Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Ken Dedes, Wanita Super Sepanjang Sejarah

1 Agustus 2017   21:44 Diperbarui: 1 Agustus 2017   21:54 1661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh Subekti Budhi R, perajin kata-kata

Sejarah adalah sejarah, dan sejarah telah berlangsung sedemikian rupa. Sejarah orang-orang besar di masa lalu, terkait berdirinya kerajaan Singasari dan Majapahit, barangkali terlalu rumit bila dirasa-rasakan di masa sekarang. Namun para penulis masa lalu telah mengungkapkannya, sebagaimana termuat di dalam kitab kuna seperti Pararaton dan Negara Kertagama. Kita barangkali bisa menjadikannya sebagai cerminan hidup, atau apa pun bagi siapa pun.

Kerajaan Singasari berada di daerah Malang, yang dinastinya berlanjut hingga Kerajaan Majapahit di daerah Mojokerto. Semua berada di Lembah Kali Brantas, Jawa Timur. Raja Majapahit yang paling terkenal, Hayam Wuruk, adalah keturunan keenam baik dari Tunggul Ametung, Ken Dedes, maupun Ken Arok.

Ken Arok (dicandikan di Kagenengan), menjadi raja pertama Singasari setelah menyingkirkan adipati Tumapel bernama Tunggul Ametung, seorang gaek yang mengawin-paksa gadis belia nan cantik jelita, yaitu Ken Dedes. Kemudian Ken Arok menang perang melawan Kertajaya, raja terakhir Kadiri, di medan laga Ganter pada 1222 M. Maka berdirilah kerajaan Singasari, dan Ken Arok sebagai raja pertamanya.

Namun ketika diperistri oleh Ken Arok, sesungguhnya Ken Dedes tengah hamil tiga bulan. Lalu lahirlah Anusapati. Candi Kidal di Tumpang, Malang, adalah monumen bagi anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung itu. Anusapati pun menyingkirkan Ken Arok, dan menjadi raja Singasari yang kedua. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1227 M.

Kita bisa membayangkan seperti apa galau hati Ken Dedes. Betapa tidak, sedangkan suaminya, yaitu Ken Arok, dibunuh oleh anak tirinya, Anusapati, yang membalas kematian ayahnya, yaitu Tunggul Ametung, yang dibunuh oleh Ken Arok. Bagaimana mengendalikan gejolak emosi anak-anak Ken Arok, agar tidak membalas kematian ayahnya, dan Ken Dedes berhasil, itu pakai ilmu apa? Padahal Ken Arok punya anak dari Ken Dedes sebanayak empat orang, tiga orang diantaranya laki-laki.


 Tidak demikian halnya dengan Ken Umang, istri Ken Arok yang lain, dimana mereka punya anak lima orang, empat orang diantaranya laki-laki. (Tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ken Dedes, Ken Arok, Ken Umang dengan Ken Norton, petinju kelas berat yang sezaman dengan Muhammad Ali). Salah seorang anak Ken Arok dari Ken Umang yang bernama Tohjaya, membalas dendam atas kematian ayahnya, dan membunuh Anusapati pada tahun 1248.

Tidak dapat dibayangkan pula bagaimana Ken Dedes merengkuh dan mengasuh cucu-cucunya, baik cucu dari Tunggul Ametung maupun cucu dari Ken Arok. Tetapi tampaknya berlangsung dengan sangat baik. Rasa-rasanya kita hanya bisa angkat topi, barangkali juga berdecak kagum, betapa Ken Dedes mampu membangun kehidupan yang damai di dalam keluarga besarnya, mengingat selama 21 tahun Anusapati berkuasa, keadaan aman-aman saja.

Terbukti pula ketika pada 1248 terjadi perebutan kekuasaan oleh Tohjaya, dan di dalam tahun itu juga anak Anusapati yang bernama Wisnuwardhana yang juga dikenal sebagai Ranggawuni, berhasil menyingkirkan Tohjaya, tampak nyata diantara cucu-cucu Ken Dedes menunjukkan persatuan dan kesatuannya. Niscaya atas peran Ken Dedes pula, ketika lalu Ranggawuni sebagai cucu Tunggul Ametung menjadi raja ketiga Singasari dengan cara memerintah bersama dengan salah seorang cucu Ken Arok.

Salah seorang anak Ken Arok dari Ken Dedes adalah Mahisa Wongateleng. Dia punya anak bernama Mahisa Cempaka. Dengan Mahisa Cempaka inilah Ranggawuni memerintah bersama. Mahisa Cempaka mendapat kedudukan tinggi sebagai Ratu Anggabaya bergelar Narasingha. Keduanya sangat kompak sehingga di dalam kitab Pararaton disebut "bagaikan dua ekor naga di dalam satu liang". Niscaya atas berkat peran Ken Dedes, sang nenek cantik nan gemilang, sehingga suasana yang serasi itu dapat terbangun.

Candi Jago merupakan tempat Ranggawuni dicandikan. Candi Jago pun dapat dipandang sebagai simbol semacam revolusi kebudayaan untuk kembali pada semangat pra Hindu/Budha, yang juga dapat diartikan menghidupkan kembali budaya piramid setelah cukup lama tergeser oleh budaya stupa. Ranggawuni kemudian digantikan oleh anaknya, Kertanegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun