dari daya-daya naluriah yang tak mengenal batas, dan selalu tertarik pada sesuatu yang tak dimilikinya. Semua perbuatan kita akan ditampakkan di akhirat. Bayangkan bila yang dihadirkan adalah segenap perbuatan buruk kita. “Dan mereka akan menemukan apa yang telah mereka perbuat ( hadir di hadapan mereka). (QS al-Kahfi [18]: 49)
Cara Menyembuhkan Penyakit Moral
Obat terbaik yang dianjurkan adalah memusatkan perhatian pada masing-masing watak buruk yang ada dalanm diri, bertekad kuat untuk melawannya selama-lamanya. Jika hal ini lakukan, maka insya Allah, akan ada perubahan, dan kebiasaan baik akan mengganti kebiasan buruk.
Dikutip dari: Imam Khomeini, 40 Hadits: Telaah atas Hadits-Hadits Mistis dan Akhlak, terj. Musa Kazim, Bandung: Mizan, 2004
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H