Media merupakan suatu bentuk sarana atau saluran komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan informasi, gagasan, dan pesan kepada khalayak atau masyarakat luas. Seiring dengan kemajuan zaman yang pesat, media mengalami peningkatan yang pesat dimulai dari media cetak, media massa, media televisi, sampai media sosial pada saat ini. Media dapat dengan mudah diakses setiap hari lewat banyak platform media sosial yang ada. Media sendri berfungsi sebagai bentuk interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Tentunya pemerintah tidak boleh menutup mata akan kemajuan ini.
Selain sebagai bentuk interaksi yang vertical, media juga berfungsi sebagai pemasaran politik. Media merupakan alat penting dalam pemasaran politik, digunakan oleh kandidat dan partai politik untuk mempromosikan diri mereka sendiri dan memengaruhi pemilih. Kampanye iklan politik, wawancara di media, dan kehadiran dalam debat politik adalah contoh strategi pemasaran politik melalui media. Media memudahkan para pelaku politik dalam menyampaikan gagasan atau ide-ide mereka.
Sesuai dengan perkembangan media saat ini, media sosial menjadi salah satu media yang cepat diterima oleh masyarakat. Mulai dari platform Facebook, Twitter, Instagram dan lainya. Dikarenakan rata-rata masyarakat memiliki beberapa akun platform yang telah disebutkan tadi.Â
Hal itu tentunya menjadikan informasi dapat mudah diakses kapan pun dan dimanapun. Pemasaran politik dalam sosial media pasti akan sangat amat efektif daripada pemasangan baliho yang ada di pinggir jalan. Media sosial juga tidak merusak tatanan serta keindahan kota seperti dampak pemasangan baliho. Biaya yang dikeluarkan pun tidak memangkas ongkos yang begitu banyak. Tentunya para pelaku politik harus melek dengan hal ini.
Dibalik kelebihan tentu terdapat kekurangan. Meskipun kampanye di media sosial memiliki banyak potensi untuk mencapai pemilih dan mempromosikan pesan politik, ada juga beberapa nilai minus yang perlu dipertimbangkan; Penyebaran Informasi yang Tidak Benar (Misinformasi dan Hoaks): Media sosial sering menjadi tempat bagi penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks. Hal ini dapat membingungkan pemilih, memengaruhi opini publik dengan informasi yang salah, dan merusak proses politik yang sehat.Â
Eko-Kamar (Echo Chamber): Media sosial cenderung menciptakan eko-kamar di mana pengguna terpapar hanya pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan dan preferensi mereka sendiri. Hal ini dapat memperkuat polarisasi politik dan mengurangi kesempatan untuk dialog yang konstruktif antara pandangan yang berbeda.Â
Algoritma yang Membentuk Filter Bubble: Algoritma media sosial sering kali memperkuat filter bubble, di mana pengguna hanya terpapar pada konten yang sesuai dengan preferensi mereka. Hal ini dapat memperkuat pemikiran yang sempit dan mengurangi eksposur terhadap sudut pandang yang beragam.Â
Polarisasi Politik: Media sosial sering kali menjadi tempat di mana polarisasi politik diperkuat, dengan pengguna cenderung bergabung dengan kelompok yang memiliki pandangan politik yang serupa. Hal ini dapat menghasilkan ketegangan sosial dan kesulitan dalam mencapai konsensus politik. Konten Negatif dan Kampanye Hitam: Beberapa kampanye di media sosial cenderung menggunakan konten yang negatif atau kampanye hitam untuk merusak reputasi kandidat atau lawan politik.Â
Hal ini dapat mengarah pada politik yang beracun dan tidak sehat. Privasi dan Keamanan Data: Media sosial sering kali menghadapi masalah terkait privasi dan keamanan data pengguna. Penyalahgunaan data pengguna oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dapat mengancam integritas proses politik dan kepercayaan publik.Â
Ketergantungan pada Teknologi: Ketergantungan pada media sosial dalam kampanye politik juga dapat menjadi nilai minus. Kandidat dan partai politik mungkin menjadi terlalu bergantung pada teknologi, mengorbankan interaksi langsung dengan pemilih dan kegiatan kampanye yang lebih tradisional.
Perlu digaris bawahi bahwasannya keunggulan atau potensi dapat dicari jika menggunakan media sosial sebagai platform dalam memasarkan politik. Namun, perlu kita lihat juga beberapa hal negative didalamnya. Kita sebagai masyarakat tentu perlu memfilterisasi informasi-informasi yang diterima. Begitupun pemerintah harus sigap dalam men take down konten yang berbau hoax agar tidak menimbulkan disinformasi dan dapat mengacaukan keaadan dalam masyarakat.