Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Musim Hujan, Kehangatan Keluarga yang Tak Tergantikan

22 November 2024   20:27 Diperbarui: 22 November 2024   20:49 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tegukan air itu adalah simbol rasa syukur---untuk keluarga yang selalu ada, untuk rumah yang selalu memberi kenyamanan, dan untuk cinta yang terus mengalir tanpa henti. Satria, yang sudah terlebih dahulu mengganti pakaiannya, juga merasakan kehangatan yang sama. Kami bersama-sama melepaskan kelelahan dan menyambut kehangatan yang ada di rumah.

Setelah sedikit beristirahat, aku merasa bahwa waktu untuk menyegarkan diri telah tiba. Mandi sore dengan air hangat adalah ritual kecil yang aku nikmati setelah seharian beraktivitas. Selain membersihkan tubuh dari debu dan keringat, mandi sore memberiku kesempatan untuk menyendiri sejenak, mengistirahatkan tubuh, dan memulihkan semangat.

"Yuk, mandi dulu, Ayah," ajak Satria, yang sudah lebih dulu mencuci tangan di dapur.

"Aku nanti dulu, kamu duluan," jawabku sambil tersenyum, menikmati waktu tenang yang masih ada.

Mandi sore ini memberikan kelegaan fisik, namun lebih dari itu, ini adalah saat untuk menenangkan pikiran sebelum melanjutkan aktivitas lain di rumah. Setelah mandi, aku mengganti pakaian dan merasa lebih siap untuk menikmati sisa waktu bersama keluarga.

Sambil menunggu kedatangan putriku, Ayumi, yang baru pulang bekerja, aku merasa bersyukur atas setiap momen yang kami bagi. Meskipun cuaca kadang tak mendukung, aku tetap berusaha untuk selalu ada. Jika cuaca cerah, aku sering menjemput Ayumi pulang kerja. Menjemput Ayumi bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi juga bentuk perhatian yang sederhana namun sangat bermakna. Menunjukkan bahwa meski kami sibuk dengan kegiatan masing-masing, kami tetap saling mendukung dan peduli satu sama lain.

Menunggu kedatangan Ayumi adalah waktu yang penuh harapan. Sebagai ayah, aku merasa bertanggung jawab untuk memastikan setiap anggota keluarga pulang dengan selamat. Setiap kali menjemput Ayumi, aku merasa bahwa ini adalah cara kecil untuk menunjukkan kasih sayang, memastikan dia pulang dengan tenang, dan memberi ruang bagi kami untuk berbagi cerita setelah seharian beraktivitas.

"Ayumi sudah sampai belum, Ayah?" tanya Satria, yang tak sabar ingin mendengar cerita kakaknya.

"Belum, tapi sebentar lagi," jawabku sambil menepuk-nepuk pundaknya, memberi rasa tenang.

Menjemput Ayumi adalah bagian dari tanggung jawab yang kuemban sebagai seorang ayah. Tetapi lebih dari itu, ini adalah cara untuk terus menunjukkan perhatian dan kasih sayang, walaupun dalam bentuk yang sederhana. Setiap momen menjemput atau menunggu adalah peluang untuk mempererat hubungan keluarga, untuk berbagi cinta yang tak terucapkan dengan cara yang nyata.

Saat Ayumi akhirnya tiba di rumah, aku merasa lega. Kami semua berkumpul di meja makan, tempat di mana semua cerita dibagikan, tawa terdengar, dan kenangan terjalin. Makan bersama bukan hanya tentang makanan yang terhidang, tetapi tentang kebersamaan yang menghangatkan hati kami. Di meja makan, setiap cerita tentang aktivitas kami seharian dibagikan, baik yang menyenangkan maupun yang menantang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun