Musda ke-XIV KNPI Maluku telah diselanggarakan. Polemik terus berdatangan. Ancaman resesi menghantui tubuh KNPI hari ini. Mereka menganggap, satu-satunya agenda untuk menyelamatkan KNPI dari ancaman resesi dengan memberikan tarif pendaftaran senilai 10 Juta. Ancaman resesi sendiri diakbatkan olef deflasi berupa kurangnya jumlah uang yang beredar. Bagaikan suatu negara yang tidak memberikan stimulus kepada masyarakat.
Akibatnya, KNPI 0 Rupiah pun digaungkan seolah memberikan pesan moral. Namun, anggapan bahwa KNPI adalah organisasi tanpa mahar hanyalah  harapan yang sirna. Bagi lainnya "Obsesi" menjadikan KNPI sebagai organisasi bisnis harusnya menjadi kebutuhan primer. Padahal  KNPI harus menjadi role model anak muda masa kini "Mempertahankan idealisme di era disrupsi" dengan memperkokoh nilai-nilai moral.
"KNPI Penyatuan" inilah tema yang yang diangkat pada Musda ke-XIV tahun ini. Mungkin hanya sekian orang yang disatukan atas hasrat kekuasaan. Atas nama kekuasaan mereka mempertontonkan badut-badut yang sedang mengandarai KNPI. Atas nama kekuasaan, Musda yang ke-XIV hari ini  melahirkan pemuda-pemuda  premature. Atas nama kekuasaan, harga diri mereka digadaikan.Â
Dalam sambutan terlihat secara tegas dan gagah "KNPI harus menjaga persatuan bukan persatean" (Ucap Bung Umar dalam sambutannya). Tapi perseteruan bahkan lahir dari mereka yang menginginkan perpecahan. Adapula yang mengatakan "Pemilik saham terbesar KNPI adalah Cipayung Plus", (Ucap Bung Faisal). Ini semacam memberikan petunjuk bahwa Cipayung Plus merupakan investor (pemilik modal) dalam tubuh KNPI. Â
Wajar saja, jika proses penjaringanya mencari "pemilik modal utama" menjadi pilihan yang mutlak. Apalagi mereka merasa kuat dan tak tersentuh, sebab relasi dengan kekuasaan semakin menyatu.Â
Apa bedanya mereka dengan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM) korporat besar yang membabat hutan keramat di Sabuai. Atau PT. Balam Energi dan PT. BGP Indonesia, atas nama kerakusan mereka rela menganggap masyarakat adat sebagai ancaman memperoleh keuntungan.
Ini bukan lagi roasting dalam acara stand-up comedy yang memang tujuan utamanya untuk memancing tawa. Tapi, banyolan dalam KNPI jelas bermakna sebagai kesakitan bagi pihak lain. Yakni bagi mereka yang ditertawakan. Mereka yang dijadikan bahan lelucon sembari direndahkan. Semacam bullying lewat tawa. Tawa yang merundung.Â
Maka, tertawa tak selalu bersifat ekspresi kegembiraan yang meringankan hati. Tetapi bisa juga dimuati kebencian. Tertawa tapi benci. Mendengki dengan tertawa. Hateful laugh. Semacam lengking tawa vampir atau Mak Lampir.
Kini, dalam perjalananya DPD KNPI Maluku semakin membawah petaka ke gerbong perpecahan yang lebih dalam. Perpecahan itu menjadi peristiwa yang faktual dan harapan melahirkan yang baru seolah tidak bisa dilahirkan.
 Mereka dikelilingi para intelektual hipokrit. Mereka yang munafik penuh kepura-puraan, pengecut, dan enggan mengkritik tuan nya. Ini yang disebut dengan "Intelektual Kelas Kambing". JAUH BERMARTABAT LAWAN YANG BERKATA JUJUR DAN MELONTARKAN KRITIK SECARA TERBUKA!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H