Oleh Subekti Budhi R, perajin kata-kata
Sebenarnya saya punya dua pasang burung parkit, tetapi suatu ketika dua ekor yang jantan mati bersamaan. Pagi-pagi sudah tergeletak tak bernyawa. Mungkin karena bagian bawah kandang kecilnya saya bersihkan, dan cairan pembasmi kuman yang tersisa meracuninya. Atau mungkin sebab lain.
Kandang kecil, bekas untuk hamster. Kandang besar untuk parkit itu ada, sesungguhnya, kira-kira berukuran 100 cm  x 80 cm. Tetapi waktu punya gawe awal tahun lalu, kandang tersebut kami titipkan ke tetangga, dan keterusan. Empat ekor burung parkit tersebut pun keterusan di penampungan sementaranya pula.
Setelah dua ekor yang jantan mati, tentu tinggal dua yang betina. Posisi kandang sangat dekat dengan tempat saya duduk-duduk, sehingga tanpa sengaja pun aktivitas keduanya bisa teramati oleh saya.
Kedua parkit betina ini pada dasarnya tidak akur. Parkit yang warna biru tinggal bersama saya sejak masih telur, sedangkan yang warna putih pendatang baru dan lebih dewasa. Namun suatu ketika keduanya tampak akrab. Malah bukan sekedar akrab, tetapi juga mesra. "Tumben akur," kata saya. Keduanya sering saling beradu paruh, seperti suap-menyuap.
Seperti yang acap dilakukan salah seekor pejantan, terhadap betina putih itu, dulu, ketika masih lengkap empat ekor. Dulu, bila saya memberi makan dengan makanan di telapak tangan, Si Putih tak pernah berani ikutan, tetapi salah seorang, eh, salah seekor pejantan, setelah makan di telapak tangan saya, lalu mendatangi dan menyuapinya. Seperti itu, kira-kira. Namun tidak mungkin kedua betina ini suap-menyuap, karena makanan selalu saya taruh begitu saja pada tempatnya, saya tidak memberi makan dengan telapak tangan lagi. Jangan-jangan kemesraannya itu LGBT 'kali, ya...
Anehnya, suatu ketika kondisi mesra itu berubah drastis. Si Putih jadi ganas menyerang Si Biru. Sampai-sampai Si Putih saya hukum potong sayap, supaya tak bisa menyerang sambil terbang. Hal ini terjadi kira-kira 15 hari yang lalu (tulisan ini dibuat tanggal 3 Agustus 2017).
Keheranan timbul, ketika Si Putih jarang kelihatan mangkring ataupun main-main pada jeruji kandang yang kecil itu. Suatu ketika saya longok, ternyata berada di pojok bak plastik di bawah jeruji alas. Dan...... ya Tuhan, ternyata bertelur.
Sementara hubungan Si Putih (yang bertelur) dengan Si Biru, keduanya sama-sama cewek, pun tidak harmonis. Kini giliran Si Biru yang ganas menyerang Si Putih. Akhirnya Si Biru saya hukum kurung di tempat yang gelap. Nyata sekali ketakutannya. Kasihan juga, tapi kan dengan maksud mendidik. Tiga hari kemudian saya campurkan lagi, dan kondisi aman terkendali.