Mohon tunggu...
Subhanallah Ramdhan
Subhanallah Ramdhan Mohon Tunggu... -

Masih Dalam Proses......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akselerasi Dihentikan, “Pemerintah Mah Gitu, Sukanya Coba-coba”

21 Juni 2015   19:25 Diperbarui: 5 Juli 2015   10:34 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada beberapa tahun yang lalu akselarasi adalah salah satu program pemerintah yang sangat diunggulkan oleh pemerintah. Program ini dibentuk guna menjembatani kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh berbagai anak yang membutuhkannya. Pemerintahpun sudah mengedarkan keputusan mengenai pembentukan program akselerasi ini sesuai dengan Undang-undang Pemerintah No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 52 yang berbunyi “Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus”.
Pada program ini seorang anak akan diberikan materi “yang lebih tinggi” dari teman-temannya diusia yang sama atau bahkan diberikan materi yang sama dengan kakak kelasnya yang berada diatasnya. Pada program ini seseorang yang dianggap memiliki kelebihan dibanding teman-temannya akan digembleng dan diberikan treathment khusus dan pada akhirnya akan membuka kesempatan kepada orang-orang yang memiliki “kecerdasan” lebih untuk dapat bisa mencicipi pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya.
Masih teringat beberapa tahun yang lalu Universitas Gadjah Mada (UGM) mengumumkan bahwa telah meluluskan seorang dokter yang tercatat sebagai dokter paling muda di indonesia bahkan telah mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) . Selanjutnya jika ditanya bagaimana ia bisa mendapat penghargaan itu maka jawabannya adalah karena ia telah mengikuti program akselarasi pada tingkat SMP dan SMA. Walau tidak menafikan bahwa banyak faktor lain yang membuat ia bisa mendapat penghargaan itu.
Akan tetapi sejalan bergulirnya waktu salah satu program unggulan ini, mulai ditinggalkan dan dinilai tidak efektif. sehingga pada puncaknya setelah kurikulum 2013 (K13) digulirkan program ini pun benar-benar dihapuskan dari semua sekolah yang ada di Indonesia. Setiap sekolah di Indonesia yang mempunyai program ini mau tidak mau harus menghentikan segala aktifitas yang terkait hal ini. Beberapa hal yang menjadi alasan pemerintah, seperti yang dilansir di jpnn.com , wakil kemendikbud bidang pendidikan, musliar kasim menjelaskan bahwa pengahapusan ini karena adanya kesan “terpaksa” dari sang anak untuk memperoleh “materi yang penuh” serta adanya kesalahan dari proses penerimaan para siswa di kelas akselerasi bukanlah orang yang tepat, karena yang diambil hanyalah siswa yang rajin dan tidak memakai patokan Intelectual Quotion (IQ). Selain itu proses belajar anak berbakat yang cenderung lama dianggap merampas hak sang anak untuk berinteraksi dengan lingukungan sekitarnya. Berbagai hal yang dianggap negatif bagi pemerintah sehingga membeerlakukan pendidikan yang menjembantani kemampuan anak berbakat tersebut.
Sebagai tindak lanjutnya pemerintah mengemukakan bahwa program Akselerasi akan diganti peminatan yang tetap ditempuh dalam tiga tahun pelajaran, akan tetapi yang terasa “aneh” adalah adanya wacana bahwa anak kelas tiga kelas peminatan bisa sambil mengambil SKS di kampus yang telah menjalin kerja sama dengan sekolahnya sehingga anak bisa tetap lulus dengan cepat. Bukankah hal tersebut malah hampir sama dengan program akselerasi? Ataukah hanya akselerasi tapi dengan nama lain seperti pergantian antara EBTA menjadi EBTANAS, UNAS menjadi UAN, dan hal-hal lain yang terjadi di indonesia yang mempunyai nama yang berbeda tapi “rasa” nya tetap sama?.
dari hal-hal yang telah dikemukakan oleh pemerintah mengenai keterpaksaan anak dan masuknya anak “non-gifted” yang masuk di tataran program akselerasi hal tersebut adalah hal-hal teknis yang perlu diperhatikan cara pengelolaannya, dengan manajemen yang baik tentu sebuah program akan berjalan dengan sebagaimana mestinya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan peran psikolog dalam proses perekrutan atau audisi para siswa yang akan ikut kelas akselarasi serta proses pendampingan para anak berbakat ini sehingga yang benar-benar masuk adalah para anak yang memang sudah memenuhi kualifikasi anak-anak berbakat. Seperti yang telah disebutkan oleh Renzuli (1968, dalam Wahab, 2005) bahwa peran seorang guru menduduki rangking pertama dalam menentukan keberhasilan sebuah program pendidikan. Dalam hal ini yang memerlukan perhatian yang besar adalah bagaimana seorang guru, konselor atau psikolog dalam menjaring anak-anak berbakat yang akan dimasukkan dalam kelas akslerasi ini.
Sedangkan untuk permasalahan aktivitas yang terkurangi karena jam masuk yang terlalu lama, maka hal tersebut memang menajdi kendala tersendiri bagi anak yang mempunyai kemampuan diatas-rata ini. dari penelitian disebutkan bahwa anak yang gifted cenderung memiliki kesulitan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman-teman sejawatnya, hal itu dikarenakan anak berbakat memiliki kecenderungan untuk menyendiri, bahkan jika tidak menyendiri maka anak tersebut biasanya ingin populer dan kurang bisa untuk bekerja sama dalam kelompoknya (Munandar, 2002).
Walaupun begitu setiap program tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, akan tetapi dari semua hal tersebut yang perlu diketahui mengenai kelemahan dan kekurangan penggunaan metode akselerasi dalam membina anak-anak berbakat dan hal tersebut tentu pasti akan terus beriringan, jadi alangkah lebih baiknya jika metode yang telah dipakai dan telah terbukti dapat mencetak para calon-calon kader bangsa ini dapat diperbaiki sistemnya saja, tanpa merubah esensi dari program itu sendiri, apalagi jika harus ada sistem baru yang hampir serupa dan belum terbukti efektivitasnya. Sehingga pemerintah dalam pembuatan program tidak terkesan ogah-ogahan dan selalu coba-coba terhadap hal yang sudah dihapuskan sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun