Kesetaraan gender, beberapa tahun yang lalu sempat menjadi bahan hangat di kalangan masyarakat. Isu-isu mengenai ini ditandai dengan banyaknya wanita yang menuntut kesetaraan hak dan kewajiban dan pengakuan dari pihak lain agar bisa “menjadi sama” seperti para lelaki.
Awalnya sih saya tidak apa-apa, karena yang dituntut hanyalah berupa sebuah hak agar para wanita diakui oleh para kaum laki-laki aikdalam segi pemikiran, kinerja dan hal-hal lainnya agar tidak ada lagi penindasan di dunia kita tercinta. Akan tetapi lama-kelamaan cakupan kesetaraan hak ini mulai makin luas, sehingga tidak ada lagi batasan mana hal yang pantas bagi laki-laki dan mana yang pantas bagi perempuan. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya para perempuan tampan yang berseliweran di sana-sani dengan gaya cool dan masukulin, serta banyaknya cowok-cowok cantik yang sudah tidak segan untuk memakai pernak-pernik dari cewek mulai tidak malu memakai bando, pakaian ketat khas cewek, make up an dan hal-hal lain yang saya bingung untuk menjabarkannya.
Dahulu bapak-bapak kita sering mengajak kita untuk berkunjung ke sawah, mencangkul, mencari pakan sapi dan hal lain yang berhubungan dengannya (maaf ini hanya perspektif anak desa, jadi saya tahunya ya kebiasaan di desa saya), ataupun ibu-ibu yang mengajari anak perempuan untuk belajar memasak, mencuci baju atau hal-hal yang berkaitan dengan keperempuanan. Hal-hal ini tentu bukan tanpa maksud tertentu kan tetapi para “tetua” kita memberi batasan kepada kita mengenai hal apa saja yang “pantas” dilakukan oleh seorang lelaki dan mana saja yang baik bagi seorang perempuan.
Banyaknya mengenai fenomena cewek ganteng dan cowok cantik ini sebenarnya adalah suatu hal yang sangat miris, saya takut hal yang terkesan “membiarkan” para pemuda-pemudi untuk berperilaku sedemikian rupa dapat menyebabkan mereka pada sebuah kelainan seksual, karena pada dasarnya penyebutan terhadapn normal tidaknya sebuah perilaku seksual dibatasi oleh pandangan budaya yang membelit kita, dan kita tahu bahwa pandangan mengenai fenomena cewek dan cowok “jadi-jadian” (maaf) adalah suatu hal yang sangat tabu dan kadang menuai penolakan dari berbagai kalangan.
Akan tetapi yang lebih saya takutkan bahwa akan adanya gangguan dalam diri seseorang yang yang disebut gangguan identitas gender, yaitu sebuah keadaaan dimana seseorang tidak nyaman atau dengan anatomi seksualnya, ia merasa bahwa badannya menolak “kenyataan” bahwa dirinya dilhairkan sebagai laki-laki ata perempuan, sehingga ia akan mencoba “melawan” anatomi nya itu dengan berperilaku selayaknya gender yang ia inginkan.
Salah satu contoh “pembiaran” menurut saya adalah banyaknya tayangan televisi yang menayangkan peran cowok cantik atau sebaliknya, sehingga hal itu bisa membuat para para pemuda-pemudi kita merasa hal itu sebagai sebuah hal yang biasa dan tidak apa-apa.
Oleh karena itu kita harus benar-benar menjaga dan mendidik anak kiat dengan setepat-tepatnya dan dengan cara-cara yang wajar agar mereka tahu batasan dan koridor mereka ada dimana, sehingga ia tidak merasa bahwa “kenyataaan” tidak sesuai dengan harapannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H