Mohon tunggu...
Subhanallah Ramdhan
Subhanallah Ramdhan Mohon Tunggu... -

Masih Dalam Proses......

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Aktif = Baik perlu Disayang, Terlalu Aktif= Bandel Harus Dihajar, Why?

2 Desember 2014   00:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:18 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seringkali dalam dunia pendidikan istilah baik tidaknya seorang anak dianggap dengan bagaimana ia berinteraksi dengan sang guru, seseorang yang dianggap sebagai anak yang baik adalah seorang anak yang manut atau menurut terhadap apa yang diperintah guru, disuruh kebarat ya, ke timur juga Ok, akan tetapi ada juga yang menganggap anak baik adalah anak yang aktif di kelas, ikut les, ikut pramuka atau kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler lainnya.

Banyak dari para guru atau kadang para orang tua yang menjadikan seseorang yang aktif dalam kegiatan-kegiata yang ada di dalam ataupun di luar sekolah (yang tentu dalam koridor pelajaran, les misalnya) akan menjadikan siswa tersebut sebagai siswa yang harus dicontoh atau lebih gampangnya dijadikan murid teladan. Seorang anak yang aktif memang mempunyai nilai plus dari anak-anak yang cenderung pasif dan tidak memberikan feed-back kepada sang guru, anak-anak yang aktif cenderung diketahui oleh gurunya sehingga dengan itu sang guru dapat dengan mudah mengetahui seberapa berhasilkah ia dalam mentransformasikan keilmuannya kepada para muridnya, akan tetapi berbeda dengan anak yang pasif dan hanya mendengarkan guru dan tidak memberikan tanggapan apa-apa terhadap gurunya.

Beralih kepada topik lain, jika seorang yang aktif dianggap baik dan orang yang pasif sedikit dianggap kurang, bagaimana jika kasusnya adalah terlalu aktif atau kerennya disebut sebagai hiperaktif dan dalam konsep psikologinya disebut dengan anak ADHD atau Atttension-Deficit-Hiperactivity. Anak didik yang hiperaktif ini cenderung mbelenger dan tidak mendengar apa yang dikatakan oleh gurunya.

Mungkin dengan bahasan sekilas itu maka anda akan memikirkan konsep anak badung, bandel, nakal dan berbagai konsep lain yang mempunyai arti sama tapi bahasa yang berbeda. Tapi saya tegaskan bukan! anak yang mengidap gangguan ini cenderung tidak mengontrol dirinya berbeda dengan anak bandel “biasa” yang dalam berbuat masih dilatarbelakangi suatu hal. Misal dalam membuat gaduh, anak yang bandel biasa dalam membuat kegadhan itu biasanya dilakukan dengan mtif tertentu misal ia membuat kegaduhan agar dapat perhatian dari teman-temannya, atau membuat kegaduhan agar tetap dianggap sebagai jagoan di mata teman-temannya, akan tetapi berbeda dengan anak yang mengalami gangguan ADHD ini mereka secara tiba-tiba membuat gaduh, keributan, lari-lari ga jelas, loncat sana-loncat sini, sehingga anak dengan gangguan ini harus mempunyai perlakuan dan kesabaran ekstra dari gurunya.

Akan tetapi mungkin para pemirsa (hehehe), akan mengatakan bahwa hal itu sudah berbeda yang satu aktif dalam kegiatan ekskul sedang yang satu aktif dalam kacamata yang berbeda, dan saya katakan benar bahwa keduanya berada dalam kecamata yang berbeda. Akan tetapi yang saya tekankan disini adalah ketidakberpihakan pihak sekolah terhadap anak yang bandel “biasa” atau bandel “karena ADHD”, anak yang sering membuat gaduh dan nakal sering kali dicap jelek bahkan sering dijadikan sasaran pengkambing hitaman dari berbagai pihak baik oleh teman-teman sebaya atau dari para oknum guru, bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali oknum guru yang melakukan tindak kekerasan kepada para murid yang mereka anggap “membangkang” dan “bandel”.

Sehingga perlu ditekankan lagi bahwa entah anak itu bandel karena ADHD atau bandel “biasa”, semua anak didik tentu mempunyai potensi masing-masing, anak yang badung dan bandel pun tentu mempunyai hal yang patut dibanggakan, seorang anak didik tentu ada kalanya ingin dipuji dan dihargai sehingga seorang tugas seorang guru adalah menumbuhkan motivasi dalam diri siswa tersebut. Jika guru bisa memuji siswa yang aktif dalam keiikutsertaannya dalam kegiatan kenapa terhadap siswa yang “aktif” model ini tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun