Mohon tunggu...
SUBAYU LAKSMANA
SUBAYU LAKSMANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia

Mahasiswa Hubungan internasional Universitas Islam Indonesia,

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serangan Militer Amerika Serikat: Invasi Terhadap Irak

30 Desember 2022   13:38 Diperbarui: 30 Desember 2022   13:43 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saddam Hussein Sumber Foto ; https://pixabay.com/photos/iraq-dictator-president-67653/ 

Apa yang kamu ketahui tentang invasi Irak?, pernahkah kamu berpikir tentang serangan militer yang dilakukan Amerika Serikat?, Nah, perlu teman- teman ketahui bahwa, sesudah mengalami kontroversi serta perdebatan yang Panjang, akhirnya Amerika Serikat  menetapkan untuk melakukan serangan militer terhadap Irak. Invasi yang dimulai lebih dari sepuluh tahun yang lalu, pada tanggal 19 Maret 2003 sampai sekarang masih menyisakan dilema. 

Agresi Amerika serikat terhadap Irak ini berkaitan dengan aspek legalitas. Invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat dinilai tidak legal dan dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk penjajahan atau kolonialisme. 

Nah, dalam hal ini George Walker Bush yang merupakan presiden Amerika Serikat ke-43, memiliki keinginan yang sangat kuat. Kuatnya keinginan George Walker Bush untuk melakukan invasi terhadap Irak dan  menurunkan Saddam Husein dari pemerintahan tanpa adanya dukungan dari DK PBB, telah mengakibatkan spekulasi menyangkut motivasi Amerika Serikat untuk melakukan aksi tersebut. 

Dalam diskusi panel yang diselenggarakan oleh The Middle East Policy Council (MEPC) pada tanggal 20 Juni 2003 di Washington DC, Chas Freeman sebagai Presiden MEPC menyatakan bahwa setidaknya terdapat beberapa alasan George Walker Bush melakukan invasi ke Irak, yaitu; penghancuran program senjata pemusnah massal, perubahan rezim, demokratisasi, perbaikan kehidupan rakyat irak, menghancurkan kegiatan terorisme internasional, dan transformasi wilayah Timur Tengah di dalam pengawasan Amerika Serikat. 

Lalu, bagaimana sih prospek perdamaian di kawasan ini setelah Irak di bawah pemerintahan Saddam berhasil ditaklukkan oleh Bush ? dan mungkinkah invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat akan mendorong kekerasan dalam skala yang lebih luas ? 

Nah, seperti yang kita ketahui, Amerika Serikat meluncurkan serangan militer dan invasi terhadap Irak sejak tanggal 19 maret 2003. Menurut pendapat penulis, hal tersebut dilandasi oleh kepentingan hegemoni Amerika Serikat di Timur Tengah, lebih dari 150.000 pasukan Amerika Serikat menaklukkan Irak secara paksa. 

Terdapat beberapa faktor yang mendorong Amerika Serikat melakukan invasi ke Irak pada tahun 2003. 

Pertama, kepentingan geopolitik Amerika Serikat di daerah Timur Tengah. Untuk memperkuat pengaruh kepada daerah yang tidak stabil itu, Amerika Serikat membutuhkan partner, yang dalam hal ini adalah Israel. Mereka juga mempunyai kepentingan yang sama. Alasan utama serangan Amerika Serikat terhadap Irak merupakan kontrol terhadap minyak Irak yang  telah didominasi oleh perusahaan Amerika Serikat sebagai pilar utama dari  intervensi Amerika Serikat di Timur Tengah. Oleh sebab itu, Amerika Serikat selalu berupaya melindungi Israel dari ancaman negara lain di Timur Tengah, khususnya Irak. 

Amerika Serikat telah menjadi penyelamat yang baik bagi Israel karena telah menempatkan beberapa rudal patriot pada Kawasan tersebut, karena dalam hal ini juga, Israel beberapa kali menjadi target dari rudal yang dilesatkan oleh Saddam selama perang Teluk berlangsung. Nah jadi disini,  jika kekuatan Saddam dibiarkan terus berkembang pesat, maka pada masa yang akan datang dapat membahayakan Israel, dan  tentunya juga Amerika Serikat. 

Kedua, perang tersebut tidak lepas dengan kepentingan minyak. Cadangan minyak yang dimiliki Amerika Serikat sangat kecil dan tidak berbanding dengan keperluan konsumsi minyak Amerika Serikat, yaitu sekitar 0,3% dari cadangan minyak global, yang mana kebutuhan konsumsi minyak Amerika Serikat bisa mencapai 23%. 

Di sisi lain, Arab Saudi yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia sudah mulai tidak akomodatif lagi terkait dalam kepentingan Amerika Serikat. Ini tentu saja akan mengganggu kinerja industrinya dalam jangka waktu yang relatif Panjang, sehingga mengancam energi Amerika Serikat di masa yang akan datang. 

Kehidupan masyarakat Irak semakin memprihatinkan karena mengalami larangan ekonomi setelah kekalahannya dalam perang Teluk pada tahun 1991. Dalam rangka menciptakan kembali Irak pasca invasi dan dalam rangka memperbaiki kehidupan masyarakat Irak, Amerika Serikat telah menyediakan dana sebanyak 8 miliar dollar untuk pembangunan kembali Irak dan  tidak terdapat keraguan bahwa hegemoni Amerika Serikat tergantung pada minyak serta sumber daya energi. Oleh sebab itu, Amerika Serikat berusaha untuk mengamankan kepentingan minyaknya di kawasan tersebut. 

Ketiga, perang ini berhubungan langsung dengan tekad Amerika Serikat yang tidak mau setiap kepentingan dan keperluannya dihalangi oleh siapapun, hal itu menjadi ambisi bagi Amerika Serikat sebagai negara terkuat di dunia ini. Pemerintah Amerika serta hegemoni militer koalisi sekutu, sepakat untuk memulai demokrasi dan operasi Amerika Serikat di Irak yang diberi nama "Operation Iraqi Freedom"  yang bertujuan untuk membebaskan rakyat Irak dari rezim Saddam Hussein yang otoriter. 

Keempat, ancaman terorisme yang ditimbulkan oleh Saddam Hussein. Proses peradilan Saddam Hussein yang dinilai melanggar aturan hukum internasional adalah suatu bukti nyata bahwa gerakan unilateral Amerika Serikat melakukan agresi negara lain dengan dalih "war on terrorism". 

Dalam persoalan ini, Irak dan hegemoninya  merupakan sebuah peristiwa yang menjadi faktor penghambat terciptanya "good world governance". Pemerintah Bush menyatakan bahwa saat serangan 11 september adalah reaksi penggunaan kekuatan militer melawan Afghanistan dan Irak. 

Faktor yang terakhir menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya serangan Amerika ke Irak. Pada Tahun 2003, dimana "Weapons of mass Destruction " atau senjata pemusnah massal menjadi motivasi bagi Amerika Serikat. Program pengembangan senjata pemusnah massal Saddam Hussein ini diklaim menjadi ancaman bagi Amerika Serikat dan dunia. 

Dalam rangka membongkar program pemusnah senjata massal tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah menggunakan agresi militer, karena Saddam dianggap tidak kooperatif dengan tim pemeriksaan PBB. Berdasarkan interpretasi Bush, penggunaan kekuatan militer untuk menghancurkan program senjata massal ini tidak menyalahi hukum internasional. Loh, kok bisa ?, karena ada tiga hal dalam hukum internasional yang tidak menyalahkan penggunaan kekerasan dalam bersenjata, yaitu: pertahanan diri (self-defense), untuk pelaksanaan ketentuan Bab VII piagam PBB (enforcement action), untuk intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention). 

Menurut pemahaman pola pertahanan baru yang disebut "pre-emptive self-defense" dengan interpretasi penilaian intelijen bahwa peningkatan senjata pemusnah massal Irak itu harus dihancurkan karena dianggap sebagai ancaman bagi Amerika Serikat. Meskipun begitu, setelah dilakukan analisis kembali, setelah Inspektur senjata PBB yaitu Gulf War I membongkar seluruh fasilitas pengembangan senjata nuklir di Irak tidak mendapatkan bukti bahwa terdapat senjata pemusnah massal di Irak. 

Menurut Amerika Serikat, invasi ke Irak ini penting dalam rangka membebaskan Irak dari rezim Saddam, memerangi terorisme dan menghancurkan senjata pemusnah massal serta mendorong terbentuknya demokrasi di negara tersebut. 

Tapi, realitanya adalah invasi oleh Amerika Serikat kepada Irak selalu berdampingan dengan pertimbangan geopolitik untuk melindungi sekutu dekatnya, yaitu Israel, terkhusus dalam hal mengamankan kepentingan minyak. Oleh sebab itu, hal ini mempengaruhi bagaimana Amerika Serikat melaksanakan proses demokratisasi di Irak, Tindakan penyerangan merupakan alat untuk mencapai tujuan tersebut. 

Saddam Hussein Sumber Foto ; https://pixabay.com/photos/iraq-dictator-president-67653/ 
Saddam Hussein Sumber Foto ; https://pixabay.com/photos/iraq-dictator-president-67653/ 
Nah, dalam hal ini, penulis beropini bahwa kepentingan Amerika Serikat terhadap lengsernya Saddam Hussein disebabkan karena beberapa faktor, yaitu; Pertama; kepentingan nasional yang meliputi komitmen Amerika Serikat untuk "Global war on terror" yang menyebabkan pergeseran paradigma sehingga tercipta fase baru. Kedua; dalam strategi kebijakan luar negeri Amerika dan keamanan nasional Amerika. Ketiga; kepemilikan minyak Irak, yang dimana Amerika Serikat ingin mengontrol cadangan minyak Irak untuk mengamankan energi masa depan bagi Amerika Serikat. Keempat; pangkalan militer yang strategis di Timur Tengah untuk mengontrol terhadap kawasan Timur Tengah dan mengamankan sekutu serta perusahaan Amerika Serikat yang mengelola minyak di Timur Tengah. Selain itu, juga mengembalikan kepercayaan global, dan hegemoni Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun